Venus melangkah dengan riang menuju meja makan, disana sudah ada Reino yang sedang menyantap sarapannya, tapi kali ini tak terlihat sosok Liana, ... ah, lupakan nenek sihir itu, kehadirannya hanya membuat suasana menjadi buruk. Begitulah yang ada dipikiran Venus saat ini.
"Selamat pagi, Tuan Muda." Venus tersenyum sembari mendudukkan tubuhnya di samping Reino.
"Pagi! Sepertinya kau bahagia sekali pagi ini?" Reino memandang heran Venus.
"Tentu saja! Hari ini aku akan mulai bekerja." Venus begitu bersemangat.
"Sebegitu bahagianya kau hanya karena akan bekerja? Sampai bibirmu itu tak berhenti tersenyum." Reino meledek Venus.
"Iya, karena ini adalah impianku dari dulu. Tapi aku nggak pernah mendapatkan kesempatan." Venus tertunduk sedih.
"Kenapa begitu?" Reino menatap menyelidik.
"Karena mereka hanya menyuruhku mengerjakan pekerjaan rumah dan tidak memperbolehkan aku bekerja keluar." Sudut mata Venus mulai basah, dia membayangkan hari - harinya di kediaman Winata yang diperlakukan seperti pembantu.
"Apakah keluargamu memperlakukanmu dengan buruk?" Reino semakin penasaran, dia menatap lekat wajah cantik yang sendu itu.
"Begitulah." Venus menyeka setitik cairan bening yang lolos dari pelupuk matanya, Reino merasa semakin kasihan kepada gadis itu.
"Apa kau ingin aku membalas mereka untukmu?"
"Haaa ...? Tidak ... tidak usah! Biarkan saja mereka." Venus menjadi gugup, dia masih berusaha menyimpan dendamnya dari Reino.
Biar aku saja yang membalas dendam kepada mereka, kau tak perlu ikut campur, Tuan Muda.
"Baiklah, kalau begitu hiduplah dengan baik mulai sekarang, jangan pikirkan apapun!" Reino mengalihkan pandangannya dari Venus dan mengambil sesuatu dari saku celananya.
"Iya, aku akan berusaha hidup dengan baik sampai kema ...." Kata kata Venus terhenti seperti tercekat dilehernya saat tatapan tajam Reino mengarah kepadanya.
"Bukankah aku sudah memperingatkanmu!" Reino berbicara dengan nada pelan tapi penuh penekanan.
"Maaf ... aku kelepasan." Venus tertunduk menyesal.
"Jangan ulangi lagi! Ini ambillah!" Reino memberikan sebuah ponsel keluaran terbaru dengan lambang buah apel digigit yang sengaja dia beli untuk Venus.
"Ini untukku?" Venus membulatkan matanya sempurna, dia seakan tak percaya dengan apa yang Reino berikan untuknya. Dia tau harga ponsel itu pasti tidak murah.
"Bukan! Itu untuk Erik!"
"Lalu kenapa kau memberikannya kepadaku? Kau kan bisa memberikan kepadanya secara langsung? Kau mau pamer ya?" Venus menjadi kesal.
"Wah ... ternyata kau cerewet sekali ya?" Reino menggeleng - gelengkan kepalanya.
Venus hanya diam membisu, dia meletakkan ponsel itu di atas meja dan menyantap sarapannya dengan cepat dengan wajah cemberut. Reino hanya terkekeh melihat ekspresi menggemaskan gadis itu. Venus yang merasa ditertawakan, memandang Reino dengan tatapan tak bersahabat.
"Apa yang lucu?"
"Kau!" Jawab Reino singkat.
"Aku?" Venus menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuk, memandang Reino bingung.
"Iya, kau masih saja bertanya ponsel ini untuk siapa? Sudah jelas - jelas aku memberikannya kepadamu. Ya ... berarti itu untukmu." Reino masih terkekeh sambil meggeleng gelengkan kepalanya.
"Kau ini menyebalkan!" Venus mencebik sebal.
"Aku telah menyimpan nomor teleponku diponselmu, hubungi aku bila kau membutuhkan bantuannku."
Venus tersenyum dan langsung meraih kembali ponsel yang dia acuhkan tadi, saking senangnya dia sampai tak fokus dengan kata - kata Reino tadi dan masih bertanya ponsel itu untuk siapa. Dasar Venus!
"Hari ini kau akan ke kantor polisi untuk memberi kesaksian, kita akan pulang lebih awal."
"Siap Bos!" Venus meletakkan telapak tangannya di samping pelipis seperti memberi hormat, Reino hanya tersenyum melihat tingkah istrinya itu.
Dari lantai atas, Liana memandang kedua pasangan itu dengan perasaan geram. Dia sengaja tidak turun untuk makan karena tidak ingin bertemu Venus, dia nggak ingin moodnya menjadi semakin buruk jika bertemu gadis itu.
Aku sudah nggak sabar melihat ajal menjemputmu, dasar wanita sialan!
Nikmatilah hidupmu yang singkat ini.
Kau akan berakhir menyedihkan.
***
Mobil yang ditumpangi Reino dan Venus tiba di parkiran gedung Grafika Grup, ini untuk pertama kalinya Venus menginjakkan kaki ke kantor milik suaminya itu.
Semua mata tetuju kepada mereka berdua yang berjalan beriringan, ada beberapa orang berbisik dan bertanya - tanya siapa Venus. Mereka menaiki lift khusus petinggi, lalu berhenti dilantai 5 tempat dimana ruangan Reino dan ruangan Venus nanti. Reino memanggil sekretarisnya yang bernama Alvin agar membantu Venus dihari pertama dia bekerja.
"Kalau ada yang mau kau tanyakan atau butuhkan, katakan saja padanya." Reino menunjuk Kevin yang beridiri dihadapannya dan Venus.
"Baik!" Venus mengangguk pertanda setuju.
"Bekerjalah dengan baik!" Reino tersenyum kepada Venus kemudian melangkah masuk ke dalam ruangannya.
Alvin yang melihat Reino tersenyum dengan manis kepada Venus, sedikit merasa aneh, karena setelah sekian lama dia menjadi sekretaris Reino, baru kali ini dia melihat bosnya itu tersenyum kepada karyawannya. Alvin tak henti - hentinya memperhatikan Venus dari ujung kepala sampai ujung kaki, Venus yang menyadari hal itu merasa tidak nyaman.
Sebenarnya wanita ini siapa?
Dimana Tuan menemukannya?
"Hei ... kamu kenapa?" Venus membuyarkan lamunan Alvin, pria itu buru - buru memalingkan pandangannya kesembarang arah.
"Emm ... nggak ... kenalin aku Alvin." Alvin menjadi gugup, dia segera mengulurkan tangannya, memperkenalkan diri untuk mengalihkan pembicaraan.
"Aku Venus! Mohon bimbingannya." Venus tersenyum sembari menyambut uluran tangan Alvin.
"Dengan senang hati! Mari aku jelaskan apa saja tugasmu sebagai asisten Tuan Reino."
Venus hanya mengangguk dan mengikuti Alvin keruangannya, pria itu menjelaskan banyak hal kepada Venus, sepertinya gadis itu snagat pintar, karena dia dapat mengerti dengan cepat apa yang dijelaskan oleh Alvin. Mereka menjadi sangat akrab walaupun baru kenal beberapa jam saja, sesekali Alvin yang humoris tak sungkan untuk melemparkan lelucon hingga membuat Venus terbahak - bahak.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan jam makan siang, tiba tiba ponsel Venus berdering nyaring, buru - buru gadis itu meraih ponselnya yang berada diatas meja kerja Alvin.
Seketika mata Venus melotot melihat layar ponselnya yang tertera nama si penelpon, disana tertulis SUAMIKU TERCINTA.
Apa - apaan dia?
Apa harus dia menyimpan nomornya dengan nama seperti itu?
Akhirnya setelah deringan ke 3, Venus baru menjawab panggilan masuk dari Reino itu.
"Hallo!"
"Tunggu aku diparkiran sekarang juga!" Reino
"Kita mau kemana?" Tanya Venus bingung, bukankah ini belum jam pulang kantor.
"Kita akan makan siang, lalu kekantor polisi, apa kau lupa?" Reino
"Oh, iya ... iya ... aku lupa! Ok, aku segera kesana." Venus menepuk jidatnya pelan.
Setelah panggilan itu terputus, Venus berpamitan kepada Alvin, dia berasalasan ada keperluan mendadak dan harus segera pulang lalu gadis itu meninggalkan ruangan Alvin dengan tergesa - gesa.
Alvin mengiyakan, tanpa bertanya lebih lanjut tapi hatinya penasaran, mengapa Venus yang baru masuk hari ini bisa sebegitu gampangnya izin pulang sebelum jam kantor berakhir.
Sebenarnya dia siapanya Tuan Reino?
Dia tiba - tiba hadir dan menggantikan Dira.
Sekarang dia mendapat izin pulang lebih awal dihari pertama bekerja.
Bahkan tadi Tuan Reino bisa tersenyum begitu ramah kepadanya.
Sekedar informasi, Dira itu adalah asisten Reino yang sekarang sudah dipindahkan ke kantor cabang Grafika Grup karena posisinya digantikan oleh Venus.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Riska Wulandari
bibit bibit kebucinan Reino udah tumbuh..
2021-12-20
1
Adriana Bulan Juk Hat
udah ad dikit bucinx reino😆😆
2021-08-05
1
Ninin
Seneng banget liat Reino yg baik dan perhatian sma Venus
2021-07-14
1