Seusai makan, Bu Adriana duduk di sofa bermain ponsel, suaminya datang duduk di sebelahnya.
“Bu, sebaiknya jangan terlalu berharap untuk mereka, pernikahan ini hanya sementara, bisnis yang kita jalin bersama Pak Rafa tidak akan bertahan lama, pernikahan mereka hanya untuk perhatian perusahaan lain, membuat mereka segan pada perusahaan kita dan ayah Keisya, Ibu tau sendiri mereka hanya terpaksa merelakan putri mereka untuk membangkitkan perusahaannya yang sudah goya.” Ucap Pak Wira dengan serius.
“Tidak, bagaimana bisa kalian membuat anak anak mempermainkan pernikahan hanya karena bisnis.” Ucap Bu Adriana mengelak.
“Ibu tidak terlalu mengerti dengan hal ini, perusahaan kami saat ini harus tarik menarik satu sama lain untuk mencapai tujuan, dimana tujuan itu adalah perusahaan besar yang berada di puncak agar memberikan sahamnya kepada perusahaan, mereka tidak akan memberikan saham jika tidak ada bukti ikatan yang jelas dari perusahaan kita dan perusahaan Ayah Keisya. Maka dari itu hanya ini jalan satu-satunya untuk mencapai tujuan tersebut.” Ucap pak Wira menjelaskan.
“Tapi tidak ada salahnya jika mereka benar-benar mencintai satu sama lain, lagian Keisya adalah tipe menantuku,” ucap Bu Adriana.
“Itu biarlah menjadi takdir, jika mereka benar-benar berjodoh maka aku tidak akan ikut campur, tetapi jika mereka hanya menyakiti satu sama lain, lebih baik membiarkan mereka memutuskan hubungan, kita tidak akan memaksa mereka.” Ucap Pak Wira.
“Baiklah, tapi jangan pernah berani sengaja membuat mereka berpisah,” ucap Bu Adriana dan di angguki oleh suaminya.
Hari hari terlewati begitu saja, hidup mereka penuh dengan perdebatan, tiada hari tanpa perdebatan bahkan mereka sering beradu mulut di hadapan Yudha, dimana Yudha sudah terbiasa dengan hal itu.
“Sebaiknya aku ke apartemen ku, aku akan tenang, bahagia, tentram dan aman disana, aku sudah bosan dengan drama drama kalian,” ucap Yudha pergi dari sana.
Keisya diperintahkan oleh kedua orangtuanya menemani sang suami untuk bekerja, bahkan menyuruh Keisya untuk menjadi sekertaris untuk belajar mengurus perusahaan, Satya saat ini memimpin perusahaan cabang, sedangkan perusahaan utama dipegang oleh sang Ayah.
“Sekertaris macam apa kau ini, bahkan sangat pandai melawan atasan, pergilah dari sini, aku tidak membutuhkan sekertaris seperti mu,” ucap Satya.
“Hei, aku juga tidak ingin mempunyai atasan seperti kamu, dan asal kamu tau ini bukan keinginan ku, ini keinginan orangtuaku, jika tidak mana mungkin aku mau melihatmu,” ucapnya kesal.
“Bahkan kamu dijadikan pion,” ejek Satya.
“Hellooooo... Apa kamu tidak sadar diri,?ucap Keisya.
“Pecat saja aku jika kamu ingin di usir,” ucap Keisya membuat Satya sungguh kesal.
“Keluarlah,” ucap Satya pusing.
“Jangan sampai ada yang tau hubungan kita, jika itu terjadi aku tidak akan membiarkanmu bernafas lagi,” ucap Satya namun Keisya hanya mengabaikannya dan pergi.
“Ancaman yang membosankan, bahkan aku kadang mendengarnya 10 kali dalam sehari,” gumam Keisya.
Dua bulan kemudian, mereka sudah seperti terbiasa dengan hidup mereka yang penuh dengan perdebatan. Yudha menatap Satya yang cengar cengir membuatnya merasa ada yang salah dengannya.
“Apa kamu masih waras,?” tanya Yudha.
“Gajimu dipotong,” ucap Satya membuat Yudha membuatkan matanya.
“Hah? Gila,” ucap Yudha.
“Gajimu yang sudah di potong, dipotong lagi,” ucap Satya membuat Yudha memberhentikan mobilnya.
“Turun, aku akan mengundurkan diri,” ucap Yudha kesal.
“Yang sudah di potong-potong akan di potong lagi,” ucap Satya membuat Yudha semakin prustasi.
“Terserahmu, aku tidak membutuhkan uang,” ucap Yudha kembali melanjutkan perjalanannya.
“Apa kamu tau, dia tadi pagi ngiler hahahahhaa,” ucap Satya tiba tiba bercerita dan tertawa.
“Hah? Dia sungguh gila,” gumam Yudha.
“Dia bahkan tidak mau mengakuinya, padahal sudah sangat jelas ku lihat, apa kamu tau dia malah menuduhku mengerjainya dengan menggunakan air,” ucap Satya.
“Iya,” saut Yudha hanya mengiyakan sudah kesal dengan potongan-potongan.
“Jangan jutek seperti itu, gajimu akan ku lipatkan,” ucap Satya membuat Yudha menatap Satya dengan mata membinar.
“Jadi gajimu akan tetap sama, aku menghitungnya dari gaji potonganmu,” ucap Satya membuat wajah Yudha terlihat semakin kesal.
“Kenapa Nona tidak ikut? Apa kamu beneran memecatnya,?” tanya Yudha.
“Sudah jelas, kenapa kau mempekerjakan wanita bodoh seperti dia,” ucap Satya membuat Yudha hanya menggelengkan kepalanya.
“kamu yang bodoh, sangat bodoh, bahkan jika ada kata kata yang berada di bawah bodoh itu adalah kamu,” gumam Yudha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments