Beberapa jam berlalu, dan kini bel jam pulang pun telah berbunyi. Nathan bergegas merapikan semua bukunya dan memasukkannya ke dalam tasnya. Lalu tanpa berpamitan dengan sahabatnya, Nathan berlalu begitu saja keluar dari kelas. Membuat Pasha yang duduk disebelahnya pun mengerutkan dahinya.
Lalu Pasha menoleh ke arah sampingnya. Dimana White dan Venus juga sedang menatap heran ke arah Nathan yang terlihat begitu tergesah untuk keluar dari kelas mereka.
“Nathan mau kemana?” tanya Pasha.
White dan Venus mengedikkan kedua bahunya sambil menggelengkan kepala mereka.
“Cepat susul dia!” White bergegas setelah berkata seperti itu.
Mendengar itu pun Venus dan Pasha segera mengikuti White untuk mengejar Nathan. Tujuan pertama mereka itu langsung ke arah parkiran dimana motor mereka bertiga ada disana.
Namun sayangnya orang yang mereka cari sudah tidak ada di area parkiran. Karena motor Nathan sudah tidak ada disana. White berdecak kesal sambil menjambak pelan rambutnya, dan kedua temannya sudah terlihat masam.
“Kemana si Nathan? Gak biasanya dia pergi tanpa kasih tahu kita,” dengan nafas sedikit ngos-ngosan Venus menggerutu kesal.
“Iya, kayak ada yang lagi disembunyiin sama dia,” sahut Pasha yang juga sedang mengatur nafasnya.
White menepuk pundak kedua temannya itu. “Sudahlah, sebaiknya kita coba langsung ke rumahnya saja!”
Venus dan Pasha pun mengangguk. Ketiganya pun segera menuju motor masing-masing. Saat ketiganya bersiap untuk memakai helm, tiba-tiba suara seorang gadis yang familiar bagi mereka pun menghentikan gerakan ketiganya.
Venus dan Pasha menghela nafasnya saat melihat gadis itu berjalan dengan cepat menuju mereka.
“White,” panggil gadis itu.
Pasha menghela nafasnya. “Boneka Annabelle datang,” gumam pelan Pasha seraya menatap sinis ke arah gadis itu.
Gadis itu pun berjalan melewati Venus dan Pasha begitu saja tanpa menyapa keduanya.
“White, kamu kenapa ninggalin aku? Kamu gak mau pulang bareng sama aku?” tanya gadis itu.
White pun menghela nafasnya pelan. “Sorry, Cy. Aku tadi sedang terburu-buru, karena ingin menyusul Nathan,” White kembali turun dari motornya.
Nancy melipat kedua tangannya di depan dada dengan tatapan penuh selidik.
“Kamu tidak sedang membohongiku kan?” tanyanya.
White menggeleng dengan cepat. “Kalau tidak percaya, kamu tanyakan saja pada mereka!” White menunjuk ke arah Venus dan Pasha dengan dagunya.
Nancy pun ikut menoleh dan dapat ia lihat Venus sedang tersenyum sambil mengangguk, sedangkan Pasha hanya menatap gadis itu datar dengan tangannya yang juga sedang terlipat di depan dadanya. Lalu Nancy memutar bola matanya malas dan kembali menatap ke arah White.
“Terus Nathan nya mana?” tanya Nancy lagi. sudah
“Sudah duluan,” jawab White.
Nancy menghela nafasnya. “Ya , sekarang mau pulang kan? Aku nebeng motor kamu, ya!” gadis itu menunjukkan mata berbinarnya. Membuat White tak mampu menolaknya.
White mengangguk. “Ayo!” White kembali menaiki motornya, dan disusul oleh Nancy.
Pikir White urusan Nathan bisa nanti setelah mengantarkan Nancy pulang ke rumahnya. Pasha dan Venus pun segera menaiki motor mereka, dan Pasha memilih mendahului White dan Nancy. Mengingat pria itu sangat tidak menyukai Nancy.
“Kita duluan, White!” ucap Pasha yang dibalas dengan anggukan oleh White.
Sementara Venus menunggu White jalan terlebih dahulu. Setelah White menggerung motornya, kedua kendaraan roda dua itu pun segera meninggalkan area parkiran sekolah.
Sementara itu tanpa mereka ketahui, Nathan tersenyum menyeringai dibalik kaca mobilnya. White tidak tahu kalau Nathan meminta salah satu sopir rumahnya untuk bertukar motornya dengan mobilnya. Itu dilakukan ketika jam pelajaran dimulai. Saat setelah menemui Alya tadi, Nathan sempat menghubungi sopir pribadi rumahnya dan meminta untuk bertukar kendaraan.
Saat sang sopir tiba, Nathan berpura-pura izin ke toilet. Padahal ia menemui sopirnya itu. Nathan meminta untuk Mang Jaja memarkirkan mobilnya di tempat yang tidak terlalu mencolok, dan itu sudah dilakukan oleh Mang Jaja. Setelah bertukar kunci kendaraan, Nathan pun kembali ke kelas dan Mang Jaja segera membawa motor Nathan keluar gerbang sekolah. Demi menjaga ketenangan dalam belajar di sekolah itu, Mang Jaja mendorong motor Nathan sampai ke depan gerbang. Mengingat suara knalpot motor Nathan terdengar bising.
Mengingat itu semua Nathan tersenyum, dan segera menyalakan mesin mobilnya. Ia pun segera keluar dari area parkir sekolah dan menuju tempat dimana Alya sudah menunggunya.
Di tempat lain, Alya berdecak kesal karena sudah hampir sepuluh menit menunggu Nathan. Gadis itu menengok ke kiri dan kanannya, namun Nathan belum juga menunjukkan barang hidungnya.
Hingga akhirnya dahi gadis itu berkerut saat melihat sebuah mobil sedan BMW berhenti di dekatnya. Saat dia sedang memperhatikan mobil itu, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Alya segera menerima panggilan itu dan hendak memaki orang yang sedang ditunggunya itu. Namun ucapannya bertahan setelah mendengar suara pria dari sambungan telepon tersebut.
“Masuklah ke dalam mobil!” ucap Nathan yang membuat Alya mengernyitkan kedua alisnya.
Alya menatap mobil berwarna hitam itu. “Loe di dalam mobil?” tanyanya.
“Iya, buruan masuk!” jawab Nathan yang langsung mematikan sambungan teleponnya.
Alya berdecak kesal sambil menggerutu tak jelas. Pasalnya ia sudah menunggu lama, tapi dengan seenak jidatnya si Nathan malah main memerintahkan dirinya untuk masuk ke dalam mobilnya. Seenggaknya dibukakan pintu lah, atau Nathan keluar dari dalam mobil dan menghampiri Alya. Lalu, berkata ‘’maaf’ tetapi semua itu tidak dilakukan oleh pria itu. Menyebalkan sekali kan? Wajah kesal Alya membuat Nathan mengerutkan dahinya.
“Loe kenapa, Al?” tanya Nathan.
Alya mendengus kesal. “Nggak apa-apa, buruan jalan! Nanti keburu kesorean,” jawab Alya tanpa menoleh ke arah Nathan.
Nathan berdecak kecil karena kesal pertanyaannya hanYa ditanggapi ketus oleh Alya. Mobil Nathan pun segera meluncur ke rumah sakit dengan kecepatan standar. Sebenarnya Nathan baru saja mendapatkan SIM minggu lalu, dan kedua orang tuanya pun sebenarnya masih belum mengizinkan Nathan mengendarai mobil sendiri. Namun Nathan yang sedikit keras kepala pun akhirnya membawa mobil tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya, tentu dengan menyuap Mang Jaja sang sopir pribadi kepercayaan keluarganya.
Mobil yang dikendarai Nathan baru saja tiba di parkiran rumah sakit. Nathan dan Alya pun keluar dari mobil dan segera masuk ke dalam gedung berlantai lima itu. Nathan membantu Alya membawa bingkisan yang sempat dibeli mereka di pertengahan jalan tadi.
Alya segera membuka ponselnya dan melihat kembali isi chat antara dirinya dan Anita, untuk melihat kembali dimana ruang rawat Irene. Setelah mendapatkan info lengkap dari Thomas keduanya pun segera menuju lantai 3.
“Irene dirawat di lantai berapa?” tanya Nathan saat mereka sudah berada di dalam lift.
“Lantai 3 ruang Lavender 1,” jawab Alya yang masih fokus pada layar ponselnya.
Nathan manggut-manggut dan kembali diam menunggu lift berhenti di lantai 3. Ting, suara lift berhenti pun mengalihkan Alya ke arah pintu dan menunggu pintu lift terbuka lebar.
Kedua anak sekolah itu pun berjalan menuju kamar yang dimaksudkan oleh Alya tadi. Sebelumnya mereka menyapa para perawat yang berjaga di lantai tersebut dengan senyum ramah mereka.
Alya mengetuk pintu kamar rawat Irene. Kamar lumayan besar, walau bukan kelas VVIP. Alya melongokkan kepalanya, mengintai dalam ruangan tersebut. Sementara Nathan yang melihat kelakuan Alya pun hanya berdecak kesal.
“Masuk!”
“Aduh..!” kesal Alya.
Alya pun langsung memukul lengan Nathan. Gadis itu kesal karena tubuhnya didorong oleh Nathan.
Irene dan Anita yang mendengar kegaduhan itu pun hanya bisa saling pandang.
“Mama ke depan sebentar,” ucap Anita yang dibalas anggukan kepala oleh Irene.
Setelah pembicaraan tadi pagi bersama Thomas, saat itu juga Irene mulai memanggil Anita dengan sebutan ‘Mama’.
Anita terkejut saat mendapati Alya sedang memukul lengan Nathan. Ia pun segera menghampiri keduanya.
“Alya,” panggil Anita dan membuat si punya nama dan Nathan pun menoleh.
Nathan tersenyum melihat kehadiran Anita, sementara Alya langsung menampilkan cengirannya. Alya memang sudah mengenal Thomas dan Anita, bahkan Alya pun sudah tahu kalau Irene memiliki dua ibu. Tapi Alya tidak mengetahui lebih dalam kehidupan Irene.
“Assalamualaikum, Tante.” Alya segera meraih tangan Anita untuk menyalimi wanita itu.
Nathan pun juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Alya pada Anita. Pria itu cukup terkejut karena ibu dari Irene ternyata masih terlihat muda dan cantik. Ini pertemuan pertama Nathan dengan ibu dari teman satu sekolahnya itu.
“Lho, ini siapa?” tanya Anita.
“Saya Nathan, Tante. Teman Alya dan Irene juga,” jawab Nathan.
“Oh, salam kenal.” Anita tersenyum.
“Ayo, masuk. Pasti Irene senang melihat teman sekolahnya datang berkunjung,” ujar Anita seraya menuntun keduanya masuk kedalam.
Irene yang sedang menatap ke arah jendela pun langsung menoleh dan betapa terkejutnya dia saat melihat kedatangan Nathan. Beruntung wajah keterkejutannya itu tertutup oleh ekspresi datar yang selalu Irene tunjukkan semenjak putus dari White. Nathan yang melihat wajah datar Irene pun hanya bisa meneguk kasar salivanya. Ekspresi wajah yang pernah Nathan lihat saat pertama kali melihat Irene saat masuk sekolah dulu.
“Hai, Ren. Bagaimana kondisi kamu?” Nathan berusaha bertanya untuk menghilangkan rasa canggung di dalam dirinya.
“Loe lihatnya bagaimana?” tanya balik Irene.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Faraz Youza
.
2024-02-25
0