Dewa terbangun dari tidurnya, Vania ada di pelukannya masih terlelap. Keduanya tidak melakukan apapun selain berciuman. Dewa masih memegang janjinya untuk menyentuh Vania saat gadis itu telah siap. Dewa mengusap rambut Vania, ia mengecupnya sesekali.
"Vania..."
"Hmmmmhh" Vania menggeliat malas kedua lengannya masih melingkar di pinggang Dewa.
"Aku harus pergi sekarang" kata Dewa lembut.
Detik itu juga Vania seperti kembali berpijak ke bumi, mimpi indahnya segera lenyap karena kenyataan membuatnya kembali tersadar jika Dewa harus pulang ke rumah Daniela sekarang. Untuk beberapa saat Vania seperti memiliki Dewa seutuhnya, sekarang kenyataan pahit kembali menghampiri dirinya.
Vania melepas pelukannya merapikan baju dan rambutnya, ia tidak berani menatap wajah Dewa karena malu dengan kejadian ciuman tadi sore. Ia melirik jam dinding di kamar rupanya sudah malam.
"Hey aku pergi dulu ya" kata Dewa sembari mengusap rambut Vania. Gadis itu hanya menunduk tidak berani menatapnya.
Vania mengangguk, ia segera membantu merapikan kancing kemeja dan dasi yang di kenakan Dewa. Vania mengendus kemeja Dewa memastikan tidak ada aroma parfum nya yang tertinggal di baju pria itu. Dewa tersenyum menahan tawanya.
Vania memakaikan jas pada Dewa tanpa memandang wajah nya. Dewa meraih dagu Vania lalu menatap dalam bola mata Vania.
"Apa kau ingin aku tetap tinggal?" tanya Dewa.
Vania menggeleng, ia meraih jam tangan dan ponsel milik Dewa yang tergeletak di atas meja di samping tempat tidur.
Vania menggamit lengan Dewa berjalan keluar kamar menuruni anak tangga, Rafly sudah menunggu berdiri di ruang utama. Ia menoleh melihat ke arah Dewa dan Vania lalu tersenyum kecil.
"Aku pergi dulu" kata Dewa dengan suara berat yang di balas anggukan oleh Vania.
***
Dewa tiba di rumah pribadinya ia melihat sekeliling yang masih sepi. Mobil Daniela belum nampak di garasi. ia mendengus pelan melangkah menuju kamarnya. Dengan kasar Dewa melepas jasnya lalu membantignya di atas ranjang. Ia hampir meraih dasinya dengan kasar tapi Dewa langsung teringat bagaimana Vania menata dasi itu tadi. Dewa tidak jadi melepas dasinya. Ia memilih berbaring di sofa masih mengenakan stelan kemeja dan dasi. ia memejamkan matanya merasakan pelukan Vania yang tulus.
Aku mencintai mu Vania, aku sangat merindukan keberadaan mu disisiku...
Sementara di rumah Vania ia kembali merasa kesepian setelah Dewa pulang. Vania duduk merenung di dekat jendela kamarnya. Ponselnya berbunyi ada telepon dari Dewa. Vania meraih benda itu ia sengaja mengabaikan panggilan telepon. Vania mendekap ponselnya. Jika bisa Vania ingin sekali menghindari Dewa.
Vania tidak ingin menyiksa dirinya dengan kerinduan yang lebih dalam pada Dewa dan rasa bersalah yang lebih besar pada Daniela. Saat ini ia sedang tidak mengerti dengan perasaannya sendiri. Ia mulai ingin memiliki Dewa, ia tidak suka melihat kemesraan Dewa deng lan Daniela di depan matanya.
Tapi Vania belum sadar jika yang ia rasakan itu adalah cemburu, dan rasa cemburu itu bisa timbul karena adanya cinta.
Vania berbaring di ranjang, menyibak selimut. Ia meraih bantal yang biasa di pakai oleh Dewa. Aroma parfum pria itu tertinggal disana. Rasanya sangat khas dan membuat Vania berkhayal jika Dewa sedang berada di sisinya. Ia mendekap bantal itu dengan air mata yang mulai meleleh di pipinya.
"Kendalikan dirimu Vania....ayo jangan jadi bodoh, sampai kapanpun kau tidak akan bisa memiliki Dewa Askara sepenuhnya, ia adalah milik Daniela. Status mu tidak jelas kau hanya perebut suami orang Vania! Dewa tidak memiliki rasa cinta untuk mu ia hanya menjadikan mu pelarian saja! kapanpun Dewa mau ia bisa membuang diri mu!"
Vania menutup kedua telinganya dengan telapak tangan. Suara hatinya mulai bising memperingatkan dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments