Irene kembali beraktivitas seperti biasa. Pagi ini ia sudah bersiap untuk kembali bersekolah setelah hampir satu minggu tidak sekolah. Wali kelas Irene pun tidak mempermasalahkan ketidakhadiran Irene selama itu. Bahkan wali kelas Irene pun sempat datang ke rumah untuk menjenguk gadis itu.
Kemarin Bu Yuslia datang bersama Alya, Citra dan juga Hanzel. Awalnya Bu Yuslia ingin mengajak beberapa murid lainnya, akan tetapi Alya mengatakan kalau sebaiknya mereka berempat saja yang datang.
Bahkan Alya juga meminta pada Bu Yuslia untuk tidak mengatakan pada siapapun kalau mereka akan menjenguk Irene. Karena itu juga atas permintaan Thomas, Thomas tidak ingin banyak orang tahu kalau Irene tinggal di rumah baru mereka.
Awalnya Bu Yuslia merasa heran dengan semuanya alasan yang diberikan Thomas pada Alya saat pria itu menghubunginya. Namun setelah Alya menjelaskan kalau Irene saat ini tinggal dengan ayah dan ibu tirinya. Barulah Bu Yuslia sedikit paham dan mengerti, lagi pula itu juga urusan pribadi mereka. Jadi Bu Yuslia hanya cukup tahu saja.
Irene dan yang lainnya sudah selesai sarapan. Thomas pun juga sudah bergegas untuk bersiap berangkat ke kantor.
“Ayah akan mengantarmu,” ucap Thomas pada Irene.
“Tidak, Irene akan aku antar. Ayah berangkat saja sendiri,” Reksa terlebih dahulu menyela dan menjawab ucapan sang ayah.
Irene mengerutkan dahinya. “Tidak perlu repot-repot, aku bisa berangkat sendiri. Bukankah perumahan ini tidak jauh dari sekolahku?”
“Justru karena dekat dengan sekolahmu. Jadi biar aku saja yang mengantarkanmu, lagi pula arah jalannya sama. Tidak sama dengan jalur yang Ayah ambil,” cetus Reksa.
“Sudah jangan menolak, nanti kamu keburu telat. Ayo!” Reksa kembali berujar sebelum Irene menjawabnya.
Thomas yang melihat perdebatan antara putra sambung dan putri sambungnya itu hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
“Sebaiknya kalian segera berangkat,” tegur Thomas memperingati Reksa dan Irene.
Irene langsung menatap Thomas dengan tatapan yang kesal. Namun tetap diabaikan oleh pria itu, dan malah dibalas senyuman oleh Thomas.
“Yang dikatakan Kakak kamu itu benar. Memang sebaiknya kamu berangkat bersama Reksa,” Thomas akhirnya membenarkan apa yang Reksa ucapkan tadi.
Irene pun menghela nafasnya. Dengan berat hati ia ikut bersama Reksa. Reksa dan Irene pun berpamitan pada Anita dan juga Thomas.
Irene tertegun saat Reksa membukakan pintu mobil untuk dirinya. Irene menatap tidak suka atas sikap Reksa padanya yang sok akrab.
“Silakan masuk cantiknya Kakak!” Reksa mempersilahkan Irene masuk ke dalam mobil.
“Tidak perlu seperti itu,” sungut Irene seraya masuk kedalam mobil.
Reksa hanya tersenyum menahan tawanya. Ia tidak sama sekali peduli dengan sikap Irene yang kembali dingin padanya.
Sepanjang perjalan Irene hanya diam sambil menatap ke arah jalan dari jendela mobil. Sementara Reksa malah asyik menikmati musik yang sedang diputar olehnya. Pria itu malah begitu asyik menggumamkan sebuah lagu.
Sepuluh menit berlalu, kini mereka telah tiba di sekolah Irene. Sebelum turun dari mobil, Reksa menahan tangan Irene, membuat gadis itu menoleh dengan dahi berkerut. Reksa tidak peduli dengan tatapan bingung Irene, pria itu malah keluar terlebih dahulu dari dalam mobil. Lalu berjalan dengan sedikit berlari memutar ke arah pintu sebelahnya.
Irene memutar bola matanya malas saat menyadari kalau Reksa membukakan pintu untuknya lagi.
“Silakan turun cantiknya Kak Reksa!” ucap pria itu seakan berperan sebagai pengawal tuan putrinya.
Irene menghela nafasnya kasar. Gadis itu turun dengan sedikit malas. Ia juga menatap Reksa dengan wajah tertekuk. Sungguh Irene sangat kesal dengan sikap sok asyiknya Reksa padanya.
“Sudah aku katakan tidak usah bersikap seperti itu padaku,” kesal Irene seraya membenarkan posisi tasnya.
Reksa tersenyum miring seraya menutup kembali pintu mobilnya. Pria itu tidak menjawab perkataan Irene, tetapi Reksa malah menjulurkan tangannya di depan Irene.
Irene mengerutkan dahinya, menatap ke arah tangan Reksa dan wajah pria itu bergantian. Reksa hanya tersenyum melihat tatapan bingung Irene.
“Salim!” pinta Reksa yang masih menjulurkan tangannya didepan Irene.
Irene kembali menghela nafas dan memutar bola matanya malas. Benar-benar kakaknya itu semakin konyol, pikirnya.
Dengan berat hati akhirnya Irene menjabat tangan Reksa, lalu menciumnya.
“Puas!” sungut Irene yang sudah sangat kesal dengan Reksa.
Reksa hanya terkikik melihat sang adik sudah sangat kesal dengannya. Pria itu sedikit menyadarkan kesamping pada mobilnya sambil melipat kedua tangan di depan dadanya.
“Jangan marah-marah mulu, nanti cantiknya hilang!” Reksa menampilkan senyum dengan deretan gigi putihnya.
Reksa kembali berdiri tegak, tangannya terulur mengacak rambut Irene.
“Masuk sana!”
“Ini juga dari tadi mau masuk,” Irene langsung berbalik badan.
“Menyebalkan!” sambung Irene yang masih dapat didengar Reksa.
Reksa hanya tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya. Lalu pria itu kembali masuk ke dalam mobilnya. Irene yang berjalan masuk terus melangkah tanpa kembali menoleh ke arah mobil Reksa. Reksa pun segera meninggalkan halaman parkir sekolah Irene.
Tanpa Reksa dan Irene sadari, sejak Reksa membukakan pintu untuk Irene ada seorang pria yang terus memperhatikan keduanya. Bahkan cukup lama pria itu memperhatikan sampai ia merasakan kesal atas perlakuan Reksa pada Irene.
“Siapa pria itu, dan ada hubungan apa di antara mereka?” monolog pria itu dalam hatinya.
“Sial,” gumamnya dengan perasaan kesal.
Pria itu mengusap wajahnya dengan kasar. Ia pun segera masuk ke dalam dan menuju kelasnya.
Irene yang sudah tiba di kelasnya langsung mendapat sambutan hangat dari Alya. Lalu datang Hanzel dan Citra, keduanya saat ini sedang mengintrogasi Irene.
“Ren, loe sakit apa? Gue sempat ke rumah loe untuk jenguk, tapi rumah loe kosong. Jadi, kita minta maaf kalau selama loe sakit nggak bisa jenguk loe” ucap Citra dengan penuh rasa penyesalan.
Irene tersenyum. “Nggak apa-apa, Cit. Doa-nya saja sudah cukup. Doain gue biar sehat selalu, dan tetap waras dalam menghadapi dunia penuh tipu daya ini,” jawab Irene dengan terkekeh kecil.
Citra dan kedua sahabatnya pun tertawa mendengar jawaban Irene. Ketiganya sudah cukup kenal dengan Irene, memang gadis itu terkenal dengan tidak banyak bicaranya. Namun sekalinya bicara, ada kesan ketus dan lucu di setiap kata maupun intonasinya.
Sementara itu di kelas White, seperti biasa mereka berkumpul sambil berbincang dan bercanda sebelum pelajaran dimulai. Terdengar tawa Pasha dan Venus memenuhi ruang kelas tersebut. Namun White hanya diam dan sesekali tersenyum menanggapi obrolan mereka.
“Jadi besok bagaimana? Jadi nggak nih?” Pasha disela obrolan mereka.
“Loe tanya White aja,” sahut Nathan.
Venus menyenggol lengan White, dan membuat pria itu mengerutkan dahinya menatap heran pada Venus.
“Loe dengerin apa yang lagi kita omongin nggak sih, White?” tanya Nathan.
White berdehem seraya membenarkan posisi duduknya. “Sorry, gue denger kok. Iya, besok jadi.”
Pasha, Venus dan Nathan pun saling melirik. Pasha yang sedang duduk di meja pun akhirnya turun.
“Oke, seperti jam biasa.” Pasha menepuk pundak White dan berlalu keluar dari kelas.
Tinggallah Venus, Nathan dan White. Venus memicingkan matanya, seakan tahu kalau saat ini White sedang memikirkan sesuatu.
“Tadi gue liat Irene sudah masuk. Loe sudah ketemu sama Irene, White?” tanya Nathan.
Venus dan White langsung menatap Nathan. White menghela nafasnya, sementara keduanya sahabatnya sedang menunggu kabar kalau pria itu sudah bertemu dengan Irene atau belum.
“Baguslah kalau dia sudah masuk sekolah kembali. Gue belum ketemu sama dia. Gue juga baru tahu kalau dia masuk sekolah hari ini dari loe,” bohong White.
Pria itu nyatanya masih memiliki gengsi yang tinggi. Padahal tadi pagi dia melihat Irene yang diantar oleh Reksa. Ya, pria yang terus melihat Irene bersama Reksa tadi adalah White. Pria yang sempat merasakan kesal saat melihat kedekatan antara Irene dan Reksa.
Venus menepuk pundak sahabatnya itu. Ia sangat mengenal White seperti apa bahkan. Ia tahu kalau pria itu saat ini sedang merasakan kegalauan. Venus akan menunggu waktu yang tepat untuk bicara berdua dengan White. Mungkin siang ini selepas pulang sekolah, ia akan mendatangi apartemen White seorang diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments