Keinginan Untuk Bekerja

Thomas tertegun mendengar jawaban istri keduanya, hatinya semakin merasa bersalah terhadap Anita. Bahkan ini lah yang membuat Thomas sangat mencintai wanita itu karena hatinya yang begitu besar. Sangat bertolak belakang dengan Lusiana. Walau Anita selalu mendapatkan sikap dingin dan cuek dari Irene, tetapi Anita tetap berbesar hati dan terus bersikap lembut pada putrinya itu.

Thomas menghela nafasnya, lalu pria itu pun mendekat dan menarik pinggang sang istri. Thomas mendekatkan bibirnya pada bibir Anita, hingga tanpa sadar ciuman yang tadinya hanya sebuah kecupan kini berubah menjadi lumatan dalam. Hingga akhirnya Anita menekan dada sang suami.

Thomas sadar kalau sang istri butuh pasokan udara. Lalu ia pun melepaskan ciuman mereka, Thomas menempelkan keningnya dengan kening Anita.

"Rasanya aku sangat ingin membawamu pulang," ujar Thomas dengan suara serak dan tatapan penuh gairah.

Anita tersenyum tipis. "Kalau aku pulang juga, lalu siapa yang menjaga putri kita? Untuk saat ini jangan bersikap egois, Bang. Perhatikan Irene juga, ia sangat butuh perhatian kita. Perhatian dari kedua orang tuanya," jawab Anita.

Hati Thomas sedikit mencelos mendengar ucapan Anita. Memang benar apa yang dikatakan istri keduanya itu, kalau Irene membutuhkan perhatian ayah dan kedua ibunya.

Thomas tersenyum. "Kamu benar, terima kasih karena kamu selalu sabar dalam menghadapi putri kita. Walau Irene sering menunjukkan sikap ketidaksukaannya terhadapmu. Tapi aku yakin, kalau Irene sangat menyayangimu." ucap Thomas.

"Aku tahu itu, makanya aku selalu limpahkan kasih sayangku padanya. Begitupun juga dengan Reksa dan Cala. Mereka sangat menyayangi Irene," jawab Anita.

"Ah, ngomong-ngomong kapan Cala pulang? Aku sudah sangat merindukannya," tanya Thomas.

"Besok pagi Bunda dan Ayah akan kesini sambil mengantarkan Cala. Sekalian Bunda dan Ayah menjenguk Irene," jawab Anita.

Thomas mengangguk. "Hmm, ya sudah. Sebaiknya kamu istirahat, ini sudah sangat larut malam."

Anita mengangguk. "Iya, kamu hati-hati dijalan!"

Thomas pun mencium kening dan bibir Anita sekilas, sebelum dirinya benar-benar pergi meninggalkan ruang rawat tersebut.

Pagi menjelang, seorang dokter pria yang terlihat masih muda dan satu perawat wanita masuk ke dalam untuk pemeriksaan pagi ini sebelum pergantian dokter jaga. Dokter tersebut begitu telaten dalam pengecekan, sesekali dokter tersebut bertanya pada Irene. Namun Irene terlihat ketus saat menjawab pertanyaan dokter tersebut.

Membuat suster yang mendampingi dokter tersebut merasa kesal pada gadis belia itu. Seperti saat ini, sang dokter bertanya mengenai luka di lengan Irene. Tetapi gadis itu menjawab dan membuat sang dokter menghela nafasnya. Seandainya ada Anita, mungkin saja Irene tidak akan menjawa seperti itu. Sayangnya Irene sedang keluar sebentar untuk membeli sarapan.

"Kenapa lenganmu memar, Nona?" tanya sang dokter saat hendak memasang alat tensi.

Irene menatap datar dokter tersebut. "Jatuh," jawab Irene singkat.

Dokter muda bernama Abimanyu itu pun tersenyum tipis. "Lain kali hati-hati, nanti biar suster yang mengobati lukanya."

"Tidak perlu!" tolak Irene dengan cepat.

Dokter Abimanyu menghela nafasnya. "Jika tidak diobati maka luk…."

"Maaf dokter, sebaiknya lekas selesaikan pemeriksaan ini. Karena saya sangat mengantuk," potong Irene kembali sebelum dokter tersebut menyelesaikan ucapannya.

Suster wanita yang berada dekat dengan dokter itu pun mulai merasa geram pada sikap Irene.

"Maaf Nona! Biarkan Dokter Abi memeriksa keseluruhan dalam tubuh anda," protes suster wanita itu.

Irene menatap tajam pada suster itu, membuat sang suster kesulitan menelan salivanya. Tatapan begitu tajam yang langsung menghunus jantungnya.

"Bawel," celetuk Irene.

"Tapi Nona…"

Baru saja suster wanita itu ingin melayangkan protesnya, sang dokter sudah mengangkat tangannya agar sang suster berhenti bicara.

Dokter itu pun tersenyum pada Irene. "Baiklah, Nona manis. Pemeriksaan pagi ini sudah selesai, dan tolong makan yang banyak. Biar lekas sembuh, obatnya juga harus rutin diminum. Kami permisi, selamat pagi!" ujar sang dokter.

"Hmm, terima kasih!" ketus Irene.

Dokter Abimanyu masih terus menampakkan senyum manisnya. Sementara itu sang suster sudah menekuk wajahnya, wanita itu sangat kesal dengan Irene. Beruntung wajahnya tertutup masker, jadi tidak terlalu kelihatan kalau suster itu sedang memasang wajah kesalnya.

Setelah dokter dan perawat keluar, Anita datang bersama Cala dan omanya Cala. Ibu dari Anita, yang bernama Sari. Irene memutar bola matanya malas saat mendengar suara cempreng adik tirinya itu.

"Sst, Cala tolong jangan berisik!" titah Anita saat mereka baru saja masuk ke dalam ruang rawat Irene.

Namun perintah Anita tidak didengar oleh Cala. Anak balita itu langsung berlari ke arah ranjang dimana Irene sedang memunggunginya sambil berpura-pura memejamkan matanya.

"Tata Ilen tatit apa?" tanya Cala sambil meloncat-loncat di sebelah ranjang Irene.

Balita itu sangat penasaran dengan kondisi Irene. Sari yang melihat sang cucu tidak bisa diam, akhirnya menghampiri Cala.

"Sayang, jangan begitu! Kakak Irene nya sedang beristirahat, sebaiknya kamu duduk di kursi itu sama Oma." ajak Sari seraya menunjuk ke arah dua kursi yang tidak jauh dari mereka.

Cala pun mengangguk, sementara itu Anita hanya menggelengkan kepalanya. Wanita itu menyiapkan makan sarapan pagi untuk Irene. Setelah semuanya sudah siap, Anita pun segera menghampiri Irene.

"Nak, Tante tahu kamu tidak tidur. Ayo, sarapan dulu setelah itu minum obatnya!" Anita mengusap lengan Irene dengan lembut.

Irene pun membuka matanya dengan sangat malas. Bahkan gadis itu sempat berdecak kesal, lalu mau tak mau Irene merubah posisinya. Anita sudah mensetting posisi kepala tempat tidur agar lebih tinggi dan mempermudah Irene untuk makan tanpa harus bangun untuk duduk.

Anita menyuapi Irene dengan begitu telaten. Sesekali Cala mengoceh dan mengajak Irene untuk berbicara. Namun nampaknya Irene masih tidak peduli dengan Cala. Anita dan Sari hanya bisa menghela nafasnya saja akan sikap Irene yang begitu dingin.

"Cala, sini sayang! Biarkan Kak Irene istirahat," ajak Sari pada sang cucu.

Cala menggelengkan kepalanya dengan cepat. "No, Oma! Cawa mau ain cama tata Ilen," tolak Cala.

Anita pun menarik tangan Cala dengan lembut. "Sayang, Kak Irene sedang sakit. Jadi dia harus banyak-banyak istirahat. Sementara waktu Cala sama Oma dulu, ya!" ucap lembut Anita.

Cala merengek dan menggeleng dengan cepat. Irene yag melihat adik tirinya merengek pun merasa tidak tega.

"Biarkan saja!" ucap Irene yang membuat Anita dan Oma Sari langsung menatapnya.

"Biarkan dia duduk di sini," ucap Irene kembali sambil menepuk sisi kosong di sebelahnya.

Cala langsung tersenyum dan segera duduk di sebelah Irene dan meninggalkan Anita serta Sari yang masih tercengang mendengar ucapan Irene. Sementara Cala terlihat sudah begitu senang dekat dengan Irene.

Cala terlihat menggemaskan, tanpa sadar Irene pun tersenyum. Bahkan tangannya pun terulur mengusap kepala anak balita itu. Saat ini Cala sedang mengoceh tentang temannya yang memiliki mainan baru yang sangat mahal. Bukannya Anita atau Thomas tidak mampu membelikan mainan untuk anak mereka. Tetapi mereka berpikir kalau mainan Calandra sudah banyak sekali.

"Nanti kalau Kak Irene sudah bekerja, akan membelikan mainan itu untukmu." ucap Irene pada Cala.

Cala pun tersenyum. "Benalkah?" tanya Cala polos dan membuat Iren mengangguk cepat.

"Hole….." girang Cala. "Tata Ilen mau beliin Cala mainan," Cala kembali berteriak kegirangan.

"Mainan Cala sudah banyak, Nak. Yang dirumah mau diapakan?" tanya Anita yang kini angkat bicara.

"Jangan hamburkan uangmu untuk Cala, Ren. Tante tidak ingin kamu lakukan itu jika sudah bekerja nanti," tambah Anita.

"Tidak apa, lagipula itu kan masih beberapa bulan lagi. Aku pun juga belum lulus sekolah," cetus Irene terdengar datar.

Anita hanya menghela nafasnya saja. Memang benar apa yang dikatakan Irene. Gadis itu memang masih lama untuk bekerja.

"Jadi kamu akan bekerja setelah lulus sekolah?" tanya Oma Sari memecahkan keheningan.

Irene sempat melirik sekilas ke arah wanita yang sudah berumur itu. Lalu Irene pun mengangguk pelan.

"Iya," jawab gadis itu dengan singkat.

"Tapi Ayahmu menginginkan agar kamu tetap melanjutkan pendidikan ke universitas," ucap Anita.

"Aku akan bekerja terlebih dahulu. Jika aku sudah ada tabungan, aku akan mendaftar untuk kuliah," jawab Irene.

"Tidak perlu bekerja, dan kamu juga tidak perlu memikirkan biayanya. Kamu langsung daftar saja, atau biar Kak Reksa yang mendaftarkan kuliah untukmu. Apa kamu mau?" tanya Anita dengan begitu hati-hati.

Irene menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu. Aku tidak ingin merepotkan siapapun," tolak Irene.

"Kamu tidak merepotkan kami, Nak. Benar apa yang dikatakan Ibumu ini, jangan pikirkan masalah biaya. Orang tuamu sudah mempersiapkan semuanya," kini Oma Sari ikut berkomentar.

"Tidak Oma, terimakasih. Aku akan tetap bekerja," kekeh Irene.

"Karena aku harus mengumpulkan uang untuk membayar semua uang yang telah Mama keluarkan untukku selama ini," ujar Irene dalam hatinya.

Terpopuler

Comments

kalea rizuky

kalea rizuky

lemah

2025-03-09

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!