Kerja?

Arraya mengulatkan badannya, menyenggol badan Kania yang berbalut selimut. Kamar Arraya acak-acakan berantakan benar karena acara semalaman. Arraya membuka matanya dan hanya mendapati Kania yang masih menikmati hangatnya selimut. Dia sudah tidak melihat Gisell di kamarnya.

Arraya membuka selimutnya dan turun dari ranjang, bergegas masuk ke kamar mandi dan menyegarkan diri. Karena di lemari pendinginnya tidak ada bahan makanan apapun, maka dia akan mengajak Kania dan juga Gisell sarapan di sekitaran rumahnya saja.

Arraya selesai mandi, dan kembali dia celingukan mencari Gisell yang memang tidak nampak dari tadi.

“Kaniaaa, kamu lihat Gisell nggak?”

“Hum…apaan sih teriak-teriak?” Kania masih mencoba membuka matanya yang rasanya super berat, dia masih sangat mengantuk.

“Bangun ayo sarapan, tapi Gisell kemana?” Arraya duduk di depan cermin, sedang memakai krim di wajahnya.

Kania mulai membuka matanya dan memperhatikan sekeliling yang mirip kapal pecah, dan baiknya Arraya tak pernah mempermasalahkannya.

Kania menyambar ponselnya dan melihat pesan masuk, ternyata Gisell mengiriminya pesan dan mengatakan jika dia pulang duluan karena ada sesuatu. Kania mengeritkan keningnya.

“Ini bocah akhir-akhir ini sering ada janji, sama siapa sih?” gumam Kania sambil mengangkat kedua alisnya. Selimut sudah tak lagi membungkus badannya. Arraya melihat ke arah Kania.

“Gisell?” tanya Arraya.

“Iya,”

“Ya mungkin memang ada janji sih,” Arraya memutuskan.

“Tapi nggak biasanya sih Ray,”

“Ya udah mandi sana, habis ini nyari sarapan,” Arraya melanjutkan memoles wajahnya.

“Kamu nggak masak Ray?” Kania memang suka makan masakan Arraya yang menurutnya enak.

“Enggak, di kulkas lagi nggak ada bahan, sekalian nanti nemenin aku ke pasar,” ajak Arraya.

“Wih ke pasar,”

“Kenapa?”

“Nggak apa-apa, iya deh…nanti aku temenin ke pasar,” Kania turun dari ranjangnya dan bergegas mandi.

             ***

Melati memijat keningnya, terasa pusing. Terlebih saat mengingat ini adalah hari minggu, bisa-bisanya bosnya meminta untuk memasukkannya dalam kunjungan kerja. Harusnya dia bisa berkumpul dengan keluarga di hari minggu ini, bahkan uang lembur rasanya tidak bisa menghiburnya. Tapi Ario tetaplah Ario, jika minta A maka harus A. Melati merapikan rambutnya, Bersiap bertemu dengan Ario nanti jam 9.

“Minggu pun masih harus kerja, semangat Melati, kamu harus percaya bahwa bahumu kuat,” gumamnya pada diri sendiri. Melati menghembuskan nafas agar lebih tenang.

Terdengar bunyi ponselnya berdering, Melati menaikkan kedua alisnya. Benar saja, Ario yang melakukan panggilan padanya.

“Iya pak, siap pak,” Melati menjawab dengan sigap dan ramah, tidak boleh menunjukkan bahwa sebenarnya dia lelah dan ingin pulang.

Melati mengakhiri panggilannya, menghela nafas Panjang dan meyakinkan jika pertemuan dengan para klien akan berjalan lancar dan tidak akan memakan banyak waktu, setidaknya nanti dia bisa rebahan di kamar atau sekedar jalan-jalan setelah ini.

“Ok, its okay,” gumamnya menghibur dirinya lagi, lalu Bersiap meninggalkan kamarnya.

Melati mendapati Ario sudah berada di loby bersama dengan sopirnya dan seseorang yang tidak dikenalnya, baru kali ini dilihatnya. Seorang cewek.

Melati sedikit mempercepat langkahnya, merasa tidak enak hati karena bosnya sudah menunggunya. Melati merutuk dirinya, padahal jam 9, ini saja belum ada jam 9. Rajin sekali bosnya itu.

“Maaf pak,” Melati meminta maaf dan menundukkan kepalanya, merasa bersalah. Ario melihatnya sejenak lalu berjalan dengan cewek yang dilihatnya tadi. Melati bergegas membuntuti, Ario berada di mobil yang di depan, sedangkan dia berada di mobil satunya dengan seabrek berkas yang dibutuhkan.

“Fiuh,” Melati menghembuskan nafas lega. Sang sopir melihat ke belakang sambil tersenyum.

“Nggak usah ketawa deh,” Melati mengerucutkan bibirnya, dia sudah sangat akrab dengan sopir yang setia menemaninya.

“Habisnya kamu ditungguin dari tadi nggak muncul-muncul, ketiduran apa mules?” sindir sang sopir.

“Yakali kan emang jam 9 jadwalnya, ini juga belum jam 9,” Melati beralasan.

“Iya sih, aku tadi barusan ngopi langsung ada panggilan,” sang sopir menambahkan.

“Nah kan, emang bukan salahku kan berarti? Emang bosnya yang sedang rajin banget sih,”

“Iya,”

Mobil perlahan berjalan mengikuti mobil yang ditumpangi oleh Ario.

“Kamu tahu siapa cewek yang ada bareng sama Pak Ario,?” Melati penasaran. Sang sopir menggeleng.

“Nggak tahu,” jawabnya.

“Kirain tahu,”

“Nggak usah dicari tahu, karena orang kecil macam kita cukup diam saja,”

“Bener sih katamu,” sahut Melati sambil menata berkas agar lebih rapi lagi. “Sebenarnya aku nggak suka kerja di hari libur begini, padahal sudah ada janji sama keponakan buat jalan-jalan, eh malah kerja,”

“Nggak apa-apa, lemburnya banyak nanti,” sang sopir senang saat mengingat uang lemburan yang akan dia terima nanti. Lumayan buat tambahan uang saku anak istrinya.

“Kalau aku sih pilih libur, karena secapek ini bulan ini,”

“Ya udah, aku doakan hari ini lancar biar kamu bisa istirahat, setidaknya kalau tidak pulang kan bisa rebahan di kamar,”

“Bener, bener banget,” Melati mengacungkan jempolnya.

Jarak hotel dan tempat pertemuan dengan klien tidak jauh, mobil memasuki area basement dan mobil yang ditumpangi Ario sudah berhenti. Nampak Ario sudah turun dari mobilnya, namun tidak dengan cewek yang bersama Ario tadi. Melati tidak melihatnya.

“Berkasnya siap kan?” tanya Ario saat Melati mendekat ke arah Ario.

“Sudah pak, aman,”

“Ok,”

Ario berjalan menuju tempat bertemu dengan klien, melewati lift VIP. Melati membuntuti Ario sambil membawa berkas yang dibutuhkan nantinya. Tidak ada percakapan di antara mereka, hanya Ario tengah sibuk memainkan ponselnya.

Mereka tiba di sebuah ruangan di mana dia akan bertemu dengan klien. Saat memasuki ruangan tersebut, nampak 3 orang, di antaranya 2 laki-laki dan 1 perempuan. Mereka semua bersalaman dengan Ario dengan Melati.

“Selamat datang pak,” sapanya.

Ario duduk di kursinya yang sudah disediakan. Begitu juga Melati yang duduk tak jauh dengan  Ario. Melati memperhatikan sepertinya klien yang ada di hadapannya bukanlah bos yang dimaksud.

“Baik, karena kita sudah sepakat dari semalam, jadi bisa dilanjutkan dengan asisten saya,” Ario melihat ke arah Melati. Melati yang mendengar ucapan Ario menahan rasa kagetnya, bisa-bisanya dia yang harus menghandle masalah ini? Bisa-bisanya pak Ario mengatakannya di saat sudah berada di sini? Dia tidak bisa mencerna keadaan ini.

“Tapi pak…,” Melati setengah berbisik.

“Percayalah bahwa kamu bisa, saya ada urusan penting,” bisik Ario. “Nanti aku tambah lagi bonus kamu,” Ario berbisik lagi.

Melati menghela nafasnya dan menata batinnya, ini urusan serius, ini proyek besar.

“Baik bapak ibu, ini karena hanya tinggal menyelesaikan persuratan, jadi saya percaya bapak dan ibu serta asisten saya bisa. Saya pamit karena ada urusan yang harus saya lakukan sekarang,” Ario menebarkan senyum. Ketiga orang yang ada di Seberang mengangguk, sementara Melati menahan senyum kecutnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!