Arraya Semesta

Arraya Tengah sibuk merapikan beberapa lembar kertas hasil coretan tangannya yang lincah, Kania yang sudah siap dari tadi menghampiri sahabatnya itu.

“Pulang kan? Nggak tidur sini kan?” Kania menggoda. Arraya masih sibuk merapikan kertas di mejanya.

“Gisell mana?” tanya Arraya. Gisell adalah sahabat Arraya sejak SMP, sedangkan Kania adalah sahabat bekerja di kantor ini. Mereka bertiga sering keluar bareng, nongkrong, shopping, bahkan liburan bareng.

“Gisell sudah pulang,”

“Tumben?” tanya Arraya.

“Iya, katanya ada kepetingan gitu,” jawab Kania sambil mengecek barang yang ada di tasnya, barangkali ada yang tertinggal.

“Aku lapar, mau makan bareng nggak?” tanya Arraya, dia hendak makan malam dulu sebelum pulang ke rumahnya. Kania menggeleng sambil mengelus perutnya.

“Aku lagi nggak pengen makan Ray, sumpah ini perut dari beberapa hari yang lalu rasanya nggak enak banget,” keluh Kania. Arraya sudah selesai membereskan barang yang ada di mejanya, dia bergegas memasukkan ponselnya ke dalam tas kerjanya.

“Kenapa?”

“Mual gimana gitu, entahlah aslam kambuh kayaknya,” Kania meringis masih sambil mengelus perutnya.

“Ih jangan dibiarin deh Kan, kamu sudah ke dokter belum?’ tanya Arraya khawatir.

“Belum Ray, nggak apa-apa, sudah biasa,”

“Ih gimana sih kamu, jangan abai begitu, kamu harus ke dokter, harus makan teratur,” oceh Arraya. Kania adalah salah satu sahabat yang lebih dulu bekerja di sini sebelum dia masuk, kemudian barulah Gisell masuk di Perusahaan ini. Sebuah anugerah besar bisa berkumpul di sini sesama sahabat.

“Siap siap,” Kania menaruh tangannya seperti hormat. “Ya udah yok keluar,” Kania menarik tangan Arraya. Waktu sudah hampir jam 7 malam. Mereka menyusuri lorong kantor yang sudah mulai sepi karena Sebagian sudah pulang sejak tadi.

Aktivitas kantor yang beberapa hari ini mulai rame karena banyak pesanan yang masuk. Begitu juga Arraya yang semakin semangat untuk kratif dalam mendesign baju. Ini benar-benar passion nya sejak kecil, ingin menjadi fashion designer.

Kania melambaikan tangan, dia sudah memesan taksi online untuk segera pulang dan istirahat. Perutnya benar-benar merasa nggak enak.

Arraya melambaikan tangan sambil tersenyum pada sosok yang sudah sangat dia kenal, iya Ario melambaikan tangan dari dalam mobil, membuka kaca mobilnya. Melihat gadis cantik berambut agak bergelombang itu.

“Kok nggak bilang kalua mau jemput?” Arraya mendekat. “Untung saja aku belum pesan taksi,” ungkapnya.

“Kejutan untuk tuan putri,” Ario menatap Arraya dengan penuh cinta.

“Tadi itu aku nungguin Kania dulu, karena dia lagi sakit,” ujar Arraya lalu masuk ke dalam mobil, duduk di samping Ario.

“Iya, tadi aku lihat sayangku lagi nungguin bestinya sampai masuk ke taksi,” Ario meraih tangan kanan Arraya lalu mengecupnya. Salah satu kebiasaan yang dilakukan Ario, Arraya sudah hafal betul.

“Jadi sudah dari tadi nungguin,?”

“Ya…lumayan sih,”

“Kania sakit? Sakit apa?” Ario mulai menjalankan mobilnya perlahan.

“Aslam kambuh sepertinya, mual-mual nggak mau makan,”

“Oh,”

“Ini apaan?” Arraya menengok bangku belakang, sudah ada box makanan.

“Makan malam buat sayangku,” ujarnya sambil nyengir. Arraya mengulum senyum, benar-benar dah Ario selalu saja seperti ini. “Aku tadi sudah makan di kantor karena ada acara, jadi tadi pas jalan kesini aku belikan makan malam, kamu belum makan malam kan?” Ario mengelus rambut Arraya dengan lembut.

