Alina sudah beres shalat subuh, ketika akhirnya Yusuf terbangun.
“Yang, kamu enggak bangunin aku?” keluh Yusuf.
“Mas amnesia?” balas Alina masih sinis.
Yusuf yang sudah duduk, langsung menghela napas kasar. “Kamu bahkan shalat sendiri. Biasanya kamu selalu tungguin aku buat imam—in Sayang.”
“Mas beneran sudah amnesia?” lirih Alina kali ini sengaja menoleh kemudian menatap heran Yusuf. “Mas lupa, salah satu syarat jadi imam itu harus berakal?”
“Maksud kamu, aku enggak waras, gitu?” kesal Yusuf.
“Aku enggak bilang gitu.” Padahal jauh di lubuk hatinya, Alina sudah ngakak perkara balasan Yusuf.
“Terus—?” Yusuf memang sangat sulit marah kepada Alina. Terlebih pada kenyataannya, Yusuf sadar bahwa Alina wanita istimewa. Wanita yang selalu bersinar penuh warna.
Alina selalu ceria, bahkan nyaris tidak pernah terlihat jele.k maupun sedih. Alina selalu memiliki cara untuk tampil sempurna. Layaknya pelangi yang akan tampak sangat indah, bahkan di langit paling gelap sekalipun. Hanya saja, Yusuf tak ubahnya di persimpangan rasa. Sebab dirinya tetap gagal menyatukan Alina dengan ibu Mimi.
Sampai akhirnya Yusuf beres shalat, pria berambut bergelombang dalam gaya rapi itu dibuat mlongo. Sang istri sungguh kembali menjadi wanita karier. Tubuh se.ksi itu sudah kembali memakai pakaian dinas. Alina tetap tampak menawan meski memakai celana panjang. Sementara wajah cantiknya, tetap terlihat cerah glowing meski belum dipoles rias.
Alina tahu, Yusuf sibuk mengawasinya. Di beberapa kesempatan, jakun Yusuf Alina dapati naik turun. Selain Yusuf yang Alina pergoki sibuk menatapnya penuh minat.
“Aku kangen kamu yang dulu loh,” rengek Yusuf. Ia masih memakai koko dan sarung. Sementara di depan cermin rias, Alina yang duduk di sana sudah sangat memesona.
Alina yang sudah beres, dan menguncir rapi rambutnya, berangsur menatap Yusuf. “Andai waktu bisa kembali diulang, ... aku ingin menghapus kita. Aku enggak akan sembrono yakin, bahwa aku mampu meluluhkan hati mama kamu, yang dari awal sudah enggak menyukaiku.”
“Iya ... dunia tanpa kita akan jauh lebih adil. Karena tanpa kita, aku enggak akan menoreh catatan, bahwa dalam hidup ini, ... aku pernah gagal.” Alina memutuskan untuk langsung pergi. Bukan karena di luar sana, ibu Mimi sudah teriak-teriak.
Ibu Mimi meminta Alina untuk segera bersih-bersih kemudian masak layaknya biasa. Hingga rumah ibu Mimi jadi mirip pasar lelang.
“Cepetan bangun! Dasar kebo! Sudah numpang hidup, masih saja enggak tahu diri. Dasar benalu mandul!” Namun setelah itu, setelah ibu Mimi melihat penampilan Alina yang tak memakai daster, ibu Mimi langsung bengong.
“Kamu pakai pakaian begitu, mau nge.we ke mana?” Itulah pertanyaan yang terlontar dari bibir ibu Mimi. Pertanyaan yang tentu sengaja ibu Mimi buat agar Alina kena mental.
“Yang penting bukan sama suami orang. Takut dikira ngikutin trend mandu idaman. Duh, andai mama masih punya suami. Bakal aku cariin madu idaman juga biar Mama tahu rasanya jadi aku!” balas Alina dengan santainya, meski hatinya sudah sangat dongkol.
“Dasar wanita sin.ting!” kesal ibu Mimi.
“Dasar orang enggak penting!” balas Alina sengaja menertawakan ibu Mimi. Karena pada kenyataannya, kemarahan ibu Mimi merupakan pencapaian tertingginya dalam menjadi menantu di sana.
“Cepat beres-beres dulu karena pagi ini, Rita mau ke sini!” Kali ini, ibu Mimi yang berteriak melebihi sebelumnya, sampai batuk-batuk.
Alina yang awalnya melangkah cepat ke dapur, refleks melangkah lebih pelan. “Enggak tahu kenapa, ... makin Rita menyerahkan diri. Makin Rita ingin dinikahi, aku makin curiga.” Dalam diamnya, Alina jadi memikirkan siapa sebenarnya Rita.
“Sebenarnya cukup pantau, cek informasi Rita menggunakan kecanggihan teknologi. Atau bahkan, minta bantuan paman Syam buat mengurus. Namun, aku enggak akan melakukan itu. Kepada orang tua termasuk ke Akina kembaranku pun, aku enggak akan cerita.”
“Aku akan menjalani semuanya sendiri. Aku akan menjadi pemain utama di setiap garisan takdir yang harus aku hadapi.”
“Aku baik-baik saja. Percayalah, aku bisa!” batin Alina yang hanya menyiapkan nasi goreng untuk menu sarapan kali ini.
“Yusuf, ... ngapain kamu masih pakai sarung? Gimana sih, kan tadi Mama sudah WA kamu, ngabarin kalau Rita sama mamanya, mau ke sini. Mereka mau ke sini, pagi ini juga. Terus Rita bilang, Rita juga sudah ada WA kamu!”
Suara berisik ibu Mimi barusan, masih bisa Alina dengar. Alina paham, ibu Mimi sengaja bersuara sangat berisik agar kedengaran olehnya. Namun yang membuat Alina terusik, ternyata Rita sudah berani mengirim WA ke Yusuf.
“Makin curiga sih ... coba nanti kita lihat, wujudnya Rita kayak apa,” batin Alina yang jadi sedih. Karena Yusuf merengek merindukannya.
“Sudah lah Ma, diem dulu. Aku pusing. Aku kangen Alina yang dulu!” kesal Yusuf.
Di tempat berbeda, ibu Lia tengah mengubah total penampilan Rita. Tubuh Rita memiliki ukuran dua kali-lipat lebih besar dari Alina. Sementara perutnya sudah besar bahkan keras. Namun berkat gamis syari berukuran besar pilihan ibu Lia, semua itu tertutupi.
Rita bahkan sampai memakai jilbab syari lengkap dengan cadar. Ibu Lia sengaja menjadikan agama sebagai tameng keb.usukan rencana mereka.
“Ingat, andai nanti Yusuf atau ibu Mimi tanya alasan perut kamu keras, bilang saja karena kamu punya lambung. Efek terbiasa puasa, kamu jadi punya penyaki.t lambung. Sebenarnya dokter sudah larang, tapi kamu tetap puasa demi ibadah!”
“Ya pokoknya, ngomongnya yang manis-manis lah!”
“Sementara urusan malam pertama kalian, nanti kita kasih Yusuf obat tid.ur atau apa, diakalin biar dia enggak bisa bedain mana yang masih segel, sama mana yang sudah kayak terowongan!”
“Ih Mama ... tega bilang punyaku kena terowongan!”
Ibu Lia dan Rita, pergi menggunakan taksi. Keduanya terus mengatur strategi. Keduanya terpaksa berbisik-bisik lantaran tak mau diketahui oleh sopir taksi yang mengantar.
***
“Kamu mau sekalian aku antar?” tanya Yusuf kepada Alina.
“Antar apaan? Enggak usah bawa-bawa si Mandul pakai mobil kamu. Nanti kamu anterin Rita sama mamanya. Mobil mereka masih di bengkel jadi—”
Mendengar kemarahan ibu Mimi, Alina sengaja memotong ucapan mertuanya itu. “Memangnya, mereka hanya punya satu mobil? Orang tuaku yang orang kampung saja, punya mobil delapan. Balonku saja ada lima ... eh.”
Lagi, sikap bar-bar Alina, sukses membuat ibu Mimi dongkol. Ibu Mimi melempar sendok dan awalnya tengah ia gunakan untuk memakan nasi goreng buatan Alina, ke arah Alina. Namun, dengan entengnya, Alina yang menatap ibu Mimi khas mengeje.k, berhasil menghindar.
“Hari ini, orang perusahaan sudah langsung jemput pakai motor. Waktunya mepet, ... sekalian aku mau pamit. Assalamualaikum ....” Alina tak menyalami Yusuf, tapi Yusuf menahan sebelah tangan Alina.
Yusuf bahkan mendekap paksa Alina. Tak peduli meski beberapa sendok menimpa kepalanya dan itu ulah ibu Mimi. Ibu Mimi tidak suka putranya masih saja mengemis kepada Alina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Sunarmi Narmi
Ibu yg sakit jiwa /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2025-03-15
0
himawatidewi satyawira
knapa ndak sekalian gorong"?
2024-10-06
0
Endang Supriati
hamil 5 bln itu udh besar,masa yuduf 7dh nikah 5 thn tdk tahu perempuan yg perutnya normsl sama lagi hamil. keliatan banget begitu celentang tuh perut melebar kemana2 blm lg tetenya udh bengkak terus keluar susu.
2024-09-20
0