Hujan pun turun dengan derasnya. Irene menangis diantara turunnya air hujan yang kini sudah membasahi seluruh tubuhnya. Gadis itu melangkah berat menuju rumah yang terbilang cukup sederhana. Irene menghentikan gerakannya saat hendak membuka handle pintu rumah.
Tangisnya kembali pecah saat indera pendengarannya mendengar kegaduhan dari dalam sana. Bahkan terdengar suara benda yang pecah akibat dilempar atau dibanting sengaja oleh pelaku. Tubuh mungil itu semakin bergetar, ia kembali menangis. Menertawakan kehidupannya yang memang sudah sangat hancur, tanpa Irene sadari beberapa tetangga menatapnya iba.
Tubuh gadis itu begitu dingin dan terlihat mulai pucat, ia pasrah saat hujan deras mengguyur tubuhnya. Dengan langkah beratnya ia berjalan masuk ke dalam rumah.
Seorang pria dan wanita yang diketahui mereka adalah kedua orang tua Irene menatap ke arah gadis itu saat pintu terbuka. Irene menundukkan kepalanya saat tatapan tajam penuh kebencian dari sang ibu menatap dirinya. Namun berbeda dengan sang ayah yang saat ini sedang menatap nanar pada putrinya itu.
“Irene, kamu baru pulang nak?” tanya sang ayah dengan lembut.
Irene mengangguk tanpa menatap wajah sang ayah.
“Tidak perlu sok lembut sama anak itu. Lebih baik kamu pergi dari sini dan urus istri serta anak-anakmu itu!” bentak sang ibu pada ayahnya.
Irene semakin menundukkan kepalanya saat mendengar suara yang sangat membuatnya takut. Suara yang setiap harinya selalu menyisakan rasa sakit dan trauma dalam dirinya.
Thomas menatap kesal pada Luciana. “Apa aku salah bersikap lembut pada putriku, heh?”
Pertanyaan Thomas berhasil membuat Luciana geram, sampai ia mengepalkan kedua tangannya.
“Apa kau lupa siapa dia? Dia adalah…”
“Luciana!” bentak Thomas dengan suara begitu keras.
Bahkan Irene sampai menutup telinganya karena saking takut akan suara Thomas yang berteriak membentak sang ibu.
“Apa?” tantang Luciana yang seakan tidak takut pada Thomas.
Thomas mengepalkan kedua tangannya, rahangnya pun kembali mengeras.
“Kau,” Thomas menunjuk Luciana dengans atu jarinya.
“Jangan pernah bicara macam-macam pada Irene, ingat itu!” Thomas kembali berujar dengan penuh penekanan.
Irene yang masih berdiri di depan pintu dengan posisi pintu terbuka pun terkejut saat merasakan sebuah tangan menyentuh pundaknya. Irene berjingkat dan menoleh, menatap nanar saat tahu siapa yang telah berada disampingnya.
"T-Tante," lirih Irene.
Suara Irene yang masih dapat didengar Thomas dan Luciana pun menoleh ke arah Irene.
Luciana berdecak saat melihat siapa yang berdiri di sebelah Irene. “Jalang rumahan,” umpatnya dengan pelan, tapi masih dapat didengar Thomas.
“Jaga bicaramu, Luciana!” geran Thomas.
Mendengar itu Luciana hanya mendelik tak suka pada pria itu.
“Sayang, tolong kamu bawa Irene ke rumah. Nanti aku akan menyusul,” uhar Thomas pada sang istri.
Wanita yang berdiri di sebelah Irene pun mengangguk.
Wanita bernama Anita itu tersenyum pada Irene. "Ikut Tante ke rumah, yuk!” ajak wanita itu dengan penuh kelembutan.
Luciana yang mendengar nada bicara Anita pada Irene pun mulai jengah, wanita itu menatap sinis pada keduanya.
“Bawa saja dia, tapi ingat kalian tetap tidak akan bisa membuat anak tidak guna ini berlama-lama di rumah kalian!” ketus Luciana.
Thomas langsung menatap tak suka pada wanita itu. “Sebaiknya kamu diam, Luciana!” ujar Thomas yang hanya dibalas dengan dengusan kesal dari Luciana.
Irene pun mengangguk lirih, ia sudah tidak sanggup lagi untuk mengeluarkan suara. Tubuhnya sudah sangat lemah, bahkan wanita yang mengajak Irene ikut dengannya rela tubuhnya sedikit basah karena wanita itu merangkul tubuh Irene.
Thomas pun ikut keluar dari rumah Luciana yang bisa dikatakan bukan rumah, tetapi neraka. Thomas membantu Anita dan Irene untuk masuk ke dalam mobilnya.
Setibanya di rumah, wanita itu membantu Irene membersihkan tubuhnya. Sementara Thomas izin kembali ke kantor karena masih harus mengurus beberapa dokumen. Anita menatap iba pada gadis yang ia tolong itu. Tanpa sengaja wanita itu menyentuh bekas luka yang ada di punggung Irene. Luka yang sepertinya belum lama dibuat.
"Apakah ini sakit?" tanya wanita itu dengan mata berkaca-kaca.
Irene menggelengkan kepalanya. "Bahkan aku lupa akan rasa sakitnya, Tante." jawab lirih Irene.
Wanita itu mendekap mulutnya dengan satu tangannya. Tanpa berkata lagi, ia pun keluar dari dalam kamar mandi. Wanita itu menangis, sungguh ia tidak sanggup melihat Irene menderita seperti itu. Cukup lama wanita itu menangis, hingga akhirnya ia mengusap air matanya dengan sangat kasar.
Wanita itu bergegas beranjak dari dapur dan segera mencari kotak obat P3K. Setelah menemukan kotak tersebut, segeralah ia bawa ke dalam kamar mandi. Namun langkahnya terhenti saat melihat Irene sudah keluar dengan handuk yang melilit di tubuhnya.
Wanita itu tersenyum kaku. "Sini, duduklah!" pinta wanita itu.
Irene hanya menurut dan tidak membantah. Setelah melihat Irene duduk, wanita itu pun langsung mengobati luka yang masih basah yang ada di punggung Irene. Ada beberapa luka cambukan di punggung gadis belia itu. Dengan tangan sedikit gemetar, wanita itu mengolesi salep pada luka tersebut.
"Siapa yang melakukan ini, Ren?" tanya wanita itu.
"Mama," jawab Irene dengan lirih.
Wanita itu menghentikan gerakannya sejenak, matanya terpejam saat mengetahui siapa pelakunya. Setega itu seorang ibu menyiksa putrinya sendiri.
"Kenapa Irene gak pernah cerita sama Tante? Bukankah Tante sudah pernah bilang pada Irene, kalau…"
"Irene tidak ingin merepotkan orang lain," potong Irene dengan suara terkesan datar dan dingin.
Wanita itu menghela nafasnya. "Tapi aku bukan orang lain, aku ibumu juga!" ucap lirih Anita.
Irene tersenyum miris. "Ibu tiri," jawabnya membenarkan ucapan wanita itu.
Wanita itu pun memejamkan matanya sejenak. "Iya, aku adalah ibu tirimu. Tapi aku sangat menyayangimu, seperti aku menyayangi putri kandungku sendiri." jawab wanita itu seraya tersenyum getir.
Malam ini Irene terpaksa menginap di rumah wanita yang diketahui sebagai ibu tirinya. Wanita bernama Anita itu adalah istri kedua dari sang ayah. Anita memaksa Irene untuk menginap di rumahnya, awalnya Irene menolak. Akan tetapi setelah sang ayah menghubungi Anita dan berbicara pada Irene. Akhirnya gadis itu pun menurut dan mengiyakan apa yang dipinta sang ayah. Ayah bernama Thomas, dan sang mama bernama Lusiana. Ayah Irene memutuskan menikah lagi disaat sang mama sedang berada di puncak kejayaannya. Ya, mamanya Irene adalah wanita pekerja keras yang gila bekerja.
Mungkin itulah salah satu alasan mengapa ayah Irene memilih menikah lagi. Mungkin karena kesibukan sang mama membuat sang ayah merasa kesepian dan memilih menikahi Anita. Anita sendiri adalah mantan kekasih ayah Irene saat dulu maaih duduk di bangku sekolah menengah atas. Pikir Irene dalam lamunannya.
Ketika Thomas menikahi Anita, wanita itu sudah berstatus seorang janda anak satu. Usia anak Anita terbilang cukup jauh dengan Irene, usia mereka hanya berjarak lima tahun. Karena saat itu Anita menikah di usia dua puluh tahun. Satu tahun menikah Anita sudah melahirkan putranya dan Anita menjadi janda saat usianya menginjak usia 33 tahun. Empat tahun menjadi janda dengan anak tunggal bernama Julian Reksa Samudera, hingga akhirnya Tuhan mempertemukan Anita dan Thomas.
Saat Thomas meminta Anita menjadi istri keduanya, Anita sempat menolak. Namun setelah mendengarkan alasan Thomas mengajaknya menikah, membuat Anita kembali memikirkan ajakan pria itu. Anita merasa begitu iba pada kehidupan rumah tangga Thomas. Bukan hanya memikirkan hal itu, Anita lebih memikirkan nasib putri semata wayang Thomas yang sering mendapat perlakuan kasar dari istrinya itu.
Namun nyatanya Irene sangat kecewa pada keputusan sang ayah saat mengetahui sang ayah menikah lagi. Saat pertama kali Thomas membawa Anita dan putranya yang sudah berusia 17 tahun ke rumah mereka, Irene langsung menatap keduanya dengan penuh kebencian. Irene yang berusia 12 tahun saat itu sangat paham apa yang terjadi pada kedua orang tuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments