Gadis miskin milik sang Casanova 3
Anindira bergeming. Diam di tempat.
Tanpa menoleh "pulang."
Suaranya halus tapi jelas, barangkali Anindira belum melihat arah jarum jam yang bertengger di samping lemari sana.
"Terserah.."
Anindira melanjutkan langkahnya, membuka handle pintu dan menuruni tangga satu persatu.
Dia bingung, suasana sudah sangat sepi. Cepat-cepat dia memesan ojek, dan melihat tak ada lagi ojek yang mangkal yang bisa membawanya pulang ke rumah.
"Oh my God! Ternyata sudah jam setengah satu. Pantas sepi banget."
Dia menoleh kanan kiri, nyalinya menciut ketika melihat ke sekeliling nya.
Tapi tak mungkin dia berdiri di tempat.
Perlahan dia mengayunkan langkahnya menjauh dari gedung pencakar langit di belakang nya.
"Demi Tuhan, tidak akan terjadi apa-apa". Dia harus mengayunkan langkah nya lebih cepat lagi, agar hal mencekam itu segera ia sudahi.
"Hai.. bagi duit dong!" Ujar lelaki kurus tinggi itu sambil menghadang langkahnya.
"Maaf tapi aku nggak ada uang.." ucapnya panik.
"Apa aja deh, hp misalnya." Ujar temennya satu lagi.
Anindira mengeratkan tangan pada tas selempang mungilnya, kala pria kurus itu mulai mendekat.
"Eh awas jangan macam-macam!" Ucapnya melangkah mundur.
Teman nya itu langsung menarik dan menyambar tas itu. Tapi sekuat tenaga Anindira menahannya hingga pergelangan tangan nya perih akibat celakan kuat tangan preman itu.
Bugh
Suara tendangan mendarat tepat di bokong kedua pria itu.
Dan keduanya langsung lari terbirit-birit.
"Masuk!"
Bingung. Maksudnya apa? Dan masuk kemana?
Ck. Sean berdecak kesal dan menarik tangan Anindira menuju mobilnya.
"Lain kali kalau ada hal seperti itu lepaskan saja apa yang diminta."
"Ais..lepaskan? Enak saja. Ini memang bukan barang berharga bagi kalian, tapi ini satu-satunya alat yang diberikan ibuku." Batin nya.
Sean menoleh kesamping, tak pernah ada seorang pun yang bisa mendiamkannya disaat berbicara seperti ini.
Enak saja dia di kacangin.
"Kamu sariawan?"
"Hah? Aku? Enak saja."
Sean tersenyum sinis.
Bagaimana bisa seorang gadis begitu cuek padanya dan berbicara tak sopan seperti itu.
Umurnya yang kini menginjak 31 tahun tidak pernah seseorang berkata seperti itu. Dia harus di hormati dan di segani. Itu faktanya.
"Minggir pak. Kosan ku ada di seberang."
"Kamu berhutang padaku."
"Tapi aku merasa tak meminjam uang bapak seperak pun."
"Kalau aku tidak menyelamatkan kamu tadi entah sudah jadi apa kamu."
"Untuk itu saya berterima kasih Pak. Dan untuk tumpangan ini juga. Kalau gitu saya pergi dulu Pak."
Ucapnya segera berlalu.
Sean berlalu melesatkan mobilnya dengan kecepatan rata-rata.
****
"Puji Tuhan selalu sehat Bu. Kalian bagaimana kabarnya?"
"Puji Tuhan sehat juga Nak. Oh ya bagaimana awal pekerjaan nya? Apa kamu nyaman Nak?"
"Untuk sekarang masih nyaman Bu karena jadwal ku masih berlatih. Doakan aku ya Bu."
"Tentu Nak. telepon nya ibu tutup dulu. Ini adikku mau ibu antar sekolah dulu."
Klik
*****
"Ish dengar-dengar bos kita itu suka gonta-ganti wanita. Mana wanita-wanita itu para modelnya lagi. ihhh jadi ngeri nggak sih?" Dea nampak membuka gosip hangat pagi ini.
"Tapi nggak papa tuh, secara kan Bos emang ganteng pake banget. Siapa yang bisa menolak pesonanya?"
"ihhh aku sih ogah. Amit-amit calon suami model begituan."
Percakapan itu terhenti ketika melihat kedatangan Anindira.
"Btw dia kan calon model di perusahaan ini. Apa dia nggak takut apa? Secara kalau di lihat-lihat wajahnya masih ABG."
"Hussss biarin aja. Toh yang menanggung dirinya sendiri."
"Pagi ...!" Sapa Anindira kepada pegawai bawah kantor itu.
Sontak semuanya tersenyum manis ke arahnya membalas sapaannya.
*****
"Hai kamu anak baru disini ?" Ucap Hans sebagai salam perkenalan nya dengan Anindira.
"Hans Sebastian."
"Anindira." Ucapnya tanpa meraih tangan Hans yang menggantung di udara.
"Kamu bekerja di bagian mana?"
"Entertainment."
Bulshit!
Hans memperhatikan tubuh Anindira dari atas sampai bawah. Perfeck. Tapi tunggu dulu apa Sean sudah melihat Gadis ini.
Jika sudah ini bahaya. Mangsa baru akan segera Bos dapatkan lagi.
Dan ia sedikit tak rela jika Anindira dibuat pelampiasan nafsu semata oleh Bos nya itu.
Bergegas ia pergi keruang Bos nya, dan tanpa basa-basi langsung menyongsong duduk di depan meja Sean.
"Lain kali begitu kakimu akan patah." Sean melihat Hans sinis.
"Anindira." Ucapnya to the point.
Sean mengerutkan keningnya. Menelisik pikiran Hans asisten sekaligus kawan setianya.
"Jangan coba-coba melakukan kegilaanmu pada wanita itu."
Sean mengerti arah pembicaraan Hans.
Dia menyipitkan matanya dan duduk bersandar dan melipat tangannya di dada.
"Dia terlihat masih muda, carilah yang lebih berpengalaman supaya belalai kecilmu itu terpuaskan."
Sean tersenyum menyeringai.
"Aku yang menggaji kau. Jika kau lupa."
Jleb.
Selalu saja begitu. Hal itu menjelaskan bahwa Sean memang berkuasa penuh atas perusahaan.
Semua harus tunduk dan patuh terhadap nya. Perlu digaris bawahi.
Sean tersenyum sinis, melihat Hans tak berkutik.
Inilah yang dia mau. Melihat lawan nya tak berdaya di hadapannya.
Begitulah dunia BISNIS. yang pandai bicara dan mampu membolak-balik kata kerap kali di Ancungi jempol.
"Up to you. Tapi aku tak tinggal diam. Aku akan menjelaskan padanya jika pekerjaan ini tidak cocok untuk nya dan menjelaskan bagaimana Tabiat bos nya yang sesungguhnya."
"Coba saja jika kau berani."
"Jangan sebut aku Hans jika tak mampu melakukan itu."
Entah hal apa yang mendorong di hati Hans sehingga ia tak tega jika Anindira dibuat mainan oleh bosnya.
"Barangkali belalai mu yang kecil itu sedang ingin dibelai maka pergi sendirilah ke kamar mandi. Aku lagi malas memesankan nya untukmu."
Hans beranjak dari kursi nya sedang Sean dengan cepat melempar berkas ke punggung Hans.
Hans menutup pintu sekeras mungkin membuat rahang Sean mengeras
'Dasar sialan.'
******.
Setelah melakukan latihan kurang lebih tiga jam Anindira duduk disebuah bangku dan meneguk air mineral nya.
Tampaknya dia memang sosok pendiam yang tak pandai bergaul terbukti dari dia yang tak mau gabung dengan rekan setimnya.
"Sendiri aja?" Tanya Hans mulai membuka percakapan
"Eh iya Pak. Silahkan duduk." Tangan nya langsung Meraih botol minumnya dan menaruhnya di samping kiri.
"Sudah lama melamar disini?"
"Sekitar empat hari yang lalu pak."
Hans manggut-manggut. Nampak nya dia juga bingung, dari mana awal memulai pembicaraan nya.
Hans sangat yakin jika Anindira benar-benar wanita polos yang belum pernah merantau.
Apalagi melihat bentuk rupa Anindira yang cantik tak mungkin gadis itu lolos begitu saja dari tangan Sean.
Tidak. Hans tak rela. Bukan apa, dia hanya nggak mau masa depan gadis itu berakhir sia-sia.
Apalagi dia yang sangat tau kepribadian serta keseharian Bos sekaligus temannya itu.
"Hmm begini..."
Drrrtttttt suara getar ponsel Hans bergetar di saku celananya.
Melihat nama yang tertera disitu membuat dia muak.
Dia melihat kesudut ruangan yang ternyata di tempel pengawas ruangan.
Tentu saja Hans paham dengan bergetar nya hp itu.
Pasti bosnya sedang mengamati gerak-gerik nya dari sana.
Sial.
Bibir Sean melengkung membentuk bulan sabit tatkala dia melihat ekspresi Hans dari laptopnya.
"Sudah kubilang jangan macam-macam."
"Dasar gila. Fuck you." Sambil mengacungkan jari tengahnya ke cctv sudut itu.
Pasti Sean melihat nya dari sana.
"Cepat keruangan saya atau gaji bulan ini tidak dicairkan!"
Sean memang handal membuat lawan bicaranya bungkam dan tak membantah.
"Demi apa, aku benci kamu b*engsek!"
Memutuskan telepon dan segera pergi meninggalkannya Anindira yang kebingungan.
*******
"Urus segera berkas gadis itu dan pindahkan keruangan sebelah. Dia akan menjadi asisten pribadi saya!"
Gila benar-benar gila.
"Kau memang lelaki bejat Sean." Mata Hans memerah.
Dia marah. Kali ini marahnya berasalan.
"Yang atasan, yang bawahan siapa"?
Hans berlalu sambil menendang kursi yang didudukinya hingga kursi itu berbalik.
'huh dasar temperamental' monolog Sean memandang sinis kepergian Hans.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments