White juga tidak bertanya pada tetangga dekat rumah Irene. Ia hanya berani memperhatikan rumah Irene dari dalam mobil dan di jarak yang tidak jauh dari rumah itu. Jadi dirinya tidak tahu kalau Irene sedang dirawat di rumah sakit, karena memang pada dasarnya White tidak tahu tentang kehidupan Irene yang memiliki ibu sambung dan saudara sambung. Karena Irene pun tidak menceritakan semua tentang kehidupannya.
Malam pun semakin larut, White dan kedua sahabatnya sudah pulang kerumah masing-masing. Namun tidak dengan White. Pria itu memilih pulang ke apartemennya setelah mengantarkan Nancy pulang.
White berjalan lunglai menuju unit apartemennya. Tanpa disadari dua orang pria sudah menunggunya sejak tadi di depan pintu apartemen miliknya. Nathan dan Venus saling melirik saat melihat White yang berjalan sambil menundukkan kepalanya. Walaupun kedua pria itu sahabat dekat White, akan tetapi White tidak pernah memberi kode akses apartemennya. Karena menurut White, apartemen itu adalah miliknya yang bersifat begitu private.
White sedikit terkejut saat melihat kedua sahabatnya itu. Dahinya berkerut hingga kedua alisnya saling bertautan.
"Sejak kapan kalian disini?" tanya White pada kedua sahabatnya.
Nathan dan Venus menghela nafasnya. Lalu Venus yang berdiri sambil melipat kedua tangannya pun menghampiri White.
"Sebaiknya kita masuk, ada hal yang ingin kita berdua bicarakan sama loe!" ucap Venus.
White menaikkan satu alisnya. "Mau bicarakan soal apa?" tanya White lagi sambil menempelkan kartu aksesnya.
Mereka pun masuk kedalam, White langsung menekan saklar untuk menyalakan lampu. Seketika ruangan yang gelap tersebut berubah terang saat lampu dinyalakan.
Venus dan Nathan langsung mendudukkan bokongnya di sofa. Sementara White segera ke dapur setelah membuka jaketnya.
White menghampiri kedua sahabatnya sambil membawa minuman kaleng yang dingin. Pria itu pun ikut duduk di sofa dekat dengan Venus dan Nathan.
"Apa yang mau kalian berdua bicarakan?" White kembali bertanya.
Baik Nathan maupun Venus masih diam sambil melirik satu sama lain. Lalu Venus menatap ke arah White yang sedang menunggu mereka bicara.
"Apa yang terjadi dengan loe dan Irene?" tanya Venus.
"Kita kesini sudah tahu apa yang terjadi sama loe dan Irene. Nancy sudah menceritakan semuanya ke kita," ucap Nathan.
"Apa benar loe sama Irene udah putus?" tanya Venus kembali.
White menyandarkan punggungnya seraya menghela nafasnya. "Kenyataannya memang begitu," jawab White yang hanya menundukkan wajahnya dengan mata yang menatap minuman kaleng yang sedang dipegangnya.
"Gue juga dengar kalau Irene gak sengaja dengar apa yang loe katakan sama anak-anak di dalam kelas. Apa itu benar?" tanya Nathan.
White mengangguk pelan. "Iya," jawabnya lesu.
Venus memejamkan matanya sejenak saat mendengar jawaban White. Sedangkan Nathan hanya menggelengkan kepalanya saja.
"Terus loe udah minta maaf sama Irene?" tanya Nathan.
White menggeleng lirih. "Bagaimana gue mau minta maaf sama dia? Semenjak kejadian itu Irene gak pernah ada di kelasnya," jawab White.
"Maksud loe, Irene gak masuk sekolah?" Nathan bertanya lagi dan dibalas anggukan oleh White.
"Loe udah coba ke rumahnya?" giliran Venus bertanya.
"Sudah, tapi…"
"Tapi apa?" potong Nathan dengan cepat.
"Gue gak berani," jawab White yang semakin menundukkan kepalanya.
"What!"
Nathan dan Venus tak habis pikir dengan jawaban White. Keduanya pun menggeleng tidak percaya dengan jalan pikir White.
"Kalau kayak gitu loe sama aja jadi orang pengecut, White!" rutuk Nathan.
White mengatupkan bibirnya sambil meremas minuman kalengnya. "Gue bukan seorang pengecut!" elak White.
Nathan tersenyum sinis. "Kalau bukan pengecut, lalu apa namanya?"
"Gue hanya belum siap ketemu Irene," bentak White.
Nathan mengusap wajahnya dengan kasar. "Loe bener-bener cowok brengsek, White!" bentak Nathan.
Venus tahu kalau Nathan mulai emosi dengan sikap White. Pria itu perlahan menepuk pundak Nathan, seakan mengatakan kalau jangan sampai terbakar oleh emosi.
"White, boleh gue tanya satu hal sama loe?" tanya Venus.
White mendongakkan kepalanya dan menatap Venus. "Apa?" tanya White.
Venus tersenyum tipis, sangat tipis. "Apa loe mencintai Irene? Secara hubungan loe sama dia udah berjalan satu tahun. Apa selama itu loe ada rasa sama dia, walau sedikit?" tanya Venus.
White diam sejenak, seakan memikirkan apa yang Venus tanyakan terhadap dirinya. Bahkan White merasa bingung dengan perasaannya sendiri. Tapi, White sedikit menyadari kalau Irene sangat berbeda dengan Nancy. Irene selalu memperhatikan dirinya, dari pola makan sampai pola tidurnya.
Bahkan Irene sering sekali membuat bekal untuk White, saat gadis itu tahu kalau White menginap di apartemen. Sudah pasti White belum makan. Awalnya White merasa begitu risih akan bentuk perhatian dari Irene. Tetapi seiringnya waktu White merasa terbiasa dan senang jika Irene memperhatikan dirinya.
Venus dan Nathan saling melirik. Mereka tahu pasti White juga memiliki rasa pada Irene. Akan tetapi Venus dan Nathan sangat mengenal White seperti apa. Pria itu sangat tinggi egonya. Mana mungkin White akan mengakui hal tersebut, walau dihadapan mereka.
White tersadar dari pikirannya tentang Irene. Lalu ia kembali menatap ke arah dua sahabatnya.
"Gue sama sekali gak ada rasa sama cewek cupu itu," jawab White sambil meneguk minumannya.
Nathan mengepalkan kedua tangannya. Ingin rasanya ia memukul sahabatnya itu. Venus langsung menyentuh tangan Nathan, pria itu menggeleng pelan pada Nathan.
Venus pun menoleh ke arah White lagi. "Loe yakin gak ada rasa cinta sama sekali pada Irene?" tanya Venus.
White mengangguk. "Iya. Hati gue hanya ada nama Nancy," jawabnya.
Entah kenapa White merasa sedikit nyeri saat mengatakan hal tersebut. Ia pun kembali meneguk minumannya, untuk menetralkan perasaannya.
"Gue harap suatu saat loe akan menyesal, karena telah menyakiti dan menyia-nyiakan gadis sebaik Irene!"
White langsung menatap tajam ke arah Nathan, sedangkan yang ditatap kini sedang tersenyum dengan seringaian di bibirnya.
"Gue gak akan pernah menyesal udah menyakit gadis seperti Irene. Gue lakuin itu biar dia sadar kalau dirinya itu jelek dan norak. Gak pantas bersanding dengan cowok seperti gue," sahut White dengan nada membentak.
Nathan berdiri dari posisi duduknya, lalu pria itu tersenyum sinis. "Oke, kita lihat saja nanti endingnya akan seperti apa? Saat itu tiba, gue harap loe gak akan pernah mendapatkan maaf dari Irene!" sumpah serapah Nathan untuk White.
White tersulut emosi, dirinya pun dengan cepat berdiri. "Loe nyumpahin gue, heoh?" bentak White seraya mendorong dada Nathan dengan cukup kasar.
"Eits, sabar White!" Venus reflek berdiri dan melerai keduanya.
"Tolong berhenti, jangan seperti anak kecil!" ucap Venus sambil merentangkan kedua tangannya.
Mencegah agar White dan Nathan tidak saling adu jotos. Venus membawa White untuk kembali duduk, begitupun juga dilakukannya pada Nathan. Venus yang masih berdiri, kini berkacak pinggang sambil menatap bergantian pada White dan Nathan.
Sementara itu di lain tempat, Thomas dan Anita sudah selesai bertemu dengan dokter yang menangani Irene. Keduanya keluar dari ruangan dokter tersebut dengan berbagai macam pikiran yang ada di otak mereka.
Anita melirik ke arah suaminya, terlihat jelas wajah murung pada pria yang sangat dicintainya itu. Anita menyentuh lengan suaminya.
"Bang,"
Thomas menoleh dan tersenyum pada istri keduanya. Anita tahu senyum Thomas saat ini adalah senyum yang sangat terpaksa. Anita tahu kalau Thomas melakukan itu, karena tidak ingin Anita kepikiran dengan pria itu. Namun nyatanya Anita tahu akan hal itu.
"Semuanya akan baik-baik saja," hanya itu yang bisa diucapkan oleh Thomas pada Anita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments