Gadis miskin milik sang Casanova 5
Angin berhembus begitu kencang diluar. Barangkali sebentar lagi akan datang hujan badai.
Awan yang sebelumnya nampak kehitaman sekarang menjadi gelap.
"Ini kartu namaku. Di sana tertera juga nomor handphone. Kau bisa menghubungi jika ada hal penting."
Anindira meraih kartu nama itu dan mengelap tangannya yang masih sedikit basah akibat mencuci piring tadi.
"Kau begitu kotor." Sean mendelik, tampak tak suka cara Anindira mengelap tangannya. Seharusnya dia menggunakan tissue.
Anindira hanya terkekeh sedikit, menampakkan gigi gingsul nya yang manis.
Tampaknya Sean sedikit terpengarah.
"Kau boleh keluar." Sean mengibaskan tangannya menyuruh Anindira untuk segera beranjak karena masih banyak pekerjaan menumpuk yang harus diselesaikan nya.
Anindira mulai memasukkan nomor Bos nya itu ke hp jadulnya.
Setelahnya dia berbaring sambil melamun.
Dia bersyukur sekali diterima bekerja disini dengan gaji fantastis, kamar yang mewah serta perlengkapan semuanya di tanggung oleh Bosnya.
Duarrrrrrr
Suara petir menggelegar diluar sana. Angin kencang dan hujan turun dengan derasnya.
Anindira berdiri untuk mengikat gorden jendela kacanya yang langsung tembus ke arah balkon.
Suasana diluar sangat mencekam padahal malam baru beranjak pukul delapan.
Duarrrrr
Kali ini petir nya lebih keras disertai kilat yang seakan membelah bumi.
Anindira memekik, menutup telinganya dengan tangannya.
Mengapa ia terlihat takut sekali? Bukankah petir di kampung dan dikota sama?
Namun ini begitu lain menurutnya, entah karena ditempat ini begitu sepi sedangkan dikampung begitu ramai terlebih mereka satu keluarga yang berjumlah banyak.
Tap
Semua lampu padam membuat Anindira kembali memekik keras.
Dia yang berada di dekat jendela tak bisa melihat apa-apa.
"Pak Bos!" Panggilnya dengan suara serak disertai dengan tangis.
Sean yang memakai lampu emergency dikamarnya tidak tahu jika lampu padam.
"Pak Bos tolong!" Lagi suara Anindira terdengar dari samping.
"Dasar payah." Sean menggeleng-gelengkan kepalanya sambil beranjak keluar.
Setelah membuka pintu nampak semuanya gelap.
Lantai bawah, balkon juga semuanya gelap.
Dia buru-buru membuka pintu Anindira dan mendapati Anindira sedang duduk dilantai sambil menutup telinganya.
Cahaya flash dari handphone nya ia arahkan dan Anindira mengangkat wajahnya lalu mendekati bosnya.
"Aku sangat takut pak. Disini gelap sekali." Ucapnya sedikit terisak.
Sean menarik tangannya dan membawanya kedalam kamarnya.
"Tunggu disini sampai lampu hidup kembali."
Anindira duduk di sofa bed yang luas dan empuk.
Dia sibuk mengelap air matanya dan ingusnya dengan bajunya yang sesekali keluar.
Sean yang melihatnya langsung melotot.
"Jorok." Ucapnya sambil melempar tissue kearah nya.
Sean kembali melanjutkan kerja di mejanya.
Sesekali terdengar helaan nafas yang berat, begitu juga dengan tangan yang sesekali memijit kening.
Tampak sekali ada pekerjaan berat yang dikerjakan nya.
Sudah hampir dua jam lampu padam dan tak juga menyala.
Anindira yang kelamaan menunggu sudah terlelap di sofa.
Sean yang baru saja menyelesaikan kerjanya, menoleh dan mendapati Anindira yang sudah kelihatan pergi ke alam mimpi.
Melipat tangan di dada dan membiarkan rambut panjangnya yang indah menjuntai ke lantai.
Mulutnya yang sedikit terbuka membuka Sean mengangkat sudut bibirnya.
Dia segera merebahkan tubuhnya yang lelah dan pikiran yang penat.
Sudah hampir satu jam dia tidak bisa memejamkan matanya.
Tengkurap, terlentang, miring kiri miring kanan tak juga mau matanya diajak kompromi.
Apa karena pengaruh orang asing ada di tempat ini?
Seingatnya dia belum pernah menerima seseorang masuk ke kamar utama nya ini. Atau barangkali satu hari ini dia tidak dipuaskan seorang wanita?.
Ah, Hans benar-benar keterlaluan. Besok aku akan memakinya..
Jika dia membawa perempuan-perempuan pemuas nafsu maka dia akan membawa mereka ke kamar lantai satu.
Dia tidur menyamping, menopang kepalanya dengan Tangannya sambil memperhatikan Anindira yang tidur pulas.
"Enak sekali dia tidur begitu sedangkan aku kesusahan." Umpat nya kesal.
Anindira hendak mengubah posisi tidurnya.
Dan 'bugh' badannya langsung mendarat di lantai.
Dia merintih memegangi Bokongnya yang sakit.
"Aduh. Bisa-bisanya aku terjatuh. Mana pantatku sakit lagi." Lirihnya sambil berusaha berdiri.
Dia memutar tubuhnya dan melihat kearah kasur yang ditempati Sean.
Sean hanya melihatnya tanpa ekspresi.
Padahal Anindira sudah malu setengah mati.
Dia pikir tidak ada yang melihatnya jatuh seperti itu.
'Duh ini Bos ada gila-gila nya. Bukannya di tolongin, Mana di lihatin terus lagi.' kesalnya sambil mendudukkan bokongnya di sofa.
"Pak, bisa nggak aku pinjam sebentar kamar mandi bapak? Kebelet." Ucapnya sedikit memelas sambil merapatkan kedua kakinya.
"Tidak."
"Plis pak aku janji akan hati-hati dan tidak meninggalkan jejak." Ucapnya sambil mengacungkan jari membentuk huruf v
"Kau jorok."
"Plis pak, ini udah kebelet Banget. Daripada aku keluarin disini." Ucapnya sedikit berani.
Entah kenapa menghadapi bosnya yang super irit bicaranya ini harus dihadapi lebih berani. Jika tidak maka kita akan diremehkan dan di injak-injak.
Sean melototkan matanya dan melempar bantal kearah Anindira. Berani sekali dia bicara seperti itu ke bosnya.
"Pergi." Ucapnya lalu merebahkan badannya kembali sambil menatap langit-langit kamar.
Lama dia dalam posisi itu sampai dia terlelap ke alam mimpi
******
Anindira yang sudah bangun lebih awal segera menata sarapan pagi Bosnya di meja makan.
Setelahnya dia menaiki tangga untuk mempersiapkan baju dan keperluan Bos nya.
Setelah dia menatanya nampak Sean keluar dari sana yang pinggangnya terlilit handuk.
Anindira tampak membuang muka dan pura-pura tidak melihat.
Bagaimana mungkin seorang pria bertelanjang dada didepannya. Apalagi melihat tubuh Bosnya yang atletis dengan otot kanan kiri serta perut kotak-kotak nya.
Ah Anindira jadi tersipu kala mengingat percakapan dengan teman-teman gilanya sewaktu SMK. Teman-teman nya begitu mengidolakan sosok pria yang bertubuh seperti itu.
"Bajunya ganti dengan warna maroon."
Anindira yang melamun sontak menoleh dan mendapati Sean yang telanjang bulat dan refleks melihat kebawah.
"Bos Gilak...!" Teriaknya sambil berlari keluar.
Nafasnya sampai ngos-ngosan dan detak jantungnya tak karuan.
Bagaimana bisa matanya yang masih suci Ting Ting harus ternodai oleh burung perkutut sialan bosnya.
"Amit-amit, dasar bos gila. Dipikirnya aku nggak malu apa? Dasar sinting."
Sean yang berada di kamarnya nampak biasa saja. Tak ada raut menyesal atau bahkan malu sedikit pun.
*****
"Tampaknya Anda memang keras kepala Tuan Sean!" Bima berbicara lantang.
Sean yang berada di depannya hanya tersenyum miring. Bersedekap dada sambil memiringkan kepalanya memperhatikan lawan bicaranya.
"Anda tau itu." Ujarnya dingin.
"Aku hanya ingin meminjamnya dua bulan. Setelah itu kau bisa memintanya kembali. Besar peluang bagiku untuk memenangkan tender itu, jika gadis itu menjadi modelku dua bulan ini." Nampak nya Bima masih bersikukuh meminta Sean untuk melepaskan Anindira untuk dipinjamkan ke perusahaan nya sampai dua bulan mendatang.
"Keputusan ku tak bisa diganggu gugat." Lagi ucapan itu kembali terdengar.
"Aku bisa menjamin dia kembali dengan selamat tanpa kekurangan suatu apapun."
Sean mengamati Bima sehingga membuat Bima salah tingkah.
"Terakhir kali kau mengucapkan hal itu."
Siapa yang tidak kenal dengan Bima. Dia seorang pebisnis handal. Yang pandai bersilat lidah dan mengubah fakta untuk memperjuangkan Bisnis yang dipegang nya. Kerapkali dia sampai menjual model-model unggul keluar negri dan membuat kontrak yang hanya menguntungkan dia.
Awalnya dia bekerja sama dengan Sean dalam dunia modeling, namun setengah jalan mereka berselisih dan membuat tembok pembatas diantara mereka.
Bima bersikukuh mengambil Anindira untuk menjadi rekan nya dan menjadikannya seorang bintang.
Dan Sean yang sudah tau gerak-gerik lawan nya langsung mengambil jalan pintas dan menyuruh Anindira Bekerja di apartemen nya.
******
"Keruangan segera." Titahnya pada seseorang di seberang sana.
Yang diperintahkan tentunya bersungut-sungut dan malas meladeni bosnya.
"Carikan seorang wanita." Membuat Hans terkejut sekaligus merasa senang. Jika Bos nya memesan wanita berarti Anindira aman di rumah. 'syukurlah.' monolog nya.
"Hmm.."
"Bagaimana keadaan Anindira?"
"Kau kugaji bukan untuk menanyakan itu."
"Aku hanya bertanya."
"Bukan urusanku."
Dengan langkah malas Hans keluar sambil mengumpat bosnya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments