HIRAETH (Kerinduan)

HIRAETH (Kerinduan)

Kecewa

Sakit hati akan sebuah kebohongan dan pengkhianatan, mungkin sudah sering orang lain rasakan. Bahkan karena merasakan rasa sakit itu, orang banyak yang merubah sikap dan perilakunya. Bahkan karena rasa sakit hati itu, mampu merubah jiwa seseorang menjadi gelap dan sulit untuk disentuh. 

Akankah rasa sakit itu juga mampu merubah sikap seorang gadis bernama Irene? Gadis cantik, namun karena penampilannya yang terlalu biasa saja. Membuat kecantikannya tertutup oleh kacamata dan rambut yang selalu di kuncir olehnya. Kadang Irene menguncir rambutnya dua sisi, terkadang hanya menguncir satu seperti buntut kuda. 

Irene berjalan menelusuri lorong sekolahnya, pelajaran telah usai sejak satu jam yang lalu. Gadis itu sengaja pulang belakangan, karena hari ini ia ingin menemui sang kekasih yang sedang mengikuti kegiatan ekskul futsal. 

Dengan senyum di wajah yang tidak pernah pudar, gadis itu terus berjalan menuju ruangan tempat berkumpulnya anak-anak futsal. 

Beberapa langkah lagi ia akan tiba di ruangan tersebut. Namun langkahnya terhenti saat gendang telinganya menangkap suara yang begitu familiar. Irene memperlambat langkahnya, dengan hati-hati ia menajamkan indra pendengarannya agar dapat lebih jelas apa yang sedang dibicarakan. 

"Terus bagaimana dengan Irene. Kalau loe masih berhubungan sama si Nancy, White?" 

[Deg…]

Jantung Irene seketika berhenti berdetak, dadanya pun terasa mulai sesak. Kedua matanya mulai berembun, jika gadis itu berkedip maka air matanya akan jatuh. Perlahan Irene kembali menajamkan pendengarannya saat suara familiar itu kembali berucap. 

Pria bernama White yang diketahui sebagai kekasih Irene itu pun terkekeh. 

"Loe 'kan tahu, kalau gw nerima cintanya si cupu itu karena terpaksa. Itu juga Nancy yang minta, dia bilang kasihan sama si cupu itu yang selalu mengharapkan cinta gue. Asal kalian tahu nih, ya! Selama gue pacaran sama dia, jujur aja gue jijik banget harus berpura-pura bucin sama si cupu itu. Irene itu, gue ibaratkan sebagai pelampiasan gue aja. Kalau gue lagi ribut sama si Nancy," White berkata sambil tertawa kecil. 

"Jujur aja, gue dan Nancy sangat nyesel udah kenal sama dia. Asli, hubungan gue sama Nancy jadi sering keganggu semenjak dia hadir dalam hubungan gue dan Nancy. Gara-gara si cupu itu juga kadang hubungan gue dan Nancy sering tidak baik," tambah White dengan perasaan kesal saat mengingat momen bahagianya bersama Nancy jadi terganggu karena Irene. 

Semua yang ada di ruangan itu pun tertawa mendengar penuturan White. Entah ada berapa orang di dalam sana. Yang jelas Irene dapat dengan jelas mendengar apa yang baru saja dikatakan White. Sakit, tentu. Hancur, lebih dari itu. Mungkin saat ini Irene sudah tidak ada harapan lagi terhadap sosok White. Sosok yang sudah dikira rumah kedua olehnya, setelah rumah pertama yang dimiliki kini telah berubah menjadi neraka. 

"Hahaha… ternyata loe brengsek juga ya, White. Parah loe cuma jadiin si Irene pelampiasan loe aja," cetus si A

"Kalau gue jadi si Irene, gue bakalan nonjok muka loe. Kalau perlu gue aduin loe ke orang tua gue," sahut si B. 

"Eh, ngomong-ngomong soal orang tua. Memangnya Irene punya orang tua? Yang ambil rapot saja dia sendiri," celetuk si A lagi seraya tertawa. 

Irene semakin merasakan sakit kala mereka semua mengejeknya dengan membawa kedua orang tuanya. Air mata sudah tidak dapat dibendung lagi. Irene membekap mulutnya dengan kedua tangannya saat ia hendak mengeluarkan sesak dalam dadanya. 

"Sepertinya dia sudah dibuang sama kedua orang tuanya. Malu punya anak kaya dia. Secara penampilannya udah kaya upik abu," celetuk White yang membuat semua yang ada di dalam ruangan itu tergelak terbahak-bahak. 

Cukup! Irene mengepalkan kedua tangannya, pria itu sudah sangat keterlaluan terhadap dirinya. Irene tidak habis pikir kalau White akan berkata seperti itu. Tidak ada yang lebih menyakitkan bagi Irene dibandingkan dengan dikhianati pasangannya. Hal ini terjadi karena White  termasuk orang terdekat Irene yang sudah begitu dipercaya oleh gadis itu. Saat mengetahui fakta bahwa dirinya sudah dikhianati, maka kepercayaan terhadap pria itu saat ini sudah mulai luntur.

Perasaan sedih, kecewa, dan marah yang kini sedang dirasakan Irene akibat dikhianati oleh White. Seharusnya Irene menyadarinya sejak awal, kalau seorang pengkhianat itu memiliki dua muka yang terlihat baik di depannya, namun memiliki sifat berbeda saat di belakang dirinya. 

Karena rasa sakit itu, Irene ingin White tahu kalau dirinya tidak lemah dengan apa yang telah dilakukan oleh pria itu. Irene menghapus air matanya dengan kasar. Lalu ia pun akhirnya keluar dari persembunyiannya. Membuat semua yang ada di ruangan tersebut terkejut saat melihat kedatangan Irene dengan mata sembab dan sangat terlihat kacau. 

"I-Irene," White langsung berdiri dari duduknya saat melihat kedatangan gadis yang sedang dibicarakannya oleh kelima temannya. 

Irene berjalan cepat menghampiri White dan….

[Plak…] 

Sebuah tamparan sukses membuat wajah White menoleh dengan kasar. Jejak telapak tangan Irene tercetak jelas di wajah putih pria itu. Semuanya tercengang melihat apa yang telah dilakukan oleh Irene. Bahkan mereka bisa melihat aura kemarahan dalam diri Irene. White memegang pipinya yang ditampar oleh Irene. Tatapan matanya menyorot tajam pada gadis yang ada di hadapannya itu. 

"Kamu…," 

"Kenapa? Masih kurang?" potong Irene yang terlihat begitu marah. 

White bergeming dengan rahang mengeras. 

"Loe benar-benar brengsek, White!" teriak Irene. 

White kembali tercengang mendengar ucapan Irene, baru kali ini White mendengar Irene berkata sarkas seperti itu. Tanpa ia sadari kalau Irene sudah mendengar obrolannya bersama kelima temannya  di ruangan itu. 

"Loe pria terbrengsek yang pernah gue kenal. Selamat loe udah berhasil bikin gue sakit hati atas apa yang udah loe ungkapkan tadi di hadapan mereka. Gue gak habis pikir sama loe, kenapa loe tega ngecewain gue. Tega loe ngelakuin hal ini ke gue. Apa salah gue, White?" Irene kembali berteriak. 

[Deg…] 

White tersentak mendengar ucapan Irene. White bergeming, ia baru menyadari kalau gadis dihadapannya ini sudah mengetahui semuanya. Irene mendengar semuanya, pikir White. 

Irene tertawa miris dengan air mata yang terus mengalir di wajahnya. Namun dengan cepat ia menghapusnya dengan tangannya secara kasar. 

"Gue pikir rumah kedua yang selama ini  gue singgahi tidak akan sama dengan rumah pertama. Tetapi nyatanya, kedua rumah itu sama-sama telah berhasil membuat diri gue hancur!"  lirih Irene dan tatapan kekecewaan pada sosok White.

Irene menatap lekat mata hazel milik White. "Terima kasih. Karena akhirnya loe mau jujur, walau gak langsung di hadapan gue. Terimakasih atas luka yang udah loe kasih ke gue hari ini. Terimakasih juga untuk waktu loe selama satu tahun ini yang udah jadiin gue bahan pelampiasan loe, disaat loe sedang gabut dan sedang bertengkar sama pacar loe itu." tambah Irene dengan suara lirih yang tercekat oleh sesak. 

Irene menghela nafasnya kasar. "Loe masih pacaran sama Nancy 'kan? Hubungan loe sama dia juga terganggu karena adanya gue kan? Kalau begitu gue gak akan pernah mengganggu hubungan kalian berdua lagi.  Karena mulai hari ini kita bukan siapa-siapa lagi. Anggap kita gak pernah berhubungan apapun, anggap saja kita adalah murid yang hanya beda kelas dan gak pernah kenal sama sekali. Sekali lagi gue ucapin terima kasih, karena loe udah berhasil bikin gue masuk ke dalam permainan loe bersama Nancy," 

Tanpa berkata lagi, Irene langsung meninggalkan White dan kelima temannya itu. White masih bergeming, entah kenapa mendengar semua ucapan Irene hati White merasa begitu nyeri. Hingga tanpa sadar White mengangkat tangannya dan menyentuh dada kirinya, tubuhnya pun langsung terduduk di kursi dengan begitu kasar. Membuat kelima temannya terkejut dan langsung memegangi bahu White.

"White, loe gak apa-apa?" tanya si A sedikit khawatir pada temannya itu. 

White tidak menjawab, pandangannya terlihat kosong. Semua ucapan Irene masih terngiang di pikirannya, bahkan White merasa kalau Irene masih terus menatapnya dengan sorot mata yang begitu tajam. White mulai tersadar dari diamnya saat salah satu temannya menepuk pundaknya. 

White mengusap wajahnya kasar, ia masih bingung harus bagaimana. Bukankah seharusnya ia senang, kalau pada akhirnya Irene tahu yang sebenarnya. Bukankah memang seharusnya Irene tidak pernah hadir dalam kehidupannya. Hingga hubungannya dengan Nancy baik-baik saja dan pasti gadis itu juga akan merasa senang, kalau akhirnya hubungan mereka tidak ada gangguan lagi. 

Semenjak White berpacaran bersama Irene, sering kali Nancy memandang remeh pada Irene. Nancy juga selalu mengatakan pada teman sekelasnya, kalau Irene merebut  White dan sangat terobsesi pada kekasihnya itu. Hingga tidak jarang kalau Irene sering terkena bullying oleh teman-temannya Nancy  setelah pulang sekolah, dan itu semua tanpa sepengetahuan White.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!