Gadis miskin milik sang Casanova 2
Mendengar sahutan dari dalam, tampaknya Anindira sedikit ragu untuk memutar kenop pintu.
Dari suaranya saja Anindira dapat memastikan jika yang di dalam merupakan sosok wujud yang seram.
Dengan ragu dia memegang handle pintu dan memutarnya.
Klek.
Nuansa putih hitam menggambarkan suasana ruangan Bos besar itu.
Lantai putih bersih, desain dinding mahal dan figura yang terpampang jelas di sana.
Ruangan yang begitu luas dan memiliki kamar serta kamar mandi.
Megah dan nyaman begitulah menjabarkan suasana ruangan itu.
Namun tak lama ruangan itu menjadi dingin, yang membuat bulu kuduk meremang, kala bola mata itu menatap Anindira dengan tatapan tajam nya.
Bola mata itu memindai tubuh Gadis belia itu dari atas hingga kebawah, dan berakhir di dada.
"Duduk!" Lagi suara itu terdengar begitu dingin di telinga Anindira.
Anindira melangkah maju dan duduk di hadapan Bos besar sang Casanova itu.
Aroma maskulin menguar kala Anindira mulai bisa menghirup dan bernafas dengan benar, meski jantung nya sedikit tak karuan.
"Kata Bu Linda saya disuruh menjumpai bapak kesini, untuk mengatur jadwal pekerjaan saya." Ucapnya dengan sedikit menunduk karena tak berani menatap bola mata itu.
Sean yang duduk sambil menopang tangan di dagu menyipitkan matanya.
Pikirannya menerawang jauh.
Entah apa yang dipikirkan sehingga dia tak menghiraukan ucapan gadis itu tetapi melihat setiap pergerakan bibir Anindira.
Ah agaknya gadis yang didepannya tidak tau, bahwa yang di depannya merupakan seorang Casanova. Yang selalu menjelajah bagian tubuh wanita, yang selalu gonta-ganti wanita untuk menemani malam-malam panjangnya.
Mencoba semua wanita yang menjadi modelingnya, tentu saja semua wanita yang pernah dijamahnya memberikan nya dengan sukarela.
Siapa yang tak terpikat oleh pesona sang Casanova itu?
Seringkali para modelingnya berantam hingga beradu argument hanya untuk merebut waktu menghabiskan malam panjang dengan Sean.
"Pak." Anindira melambaikan tangan di wajah Sean karena ucapannya tidak di gubris.
"Ah, ya?" Sean memperbaiki duduknya dan bersandar di kursi kebesaran nya.
"Saya disuruh Bu Linda untuk meminta jadwal pekerjaan saya." Ulangnya.
"Kamu sudah membaca semua syarat untuk masuk ke pekerjaan ini?"
"Sudah Pak."
Sean menyipitkan matanya.
"Semuanya?"
"Iya Pak."
"Termasuk menemani saya di akhir pekan?"
"Iya Pak."
Sean tersenyum miring. Agaknya dia tersenyum menyeringai, bagaimana mungkin gadis itu dengan sukarela mau menemaninya di apartemen nya akhir pekan, padahal baru saja mau bekerja.
Agaknya dia sudah berpengalaman.
Lain halnya dengan Anindira. Dia tak mengerti makna persyaratan terakhir itu.
"Menemani Bos di akhir pekan di apartemen nya."
Apartemen saja dia tidak tau semacam apa.
Yang dia tau apartemen tempat dia bekerja mencari nafkah.
"Ini." Sean melempar sebuah notebook ke arah Anindira.
"Baiklah kalau begitu saya permisi."
Sean tak menjawab. Hanya mengibaskan tangan tanda menyuruhnya segera pergi.
****
"Kurang lebih seperti ini. Jangan terlalu kaku, ayunkan tanganmu dan berjalan lah lebih santai Jangan terburu-buru."
Anindira yang memang tidak tau sama sekali harus menerima segala arahan di setiap pergerakan nya.
Dia memang payah, tapi lambat lain dia bisa mengikuti instruksinya.
"Tegakkan kepalamu, tataplah penonton dengan relaks, dan tersenyum lah semanis mungkin."
Anindira sudah menyelesaikan belajarnya dengan tubuh yang lelah.
Ternyata tak segampang yang dipikirkan. Ini baru permulaan, dan semoga dia bisa mencapai tujuannya dengan baik.
****
Cahaya kuning dari ufuk barat yang siap menelan sang Surya untuk kembali ke peraduannya menandakan bahwa hari sudah sore.
Anindira segera bergegas ke kantor, untuk menyerahkan berkasnya ke Ruangan Bos nya.
Dengan langkah gontai dan kaki yang sudah pegal karena berlatih seharian segera menaiki tangga untuk pergi kelantai tiga.
Tiga kali ketokan, tak juga ada suara.
Sebaiknya aku taruh berkasnya dimeja saja menolog nya.
Saat pintu terbuka alangkah terkejutnya dia melihat pemandangan di depannya.
Berkasnya sampai jatuh sangking gugupnya dia.
Bos besar sedang bercinta di ruangan itu.
Saling bercumbu sedang wanita nampak duduk di pangkuannya sambil menggoyangkan pinggulnya.
Mata tajam itu segera menghunus mata ayu Anindira.
Tampak keduanya saling melepas dan merapikan baju masing-masing.
"Keluar!" Suruh nya pada wanita yang sedang bercinta padanya.
Wanita itu hanya menurut dan mendelik tak suka melihat kehadiran Anindira yang menyebabkan dia belum selesai memuaskan hasratnya.
Anindira memungut berkasnya dan segera meletakkan di meja Bos nya itu.
Setelahnya dia berbalik hendak keluar dan berhenti ketika Bos menghentikan nya.
"Berhenti!" Dingin suara itu. Sedingin es kutub yang membuat Anindira lemas tak berdaya
"Berbalik!" Lagi suara itu begitu mendominasi.
Keadaan ruangan itu begitu sepi, hanya suara jarum jam yang kedengaran.
"Ma..maaf, tapi aku nggak sengaja melihat."
Anindira menatap Bos nya dan segera menunduk.
Tak berani melihat mata tajam itu.
"Tak sengaja melihat apa hum?"
Astaga apa yang harus dikatakan nya.
Layaknya dia terjebak oleh jawabannya sendiri.
"Itu..anu.." Anindira berjalan mundur kala Bos itu berjalan didepannya sampai punggungnya bersandar di dinding.
"Apa hum?" Aroma maskulin menguar dari nafas Sean saat jarak mereka hanya beberapa senti saja.
"Itu..itu aku nggak sengaja melihat kalian sedang melakukan hubungan suami istri."
"Siapa yang sudah beristri?"
"Bapak."
'Polos'
Begitulah Sean menjabarkan tentang wanita di depannya.
Sean semakin menghimpitnya. Tak memberikan ruang untuk Anindira sekedar bernafas.
Dia mengangkat dagu wanita itu dan menatap mata gadis itu.
Sial. Mengapa matanya itu sangat indah? Sayu dan penuh kelembutan?
Bulu mata yang lentik dan wajah tanpa polesan sedang bibir hanya di alasi dengan lipglos yang menambah kesan alami untuk bibir mungil itu.
Tapi tak lama dia menikmati keindahan itu, karena gadis didepannya luruh kelantai dan tergeletak.
Pingsan.
Sean yang kebingungan segera mengangkat tubuh itu ke ruangan pribadinya.
Menepuk pelan pipi itu untuk merangsang namun tak juga berkutik.
"Segera keruangan ku." Perintahnya pada Teman nya yang berprofesi sebagai Dokter.
***
"Jangan bilang kau.."
"Cepat laksanakan atau lehermu akan ku cekik!" Ucapnya pada teman nya.
Se brengsek itukah dia sehingga teman nya saja tidak percaya lagi padanya?
Leon memeriksa tubuh Anindira dengan seksama.
"Apakah dia mangsa barumu?" Leon menanyakan langsung pada teman nya itu.
Temannya yang mana yang tak mengetahui kelakuan Sean.
"Tutup mulut mu."
"Aku hanya mengingatkan, jangan sampai gadis ini ikut menjadi korban mu.
Tampaknya dia masih sangat muda. Masa depan nya masih panjang."
"Tau apa kau soal masa depan. Jika kau mengerti tentang masa depan maka sudahi lajang mu yang tak berfaedah itu."
Sean tersenyum menyeringai.
"Sialan kau." Umpatnya, dan menyusun alat-alat nya kedalam tas.
"Dia mempunyai penyakit asma, kurasa dia tadi sesak nafas.
Mungkin kau mencium nya terlalu lama dan tidak memberi ruang untuknya."
"Fuck you. Tinggalkan ruangan ini atau kau pulang tidak pakai kaki lagi."
Leon segera keluar dan menutup pintu sekuat tenaga.
****
Lama Anindira kembali dari pingsannya dan mendapati dirinya tertidur di kasur empuk dan mewah.
Dia menyisir pandangannya hingga terhenti di sampingnya.
Seorang pria dewasa, mempunyai wajah tegas dan hidung Bangir berpadu dengan cambang tipis menambah kesan sempurna untuk pria itu.
Apalagi ketika dia terlelap begini dia begitu mempesona.
Anindira mengedipkan matanya dan membuang jauh pikirannya tentang ketakjuban nya melihat pemandangan di samping.
Dia menyibakkan bed cover hangat itu dari tubuhnya dan turun dari kasur itu.
"Mau kemana?" Kembali suara bariton itu berdengung di telinganya.
Bersambung.
Bantu follow akun ku ya sayang😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
kak bagi visual nya dong 🙃🙃
2024-02-08
2