“Makasih ya sayang,” Arraya tersenyum manis.

“Yap, sama-sama cantik,”

                        Arraya begitu diistimewakan, sedikit-sedikit dirayakan. Sungguh Arraya merasa sangat Bahagia.

Bertemu dengan Ario 2 tahun yang lalu, kemudian sudah pacarana sejak setahun yang lalu. Tidak mau menghabiskan waktu sia-sia, Ario dan Arraya sepakat untuk segera melangkah ke jenjang yang lebih serius. Yakni tunangan, dan karena Arraya sudah yatim piatu sejak usia 10 tahun. Maka hanya dia yang menentukan jalan hidupnya, tidak ada orang lain lagi yang bisa memberikannya pertimbangan.

“Mampir?” tanya Arraya pada Ario saat dia sudah keluar dari mobil.

“Sudah ditunggu sama Nyonya bos di rumah, yang penting sayangku sudah sampai rumah dengan selamat, sudah ada makanan, aku sudah sangat Bahagia, selamat malam sayang….segera makan ya….” Ario melambaikan tangan. Arraya mengangguk dan membalas lambaian tangan Ario.

“Iya, makasih ya…,”

Mobil Ario meninggalkan Arraya yang masih mematung di depan pagar rumahnya, setelahnya Arraya membuka pagar rumahnya dan masuk ke dalam rumah dengan perasaan berbunga-bunga. Perasaan cintanya pada Ario masih sama seperti pertama bertemu, berbunga-bunga.

Arraya menenteng goody bag yang berisi box makan malam yang dibelikan Ario. Dia meletakkan di meja makan, sebelum makan malam dia mencuci tangan terlebih dahulu. Menyalakan lampu lalu membuka box makan tersebut.

Makanan jepang yang dipilih oleh Ario malam ini, Arraya menikmatinya dengan perasaan gembira. Rumah sederhana yang dia tempati merupakan hasil kerja kerasnya selama bekerja, meskipun belum lunas. Sejak ditinggal oleh kedua orang tuanya karena sebuah kecelakaan, Arraya kecil hidup di panti asuhan, dan sejak kuliah dia mulai mandiri. Kuliah sambil bekerja, pada akhirnya dia lulus dan bekerja mandiri seperti sekarang.

Rumah sederhananya yang berada di perumahan adalah rumah impiannya, berada di lingkungan yang nyaman dan tenang, tidak bising. Sesekali Gisell dan Kania menginap di sini. Kania salah satu sahabatnya adalah anak orang kaya, tapi hatinya baik banget dan rendah hati sekali. Papanya punya Perusahaan besar, tapi Kania memilih

mengembangkan bakatnya dan bekerja di luar Perusahaan keluarganya. Sedangkan Gisell, tak ubahnya seperti dirinya. Gisell juga sudah tidak punya orang tua, bedanya Gisell ditinggal oleh kedua orang tua saat dia SMA.

Arraya mengemasi box makannya dan membawanya ke dapur yang tak jauh dari tempat dia makan, lalu dia mencucinya. Masih dengan seragam kantornya.

Arraya berganti baju setelah mandi dengan air hangat, kemudian kembali ke dapur untuk membuat secangkir coklat hangat, salah satu kebiasaan yang dia lakukan sebelum tidur. Arraya membuka gorden kamarnya dan melihat keluar, taman kecil di samping kamarnya yang selalu dia lihat sebelum tidur, Arraya menyesapnya perlahan. Dia begitu bersyukur berada di titik ini. Rasanya dia tidak ingin mengingat masa lalunya yang menyakitkan, hidup tanpa kedua orang tua di usia kecil itu sangat tidak mengenakkan. Tapi Arraya juga sangat merindukan kedua orang tuanya.

Foto keluarga menempel di dinding kamarnya, foto saat usianya masih 9 tahun diapit oleh kedua orang tuanya. Arraya menatapnya, lalu berjalan mendekatinya, mengelus wajah kedua orang tuanya.

“Ma…Pa…Arraya kangen sama kalian, anda Mama dan Papa masih ada, Arraya akan mengenalkan Mama dan Papa pada Ario yang baiiiiik banget sama Arraya,” gumamnya sambil tersenyum.

Iya, Ario benar-benar melengkapi hidupnya, bisa menerimanya. Tak juga Ario, kedua orang tua Ario pun sangat menyayanginya. Hal yang sangat dia syukuri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!