Kegelisahan White

Setibanya dirumah Irene segera membuka pintu mobil dan turun. Namun sebelum menutup pintu mobil, ia menoleh ke arah Reksa. Membuat pria itu mengerutkan keningnya. 

“Ada apa?” tanya Reksa kebingungan. 

Irene nampak ragu ingin bertanya, terlihat jelas ekspresi di wajahnya. Tambah lagi gadis itu saat ini sedang menggigit bibir dalamnya. 

“Hei, ada apa? Jangan bikin aku penasaran!” ujar Reksa bertanya sekali lagi. 

Irene menatap Reksa dengan tatapan intens. “Em, apakah mobil ini mahal?” tanya Irene yang membuat Reksa kembali mengerutkan dahinya. 

Lalu Reksa tersenyum miring sambil mengedikkan kedua bahunya. “Kenapa kau malah bertanya soal harga mobil? Apakah kau ingin membeli mobil?” tanya Reksa balik. 

Irene menggeleng dengan cepat. “Jangan berbalik bertanya padaku. Kakak tinggal jawab saja pertanyaanku tadi,” sahut kesal Irene. 

Reksa tersenyum. “Entahlah, mungkin tidak terlalu mahal,” jawab Reksa. 

Irene manggut-manggut. “Oke,” 

Braakkk… 

Reksa memejamkan matanya saat mendengar suara dentuman pintu mobil yang ditutup Irene dengan sangat kencang. 

Reksa menatap punggung Irene yang sudah berlalu sampai pintu rumah. Ia pun menghela nafas sambil menggelengkan kepalanya. 

“Ternyata dia tidak ingin ganti rugi terlalu mahal, jika mobil ini rusak. Makanya dia bertanya seperti itu. Dasar Irene,” Reksa terkikik mengingat tingkah  Irene tadi. 

Reksa pun keluar dari mobil, ia kira Irene sudah masuk ke dalam. Ternyata gadis itu masih berdiri di depan pintu, Reksa pun berjalan mendekatinya. Tetapi Irene sudah membuka pintu dan alangkah terkejutnya Reksa saat melihat Irene sedang mengacungkan jari tengahnya dirinya. 

“What the fuck… Irene…” Reksa sedikit bersuara kencang saat memanggil nama adiknya. 

Sementara itu Irene langsung masuk ke dalam tanpa merasa bersalah. Gadis itu segera menuju ke kamarnya, dan melewati Anita begitu saja. Membuat Anita kebingungan, saat hendak menyusul Irene pintu rumah kembali terbuka. Reksa masuk sambil mengucap salam. 

“Waalaikumsalam, tumben pulang cepat. Kamu bareng Irene ya?” tanya Anita seraya mengulurkan tangannya pada Reksa. 

Reksa mencium punggung tangan sang bunda. “Iya, Bun. Tadi habis meeting Reksa langsung jemput Irene di sekolah,” jawab Reksa. 

“Terus kenapa tadi Irene langsung masuk ke kamar? Apa kamu membuat kesalahan sama dia?” tanya Anita yang masih bingung dengan sikap Irene. 

Reksa merenggangkan dasinya, dan memilih berjalan ke arah dapur. Anita pun mengikuti putranya itu dn mengambilkan segelas air minum untuk Reksa. Reksa pun mengucapkan terimakasih pada Anita dan langsung menenggak air minum tersebut. 

“Tadi itu…” 

Reksa menceritakan kelakuan Irene padanya, itulah sebabnya kenapa Irene memilih untuk segera masuk ke kamar. Mungkin ia takut kalau nanti Reksa akan marah atau membuat perhitungan padanya. 

Anita tertawa mendengar curhatan Reksa mengenai sikap Irene. Sedangkan Reksa sudah memasang wajah cemberutnya, karena sang bunda malah menertawakannya. 

“Pantas saja sepertinya tadi Bunda dengar suara kamu berteriak memanggil nama Irene. Ternyata benar itu kamu yang berteriak,” ujar Anita yang masih tertawa pelan. 

Reksa masih saja cemberut. “Cala mana, Bun?” tanya Reksa. 

“Sedang tidur, sebentar lagi juga bangun.” 

Anita pun kembali bersiap menuju kamarnya, ia ingin melihat Cala. Sudah waktunya bocah itu mandi, mengingat waktu semakin sore. 

Malam menjelang, di sebuah apartemen. Dua sejoli yang sedang dimabuk cinta, sedang menikmati hari mereka yang penuh gairah. 

“Pelan-pelan, Ga!” lirih wanita itu. 

“Hmm, tenang sayang. Aku akan bermain pelan. Ingat kita harus sering melakukannya, agar kamu terbiasa dengan senjata milikku ini,” jawab Dirga. 

Nancy memeluk erat tubuh Dirga yang mulai memo-mpa tubuh wanita itu. Selepas pulang sekolah tadi, ia dan Dirga sengaja keluar kelas paling terakhir. Nancy sengaja melakukan itu karena ia tidak ingin pulang bersama  White. Nancy juga tidak ingin White tahu kalau dirinya dan Dirga pulang bersama. Karena Nancy juga belum siap ketahuan selingkuh dibelakang White. Namun nyatanya White tidak peduli dan tidak menghiraukan Nancy yang keluar belakangan. Karena saat itu, hati White sedang dilanda kekesalan. Karena interaksi antara Irene dan Reksa. 

Dirga telah berhasil memuaskan has-ratnya dan juga has-rat Nancy. Sudah hampir satu minggu mereka tidak melakukannya. Ini sudah kesekian kali, mereka melakukanya semenjak malam itu. Malam dimana awal mula hubungan gelap mereka terjadi. 

Hawa panas mulai menyergap ke seluruh ruangan kamar apartemen Nancy. Dirga masih terus mengukung tubuh mulus Nancy. Pria itu benar-benar menghukum wanita itu yang telah membuatnya cemburu. 

“Kamu adalah milikku, Nancy. Ingat itu, kamu hanya milik Dirgantara Syailendra seorang!” bisik Dirga seraya menggigit lembut telinga Nancy. 

*

Sementara itu di rumah White, pria itu terlihat murung. Ya, saat ini White memilih pulang kerumah karena kedua orang tuanya memintanya untuk makan malam bersama. 

White masih teringat kejadian tadi siang saat ia berbicara pada Irene. White memejamkan matanya seraya mengusap wajahnya dengan kasar. 

“Apa yang harus gue lakuin, biar Irene kembali sama gue?” monolognya dengan suara pelan. 

Pria itu menghela nafasnya, lalu ia melirik ponselnya. Satu kontak nama yang ia tuju saat ini adalah nomor Irene. White mengerutkan kedua alisnya saat melihat foto profil kontak Irene hanya bergambar siluet hitam saja. 

“Apa dia memblokir nomor gue?” gumam White pelan. 

Dia terus mencoba menghubungi nomor Irene, berharap nomornya hanya tidak aktif saja. Namun saat White mencoba menghubungi Irene dengan nomor lainnya, White kembali berdecak karena nomor itu tidak bisa dihubungi. 

“Ck, atau dia ganti nomor ya?” monolog White. 

White menghela nafasnya, lalu melempar ponselnya asal. Dengan perasaan yang masih gundah gulana, akhirnya ia meraih jaket dan kunci motornya. 

White berjalan menuruni anak tangga, di ruang tengah ia dapat melihat kedua orang tuanya sedang duduk sambil menyaksikan berita di televisi. 

“Kamu mau kemana, White?” tanya Maxim sang ayah. 

“Aku mau ke rumah temanku, Dad.” Jawab White. 

Dahi Max berkerut sambil melirik jam tangannya. “Ini sebentar lagi adzan Maghrib, lho! Nanti saja habis Magrib terus kita makan malam, setelah itu kamu boleh  ke rumah temanmu itu,” ucap Max. 

“Yang dikatakan Daddy kamu itu benar, sayang. Tidak baik menjelang Magrib keluar rumah,” 

White langsung menoleh setelah mendengar ucapan sang Mommy. White menghela nafasnya, terkadang kedua orang tuanya itu masih terlalu menganut kepercayaan orang tua dulu. 

“Ya, sudah. Kalau begitu White balik ke kamar lagi,” jawab White lirih. 

Clarissa dan Maxim pun mengangguk dan tersenyum saat melihat putra bungsu mereka menurut pada kedua orang tuanya. 

Maxim tersenyum pada sang istri saat wanita yang dicintainya itu duduk di sebelahnya. 

“Mas, apakah White masih berhubungan dengan Nancy?” tanya Clarissa. 

Maxim menghela nafasnya. “Hmm, sepertinya masih. Kenapa, hmm?” 

Mendapat pertanyaan kembali dari sang suami, membuat Clarissa menghela nafasnya. 

“Jangan berpura-pura tidak tahu, Mas. Aku tahu kamu mengetahui semua tentang putramu itu,” cetus Clarissa yang membuat Max tertawa. 

Pria itu meraih tubuh istrinya kedalaman pelukan. “Astagaaahhhh, istriku ini seperti seorang intel,” 

Clarissa terkekeh geli mendengar ucapan suaminya bukannya marah ataupun kesal. Beginilah keduanya menikmati kebersamaan. Clarissa selalu sabar dan berpikir positif, serta  Max yang memiliki ketegasan. 

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!