Pagi ini Liana dan Reino sedang menikmati sarapannya di meja makan, tapi tak tampak Venus disana.
"Ina, dimana wanita itu?" Reino bertanya kepada pelayan yang bernama Ina itu tanpa menoleh kepadanya .
"Sepertinya masih di kamar, Tuan." Ina menjawab sambil menundukkan kepalanya.
"Panggil dia untuk sarapan!"
"Tidak perlu! Aku sudah disini!" Venus melangkah pelan mendekati meja makan.
"Baguslah, aku nggak ingin ada orang yang kelaparan dirumah ini!" Reino berbicara tanpa memandang Venus yang telah duduk disampingnya.
Dia tau Venus belum makan dari tadi malam, karena pelayan mengatakan Venus nggak terlihat keluar kamar.
"Kelaparan atau tidak, aku tetap akan segera mati. Bukankah begitu Tuan Muda?" Venus hanya melirik Reino sambil mengoleskan roti dengan selai stroberi diatasnya.
"Kau sudah tau apa alasannya kau ada disini?" Reino menautkan kedua alisnya dan memandang lekat Venus.
"Iya, aku sangat tau!"
"Kalau begitu mainkan peranmu dengan baik dan jangan menyusahkan putraku!" Suara Liana menyambar telinga Venus, membuat gadis itu tertawa sarkas.
"Hahaha ... menyusahkan katamu, Nyonya?"
Reino dan Liana bingung melihat Venus yang tertawa seperti itu.
"Kalianlah yang sudah manyusahkan hidupku, menjadikanku Kambing Hitam demi menghindari kutukan itu." Venus berkata pelan namun penuh penekanan.
Byuuurrr ......
"Jaga bicaramu wanita murahan!" Liana berdiri dan menyiramkan segelas air kewajah Venus.
Reino terkesiap melihat tindakan Mamanya itu.
"Ini caramu memperlakukan menantumu, Nyonya?" Venus memandang sebal Liana, sambil menyeka air diwajahnya.
"Aku tak sudi mempunyai menantu murahan sepertimu!" Liana memasang ekspresi jijik dan memalingkankan wajahnya dengan angkuh.
"Kalau begitu ceraikan saja aku! Aku pun tak sudi berada dikeluarga yang penuh kutukan ini."
"Beraninya kau wanita sialan!" Liana semakin geram.
Brraaak ......!
"Cukup! Hentikan ini!" Reino menggebrak meja dihadapannya membuat Venus maupun Liana tersentak kaget.
"Sudahlah, Ma!"
"Dan kau, jaga sopan santunmu dihadapan Mamaku!" Reino mengarahkan jari telunjuknya kedepan wajah Venus.
"Kenapa aku harus menjaganya?" Venus memasang wajah lugu.
"Karena dia adalah mertuamu!" Reino menajamkan tatapannya ke Venus.
"Kau tidak dengar tadi? Dia tidak sudi mempunyai menantu sepertiku." Venus tersenyum sinis.
Reino membuang nafasnya kasar, mencoba menahan emosi yang menjalar diotaknya, bagaimana pun juga Venus benar, Liana juga bersikap tidak baik pada gadis itu, jangan salahkan dia kalau dia membalasnya.
"Aku penasaran, bagaimana kalau seluruh dunia tau bahwa keluarga Brahmansa menjadikan seorang gadis sebagai tumbal dan memperlakukannya dengan buruk." Venus meletakkan jarinya didagu seolah olah sedang berfikir.
Reino dan Liana terkesiap mendengar kata kata Venus, mereka sadar bahwa Venus sedang berusaha mengancam mereka.
"Apa maumu?" Reino menatap Venus dengan rasa penasaran bercampur geram.
"Kau sedang ingin mengabulkan permintaan terakhir orang yang akan mati?" Venus memandang Reino dengan raut wajah yang dibuat sedih.
"Kau terlalu banyak basa basi!" Liana menengking dengan penuh emosi.
"Ssstt ... jangan mencampuri urusan rumah tangga putramu, Nyonya!" Venus meletakkan jari telunjuknya didepan bibir dan berbicara dengan nada pelan.
"Kaaauuuuu ...!" Liana hendak berjalan mendekati Venus, tetapi Reino menghentikannya.
"Apa yang kau inginkan?" Reino menatap Venus dengan sorot mata penuh amarah.
"Perlakukan aku dengan baik, berikan hakku sebagai istri dan kebebasan dirumah ini."
Kata-kata Venus berhasil membuat Liana semakin geram tapi dia tak berani bersuara karena Reino telah mengisyaratkannya untuk diam.
"Baiklah! Kau boleh melakukan apapun dirumah ini, tapi jangan menyentuh barang-barang di dalam lemari itu." Reino menunjuk sebuah lemari kaca yang dipenuhi barang barang antik.
"Kenapa? Kau takut jika aku menyentuh barang-barang itu lalu aku mati, maka barang-barang itu akan menjadi sial?" Venus memasang wajah sedihnya lagi, memandang Reino dengan tatapan ambigu.
Seketika Reino merasa iba mendengar kata-kata Venus, terlebih melihat tatapan mata gadis itu yang mulai sendu.
"Bukan begitu! Itu barang-barang antik peninggalan Kakekku, aku takut kau merusaknya." Reino melembutkan suaranya, seketika emosinya sirna begitu saja.
"Baiklah, Tuan Muda!" Venus melebarkan senyumannya lalu beranjak pergi dengan membawa sepotong roti yang telah dia olesi dengan selai stroberi dan sedikit air siraman dari Liana tadi.
Reino hanya memandang Venus yang melangkah menaiki anak tangga, ada rasa menyesal dihatinya karena melibatkan gadis itu didalam masalah keluarganya.
"Kenapa kau terlalu baik kepadanya?" Liana memandang sinis kepergian Venus.
"Sudahlah, Ma! Berhenti mempelakukannya dengan buruk!" Reino memandang Liana penuh harap.
"Apaaaaaa ...? Kau menyalahkan Mama?" Liana memekik tak terima dengan ucapan putranya itu.
"Ma, dia akan membocorkan rahasia ini ke publik. Aku bisa apa?" Reino terlihat frustasi.
Sebenarnya bukan itu alasan satu satunya Reino mengabulkan permintaan Venus, tapi dia juga merasa kasihan kepada gadis itu.
"Haaa ... Mama pusing!" Liana berlalu meninggalkan Reino yang masih terdiam di meja makan.
Kejadian pagi ini benar-benar membuat acara sarapan di kediaman Brahmansa berantakan, lalu bagaimana dengan besok?
Akan kah seperti ini setiap pagi?
***
Mentari siang sudah naik tinggi, panasnya mulai menyengat kulit. Venus yang merasa bosan segera keluar dari kamar untuk mencari udara segar.
Langkahnya terhenti di ujung anak tangga teratas saat mendengar suara berisik dilantai bawah, lalu seorang pelayan datang membawakan makan siang untuk Venus atas perintah Tuan Mudanya, karena Reino nggak ingin kejadian tadi pagi terulang lagi saat Venus dan Mamanya bertemu di meja makan untuk makan siang.
"Nona Muda, ini saya bawakan makan siang Anda." Pelayan itu menundukkan kepala dengan nampan berisi makanan dihadapannya.
"Ada siapa dibawah?" Venus terlihat penasaran dan tak memperdulikan makanan yang dibawa pelayan itu.
"Di bawah ada Nona Diana dan Nyonya Helen sedang berkunjung."
"Siapa mereka?" Venus semakin penasaran.
Sejenak pelayan itu terdiam, dia bingung harus mengatakan apa?
Dia takut salah bicara dan mendapat masalah, tapi Nona Mudanya sedang menunggu jawaban darinya.
"No ... Nona Diana adalah kekasih Tuan Muda." Ragu-ragu pelayan itu akhirnya menjawab pertanyaan Venus, dia pasrah dengan apa yang akan terjadi pada nya setelah ini.
"Oh, ya sudah bawa makan siangku ke kamar, aku mau menyambut tamu dulu." Venus melangkah pasti menuruni anak tangga.
Pelayan itu memandang kepergian Venus dengan perasaan takut.
Venus menghentikan langkahnya di tengah tangga dan tersenyum kepada orang-orang dibawah sana yang sedang memandangnya dengan tatapan tidak suka.
"Wah ... ada tamu rupanya, kenapa aku tidak diberitahu?" Venus tersenyum memandangai Diana dan Helen bergantian.
"Jadi ini si tumbal yang nggak tau diri itu?" Diana mendekati Venus dengan tatapan sinis.
"Walaupun aku tumbal dan akan mati, setidaknya saat ini akulah istri Tuan Muda dirumah ini. Jadi sebaiknya kau cukup tau diri." Venus tersenyum mengejek.
"Beraninya kau!" Diana melangkah menaiki anak tangga ingin menarik Venus, namun kakinya tersandung dan nyaris jatuh. Venus menangkap lengan Diana dan mencengkeramnya kuat hingga gadis itu tidak jadi jatuh.
"Tanganku sakit!" Diana mengaduh kepada Liana dan Helen.
"Lepaskan putriku!" Helen reflek berteriak.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Riska Wulandari
nahhh gini dong Veee..👍👍
2021-12-20
1
Ninin
Keren rupanya Venus gadis pemberani
2021-07-14
1
Becky D'lafonte
suka
2021-06-10
1