Di tengah-tengah desa kecil yang dikelilingi oleh hutan belantara, terdapat sebuah rumah tua yang ditinggalkan begitu saja. Rumah itu terletak di pinggiran desa, tersembunyi di antara pepohonan yang tinggi dan semak-semak liar. Rumor-rumor menakutkan telah berkeliaran di kalangan penduduk desa selama bertahun-tahun tentang rumah tua yang telah terbengkalai selama bertahun-tahun.
Rumah itu, dikelilingi oleh pepohonan rimbun yang tak terurus, terlihat seperti tempat yang ditinggalkan oleh zaman. Warga desa selalu menghindari rumah itu, mengklaim bahwa tempat itu angker dan ditempati oleh sesuatu yang tak dapat dijelaskan.
Rumah tua itu, terbuat dari kayu yang lapuk dan dinding yang mengelupas, menimbulkan aura misterius yang menakutkan. Jendela-jendelanya yang pecah dan pintu-pintunya yang tertutup kuat selalu memberikan kesan bahwa rumah ini menyimpan rahasia gelap. Konon, di malam hari, sering terdengar suara-suara aneh yang berasal dari dalamnya, suara langkah-langkah ringan dan desahan seperti bisikan yang menyeramkan.
Rumor-rumor itu berasal dari orang-orang yang mengklaim pernah mendengar suara-suara aneh atau melihat bayangan misterius di dekat rumah tersebut. Beberapa penduduk desa yang nekat mencoba untuk memasuki rumah itu mengaku bahwa mereka melihat bayangan-bayangan aneh, sosok-sosok putih yang bergerak tanpa suara di dalamnya. Mereka yakin bahwa rumah itu ditempati oleh hantu-hantu atau arwah jahat yang tidak akan pernah meninggalkannya.
Konon katanya, rumah itu dihuni oleh hantu pocong yang gentayangan di malam hari.
Di sebuah sudut desa tersebut, tiga teman dekat, Ali, Maya, dan Rudi, duduk bersama di bawah pohon besar yang tumbuh di lapangan terbuka. Mereka adalah remaja yang penasaran dan penuh semangat, dan rumor tentang rumah tua itu telah memenuhi pikiran mereka.
Melihat ketiga remaja yang begitu ambisius itu, membuat MiLLie bersemangat, ia lalu mengajak mereka bertiga untuk bergabung bersamanya untuk menyelidiki desas-desus rumah tua itu. Namun, satu orang lainnya, tidak ingin bergabung, ia menolak untuk mengikuti mereka.
MiLLie, pemimpin kelompok itu, berkata dengan penuh semangat,
"Kalian tahu, aku juga sangat penasaran tentang rumah tua itu. Apa yang sebenarnya terjadi di sana? Apakah benar-benar ada pocong di dalamnya?"
Maya, gadis berambut panjang dengan mata tajam, tersenyum dan menjawab,
"Aku juga penasaran, MiLLie. Mungkin kita bisa mencari tahu kebenaran di balik cerita-cerita menakutkan itu."
Rudi, yang paling skeptis di antara mereka, menggelengkan kepala.
"Kalian berdua memang suka hal-hal mistis. Tapi, entahlah, apakah ini ide yang baik? Rumah itu seram."
"Ini kesempatan kita untuk membuktikan apakah cerita-cerita itu hanya mitos atau kenyataan. Mari kita masuk ke dalam rumah itu malam ini." MiLLie bersikeras.
Dengan hati-hati, mereka merencanakan petualangan mereka ke rumah tua yang seram itu. Mereka memutuskan untuk membawa kamera dan lilin agar bisa mendokumentasikan apa pun yang mereka temui.
Malam semakin larut, dan ketika tiba waktunya untuk memasuki rumah tua yang seram, ketiga teman itu tidak tahu bahwa mereka akan menghadapi sesuatu yang melebihi imajinasi mereka. Rumah tua itu menunggu dengan rahasia yang gelap dan pocong yang mungkin benar-benar gentayangan di dalamnya.
...----------------...
...★Terjebak dalam Kegelapan...
MiLLie, Maya, dan Rudi berjalan dengan hati-hati mendekati rumah tua yang menyeramkan itu. Pepohonan tua di sekitarnya mengeluarkan suara-suara gemericik angin yang membuat bulu kuduk mereka berdiri. Cahaya bulan yang samar-samar menerangi jalan mereka, sementara bintang-bintang di langit malam menghadirkan latar belakang yang misterius.
Ketika mereka mencapai pintu depan rumah itu, MiLLie mengeluarkan kunci yang telah ia pinjam dari seorang tetua di desa yang konon merupakan pemiliknya. Mereka membuka pintu dengan hati-hati, dan pintu itu terbuka dengan suara berderit yang menghantui. Rumah tua itu terasa dingin, seakan-akan telah lama ditinggalkan oleh waktu.
Lampu senter yang mereka bawa hanya menerangi sebagian kecil dari ruangan yang gelap gulita. Debu dan jaring laba-laba menghiasi setiap sudut rumah itu. Suara langkah mereka yang gemetar terdengar nyaring di keheningan malam. Dengan napas yang terengah-engah, mereka memasuki rumah dengan langkah-langkah yang ragu-ragu, membawa kamera dan lilin. Dinding-dindingnya terkelupas catnya, dan debu menutupi lantainya. Ruangan-ruangan di dalamnya tampak terabaikan.
MiLLie berbicara dengan gemetar, "Sekarang kita ada di dalam. Mari kita periksa setiap sudut rumah ini. Jangan lupa untuk mengambil gambar dan merekam setiap yang kita temui."
Mereka mulai menjelajahi ruangan demi ruangan, tetapi tidak ada yang tampak aneh di awalnya. Hanya suara-suara berdesir angin dan kerumunan tikus yang tampaknya menjadi satu-satunya penghuni rumah itu.
Ketika ia mencapai ruang tengah rumah, perasaan ketidaknyamanan semakin mendalam. Tiba-tiba, sebuah suara ketawa yang mengerikan dan dingin melintas di telinga mereka.
Ketika mereka mencapai lorong yang gelap, sesuatu yang mengerikan mulai terjadi lagi.
Lilin-lilin yang mereka bawa mulai bergetar dengan sendirinya, dan api mereka merah menyala lebih terang. Suara langkah kaki melangkah di atas lantai kayu tua itu, meskipun tidak ada yang tampak. MiLLie, Maya, dan Rudi melihat satu-satunya pintu di lorong itu tertutup dengan sendirinya, mengurung mereka dalam kegelapan.
MiLLie berteriak, "Siapa di sana? Keluarlah!" Tetapi tidak ada jawaban.
Mereka berusaha membuka pintu itu, tetapi pintu itu terkunci erat. Kegelapan semakin mendominasi ruangan, dan mereka merasakan kehadiran yang mencekam di sekitar mereka.
Mereka segera Berbalik, senter yang mereka bawah menerangi sudut ruangan, dan di situlah mereka melihatnya.
Di depan mereka, di tengah kegelapan, muncul sosok hantu pocong yang paling mengerikan yang pernah mereka lihat. Hantu itu tampak melayang-layang di udara dengan jubah putihnya yang terkoyak-koyak, menyelimuti dirinya dalam keseluruhan yang menakutkan. Matanya berkilat merah darah, dan wajahnya memancarkan kebencian. Mereka berdiri kaku, mata mereka membelalak, dan hati mereka berdegup kencang. mereka merasa terjebak dalam pandangan tajam hantu pocong itu.
MiLLie, Maya, dan Rudi merasa ketakutan saat terjebak di dalam rumah tua yang gelap. Lilin-lilin mereka masih tetap menyala, mereka berusaha keras untuk membuka pintu yang terkunci, tetapi tampaknya pintu itu tidak ingin memberikan jalan keluar.
MiLLie mencoba menghubungi seseorang dengan ponselnya, tetapi tak ada sinyal di dalam rumah tua tersebut. Ketika pocong itu menghilang , lagi-lagi mereka mulai merasakan adanya kehadiran yang mencekam di sekitar mereka, sesuatu yang tak terlihat, tetapi mereka bisa merasakannya.
Saat mereka menjelajahi lorong yang gelap, mereka mendengar suara-suara aneh—suara langkah kaki yang mengikuti mereka, suara bisikan yang tidak bisa mereka mengerti.
Maya dengan cemas berkata, "Apa yang harus kita lakukan? Bagaimana kita bisa keluar dari sini?"
Rudi yang biasanya skeptis pun tampak ketakutan, "Saya tidak tahu, tapi kita harus tetap tenang dan mencari cara keluar. Mungkin ada pintu belakang atau jendela yang bisa kita buka."
Mereka terus menjelajahi rumah tua tersebut, mencoba untuk menemukan jalan keluar. Namun, semakin lama mereka berada di dalam, semakin kuat ketegangan dan ketakutan mereka. Lilin-lilin mereka mulai berkurang dan mereka harus menghemat cahaya sebaik mungkin.
Saat mereka mencapai lantai atas rumah itu, mereka mendengar suara tangisan yang menyayat hati. Mereka melacak suara itu dan menemukan sebuah pintu yang terbuka sedikit. MiLLie perlahan-lahan mendorong pintu itu dan.....
...Bersambung...👉...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments