Luka dan Kebahagiaan

Wajah ketakutan Alex tampak terlihat memudar, ia pun segera menganggukkan kepalanya dan mendorong kursi rodanya pergi dari ruangan itu.

Liana tersenyum melihat pengertian Alex, ia pun mencari sesuatu dan menemukan kotak yang berisikan obat-obatan yang berada di atas meja.

Dengan segera, Liana juga mengambil satu handuk untuk membersihkan wajah Gadis itu, lalu Liana mengoleskan sebuah salep di setiap goresan luka yang ada di wajah Gadis itu.

Gadis itu pun tertidur sepanjang hari di sofa, sedangkan Liana dan Alex menghabiskan waktu mereka seperti biasa.

Dan tentu saja Alex sama sekali tidak melihat kearah gadis itu, ia tampak terlihat tidak memperdulikan gadis itu.

Sedangkan Liana justru dengan telaten membersihkan luka-luka gadis itu, ia bahkan menganti balutan luka serta membantu membasuh tangan dan kaki gadis itu.

Keesokan hari ....

Di pagi yang cerah...

Emmhhh

Gadis itu tampak membuka matanya, pandangannya tampak sedikit kabur dan membuat gadis itu memegang kepalanya.

"Ssttt .... Sakit," gumam gadis itu yang tampak terus memegangi kepalanya.

Setelah pandangannya mulai jernih, mata gadis itu mulai menyusuri seluruh dinding ruangan itu.

"Dimana ini?," gumam Gadis itu sambil mencoba untuk duduk.

Ruangan itu terlihat tampak begitu asing, lalu ia pun mencoba berdiri dan bersiap untuk berjalan.

Namun, saat kakinya ingin melangkah, ia mendengar suara gelak tawa di salah satu ruangan.

Dengan sedikit penasaran, gadis itu berjalan ke arah sumber suara.

Sesampainya di depan pintu, ia melihat seorang wanita tengah menghibur seorang pria yang sedang duduk di atas kursi roda.

"Dia terlihat sudah dewasa, wajahnya cukup tampan, dia juga memancarkan aura yang berbeda, tapi kenapa dia bisa berakhir di kursi roda?" batin gadis itu dengan penasaran.

Gadis itu melihat bahwa pria itu memasang wajah dasar, namun jika di amati lebih dalam, mata pria itu memancarkan sesuatu yang berbanding terbalik dengan ekspresi wajahnya.

"Ternyata dia pria yang tidak bisa jujur pada diri sendiri," batin gadis itu.

Gadis itu tampak tidak enak hati mengganggu keduanya, tapi mau tidak mau ia harus melakukan hal itu.

"Permisi ... " ucap gadis itu.

Liana dan Alex terkejut mendengar suara itu, keduanya spontan menoleh kearah sumber suara.

"Apa kau baik-baik saja nak?," ucap Liana yang berdiri dan menghampiri gadis itu.

Gadis itu terpaku mendengar pertanyaan yang di lontarkan Liana, ia tidak menyangka bahwa orang lain bahkan menanyakan hal sepele itu padanya.

"Tidak, kepala saya masih terasa begitu sakit," ucap gadis itu dengan pelan dan sopan, lalu ia pun memegang kepala belakangnya, lalu ketika ia melihat ujung jarinya, di sana terdapat noda darah yang masih segar.

"Sepertinya dia tidak melihat luka ini, apa aku boleh memberitahunya tentang luka yang ada di kepalaku?," batin gadis itu sedikit ragu.

Walau tidak bisa melihat ukuran luka itu, tapi ia bisa menebak bahwa luka itu cukup besar, karena efek yang di rasakan olehnya terasa begitu menyakitkan.

"Apa sebaiknya kita pergi ke rumah sakit?," tanya Liana dengan khawatir.

Namun, perkataan itu langsung di jawab oleh Alex, "Tidak!, jangan pergi ibu," ucap Alex dengan wajah yang terlihat sangat panik.

Spontan, hal itu membuat keduanya terkejut, gadis itu bahkan tidak mengira bahwa pria tampan itu memberikan reaksi yang berlebihan.

Ia merasa kasihan karena melihat ekspresi pemuda itu, "Sepertinya aku harus mengurungkan niatku," batin gadis itu.

Gadis itu pun langsung tersenyum, "Benar, sepertinya tidak perlu ... saya juga akan segera pergi dari sini," ucap gadis itu menolak dengan halus dan sopan.

Liana yang mendengar penolakan itu hanya bisa menghela nafas pelan, "Apa Alex dengar?, dia mengatakan tidak, jadi Alex tidak perlu panik lagi," ucap Liana sambil tersenyum manis.

Seketika, wajah panik itu tak terlihat lagi, bahkan Alex mengangguk dan langsung melihat keluar jendela.

Arti yang di berikan Liana adalah jangan terlalu panik dan takut, karena ketika Alex menolak, gadis itu pun langsung terlihat tak enak hati dan ikut menolak ajakan ibunya, yang berarti gadis yang ada di hadapan mereka tidaklah berbahaya.

Liana menghampiri gadis itu, "Mari kita bicara di luar saja," ajak Liana sambil memapah tubuh gadis itu.

Keduanya berjalan perlahan kearah sofa, dan Liana dengan hati-hati menaruh tubuh gadis itu untuk duduk di sofa, lalu Liana juga ikut duduk di samping gadis itu.

Gadis itu langsung memutar tubuhnya kesamping, sehingga membuat mata keduanya saling bertemu, "Bagaimana saya bisa ada di sini?," tanya gadis itu dengan sangat penasaran.

Liana yang mendengar pertanyaan itu merasa sedikit binggung, "Apa kau tidak ingat?, pagi itu kau mengetuk pintu rumah kami dan tiba-tiba saja kau pingsan," ucap Liana dengan menaikkan satu alisnya.

Gadis itu merasa sedikit binggung, karena ia teringat bahwa terakhir kali ia masih berada di mansion.

"Tidak," jawabnya sambil menggelengkan kepalanya dengan pelan.

Liana pun mengerti dan tidak heran lagi, karena setelah gadis itu mengetuk pintunya, gadis itu langsung jatuh pingsan, dan hal itu pasti membuatnya kebingungan, begitulah yang di pikirkan Liana.

Lalu, Liana pun mulai menceritakan pertemuan pertama mereka, bahkan ia menjelaskan dengan sangat rinci, tapi ada beberapa adegan yang tidak di ceritakan oleh Liana.

Gadis itu mendengarkan dengan serius, ia bahkan tercengang mendengar perkataan Liana, "Tidak mungkin, saya bahkan tidak mengingat apapun," ucap gadis itu dengan mengernyitkan dahinya.

"Tapi itulah yang terjadi, lagipula hal yang wajar jika kau tidak mengingatnya." balas Liana yang mencoba menyakinkan gadis itu.

Gadis itu tampak mulai berpikir, "Sudah berapa lama saya tidak sadarkan diri?," tanya gadis itu dengan pelan.

"Satu hari satu malam," jawab Liana.

Gadis itu pun mulai menundukkan wajahnya, "Maaf, karena saya sudah menganggu waktu anda dan anak anda," ucap gadis itu penuh sesal.

Liana yang mendengar itu pun tersenyum tipis, "Kau tidak perlu begitu formal padaku, kau bisa memanggil ku ibu, seperti panggilan yang dilakukan anakku," ucap Liana dengan cepat.

Walau baru berbicara sebentar, Liana merasa tenang dan damai ketika berbicara pada gadis yang ada di hadapannya.

Hatinya bahkan mengatakan untuk tidak membiarkan gadis yang di hadapannya itu pergi.

Jadi, Liana yang selalu mempercayai kata hatinya, berusaha mengakrabkan diri pada gadis itu.

Entah kenapa, kali ini ia sangat mempercayai hal itu, "Aku mohon untuk yang terakhir kalinya," batin Liana.

Gadis itu terkejut mendengar perkataan Liana, ia bahkan tidak menyangka bahwa orang asing yang telah menyelamatkannya justru menyuruhnya memanggil ibu.

"i-ibu bisa memanggil ku Claire," ucap Claire dengan sedikit terbata-bata.

Walau sedikit sulit, tapi Claire orang yang sangat menghargai niat baik orang lain.

Karena, Claire sendiri sangat ingin merasakan kasih sayang seorang ibu, ia juga tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.

Claire melihat betapa tulusnya ibu yang ada di depannya mengurus anaknya yang mengalami cacat fisik, karena itulah, ia juga tidak ragu untuk menyetujui panggilan sakral itu pada orang yang ada di depannya.

Liana yang mendengar itu merasa sangat senang, ia tidak henti-hentinya tersenyum mendengar sebutan yang keluar dari mulut Claire.

"Ibu ingin bertanya, bagaimana kau bisa mendapat luka seperti itu Claire?," ucap Liana yang beranjak dari tempat duduk dan langsung menghampiri Claire.

Claire tampak terdiam, ia melihat Liana mulai memegang wajahnya seperti tengah memeriksa sesuatu.

Tapi, Claire justru membiarkan Liana melakukan hal apapun padanya.

Liana bahkan memegang kepala Claire, ia menyingkirkan rambut Claire sedikit demi sedikit.

"Yaampun, Claire!" teriak Liana dengan keras.

Alex yang ada di ruangan sebelah tersentak mendengar teriakan itu, ia dengan cepat mendorong kursi rodanya menuju ruang keluarga.

Dari pintu ruangannya, Alex melihat Liana tengah berdiri di belakang gadis itu, ia bisa juga melihat wajah sang ibu tampak begitu pucat.

"Ada apa Bu?," tanya Alex yang terus mendorong kursi rodanya.

Sontak saja, Liana langsung melihat kearah sang anak, "Alex, tolong ambilkan kotak yang ada di atas meja itu," ucap Liana sambil menunjukkan kotak yang ada di dekat Alex.

Alex pun dengan cepat mengambil kotak itu dan langsung menyerahkannya pada Liana.

"Kenapa kau tidak mengatakannya pada ibu?, pantas saja kau mengatakan bahwa kepalamu masih terasa sakit," ucap Liana dengan wajah yang sangat khawatir.

Claire tampak terdiam, lalu ia pun menengadahkan kepalanya sehingga membuatnya bisa melihat wajah pucat Liana. Claire bisa melihat bahwa Liana tampak begitu khawatir karena melihat luka yang ada di kepalanya.

"Kenapa aku merasa senang setelah melihat wajah panik ibu?," batin Claire dengan wajah yang terus memandangi Liana.

Cairan bening yang menumpuk sudah tak terbendung lagi, air mata itu mulai jatuh satu persatu dari kelopak mata Claire.

Entah mengapa, saat ini hati Claire terasa begitu bahagia, untuk pertama kali dalam hidupnya ia begitu di perhatikan oleh orang lain.

"Bolehkah aku merasa bahagia?," batin Claire.

Hwaaaa

Hiks

Hiks

Hiks

Claire menangis dengan sangat kuat, luka yang awalnya terasa begitu sakit bahkan mulai memudar secara perlahan-lahan.

Bersambung ...

Terpopuler

Comments

eka siti N

eka siti N

☺️ ditunggu untuk mampir juga ya "Mata Batin" terimakasih

2024-07-02

0

eka siti N

eka siti N

tiba" ada di tempat lain. kabur kah?

2024-07-02

0

Cahaya yani

Cahaya yani

semngt up ny thooorrr

2024-01-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!