0012. They go home, not come (Mereka pulang, bukan datang)
“Hati-hati di jalan, sayang. Jika terjadi sesuatu, Paman Khayansar akan segera datang dari Edinburgh.”
Kalimat pengantar itu sejatinya penenang untuknya sendiri. Sebagai seorang ibu yang telah membesarkan ke-dua putranya dengan susah payah, Kayena sebenarnya masih berat melepaskan si kembar. Namun, ia telah berjanji pada ke-dua buah hatinya. Di saat usia mereka cukup, mereka diijinkan untuk pergi ke tanah kelahirannya orang tuanya.
Orvel dan Theon sudah diberitahu semenjak usia mereka cukup untuk mengetahui masa lalu orang tuanya. Itu pun Kayena menjelaskannya dibantu oleh sang suami; Kaezar. Mereka berdua setuju untuk menjelaskan tanpa mengungkit kesalahan atau kekurangan dari pihak manapun. Jadi, si kembar hanya mengetahui garis besar masalah yang menyebabkan terjadinya perceraian. Keputusan tersebut diambil agar tidak menimbulkan kebencian pada ayah biologis mereka.
“Kami pergi, Bu.”
Si kembar berlutut di depan ibunya, meminta doa sebelum berangkat ke kekaisaran Robelia. Mereka akan pergi bersama orang kepercayaan ayah mereka, mengingat sang ayah tidak dapat mengantarkan secara langsung.
Setelah mengantongi izin serta meyakinkan adik-adiknya, si kembar bergegas pergi ke kekaisaran Robelia. Tempat yang akan mereka datangi untuk pertama kali adalah Kyen, karena di sanalah turnamen tahunan terbesar yang diselenggarakan oleh balai ksatria Kyen berlangsung. Mereka juga diberi amanat untuk singgah di manor milik keluarga Pexley; tempat di mana leluhur, Nenek dan Kakeknya dari pihak ibu bersemayam.
“Udaranya segar sekali.”
Pemuda berwajah rupawan yang berdiri di dekat pembatas itu bersuara ketika menghirup udara di tanah kelahirannya orang tuanya.
Setelah melewati perjalanan yang panjang, pemuda-pemuda pemilik obsidian black eyes dan honey brown eyes itu akhirnya tiba di tempat tujuan. Sebelum sang Surya tergelincir di ufuk barat, mereka telah tiba di pelabuhan transit kota Kyen. Mereka sengaja tidak singgah ke ibu kota kekaisaran terlebih dahulu dan langsung menuju Kyen untuk menghemat waktu.
“Kita cari penginapan terlebih dahulu,” ujar Orvel ketika mereka telah turun dari kapal layar.
“Kita tidak akan langsung pergi ke manor keluarga Pexley, Kak?”
“Lokasinya cukup jauh. Lebih baik kita beristirahat di penginapan yang dekat dengan balai Ksatria.”
Orvel mengangguk, setuju dengan ide kakaknya. Mereka memang datang sehari sebelum pendaftaran turnamen tahunan dibuka. Ketika tiba di pelabuhan, mereka juga bertemu dengan banyak calon peserta yang datang dari berbagai tempat. Jiwa kompetitif mereka semakin terpacu melihat banyaknya calon peserta.
Setelah menemukan penginapan yang cocok, ke-dua bersaudara itu memutuskan untuk mengisi perut sebelah beristirahat. Tidak banyak barang yang mereka bawa, karena manor Pexley telah dipersiapkan untuk menjadi tempat singgah mereka selama mengikuti turnamen. Selain tubuh yang sehat, mereka hanya membawa beberapa setel baju ganti, alat tukar, formulir pendaftaran beserta surat rekomendasi dari 3 balai Ksatria, tag (tiket masuk) Kekaisaran Robelia, dan senjata yang akan mereka gunakan dalam pertarungan.
Keesokan paginya, Orvel dan Theon langsung pergi ke balai Ksatria Kyen untuk melakukan pendaftaran sebelum matahari meninggi.
“Selamat datang di turnamen tahunan terbesar dalam 4 kekaisaran.”
Itu adalah sambutan yang ditujukan pada para calon peserta. Antusiasme para ksatria muda pada turnamen tahunan ini memang luar biasa bahkan bisa dibilang dua kali lipat lebih banyak dari tahun sebelumnya. Kendati demikian, antusiasme tersebut tidak membuat Orvel dan Theon gentar.
Ke-dua putra kesayangannya Kayena itu hadir dengan pakaian sederhana ala Ksatria Abad Pembaharuan atau Renaisans (kurun waktu dari abad ke-14 sampai abad ke-17 Masehi dalam sejarah Eropa. Kurun waktu ini merupakan masa peralihan dari Abad Pertengahan Akhir ke Zaman Modern) yang dilengkapi dengan belt.
“Nama kalian berdua Cassian dan Clayton?”
“Benar.”
“Tidak ingin menambah nama keluarga?” tanya pengawas yang kebetulan menangani urusan pendaftaran.
“Tidak,” sahut Orvel, mewakili.
Mereka berdua memang sudah setuju untuk mengikuti turnamen tanpa nama keluarga. Surat formulir yang disertakan juga tidak mengharuskan mereka menggunakan nama keluarga atau nama panjang. Turnamen Ksatria tingkat dewasa memang tidak seketat peraturan turnamen Ksatria tingkat junior. Para peserta bahkan tidak diharuskan menyertakan izin orang tua atau wali.
“Kalian mengambil pertandingan perorangan dan tim. Simpanlah ini,” ujar si pengawas seraya memberikan dua tag pada masing-masing lawan bicaranya.
Orvel dan Theon mengangguk. Mereka mendapatkan urutan pertandingan yang berbeda pada pertandingan perorangan serta pertandingan tim. Selagi menunggu dipanggil, mereka bisa menonton pertandingan peserta lain terlebih dahulu.
“Pedangmu bagus, kawan.”
Selorohan itu datang dari salah seorang pria yang berdiri di dekat tribun. Dari tampilannya, pria selengehan dengan tubuh seperti pegulat itu pasti salah satu peserta yang sama seperti mereka.
“Bolehkah aku mencobanya?” tanya pria yang memiliki ekspresi tidak bersahabat itu pada Theon.
“Enyahlah dari hadapan kami sebelum pedang ini memenggal kepalamu.”
Pria bertubuh besar macam pegulat itu langsung mati kutu ketika menoleh ke arah Orvel. Entah sejak kapan sebuah pedang dengan ujung yang begitu tajam terarah ke lehernya.
“Aku hanya bercanda, Bung.”
“Kami tidak suka bercanda,” sahut Orvel ketika menarik kembali pedangnya. Setelah berkata demikian, ia bergegas pergi bersama Theon.
Pedang adalah ikonik seorang ksatria. Pedang bahkan telah digunakan secara luas mulai abad ke-6, jauh sebelum munculnya ksatria. Pedang ksatria sendiri merupakan keturunan langsung dari pedang Viking abad ke-9. Hal ini sering digambarkan dalam seni kontemporer dari abad ke-11 hingga ke-14. Sedangkan pedang yang baru saja dikeluarkan Orvel bukan saja ikonik, tetapi memiliki aura magis yang menyelimuti bentuk fisiknya yang sempurna.
“Waktunya kita bertanding, Kak,” ujar Theon ketika mendengar namanya dan Orvel dipanggil.
Pertandingan pertama mereka adalah pertandingan tim, di mana lawan mereka adalah tim yang sudah mengalahkan beberapa tim di pertandingan sebelumnya. Seperti halnya mereka, lawan juga memiliki bentuk fisik yang hampir serupa; kembar identik. Masing-masing lawan memiliki tubuh besar seperti Titan dan membawa senjata tajam yang mengerikan, yaitu martil berukuran besar serta pedang lebar bermata dua yang digunakan untuk memotong dan meretas, bukan untuk menusuk.
Masing-masing dari Orvel dan Theon sendiri membawa dua senjata. Namun, pada pertandingan kali ini, mereka hanya menggunakan satu senjata, yaitu pedang kembar yang dibuat khusus untuk mereka. Pengrajin senjata langganan keluarga Pexley sendiri yang membuatkan pedang istimewa tersebut. Mengapa disebut istimewa? Karena pedang kembar itu dihiasi oleh ornamen yang rumit serta langka. Bahkan ada batu mulia kebanggaan keluarga yang tersemat pada bagian pedagangnya.
“Kita selesaikan pertandingan ini dengan cepat,” ujar Orvel ketika mencabut pedangnya dari sarung.
Theon yang sudah biar siap di tempat, terlihat menganggukkan kepala. “Baik, Kak.”
Delapan tahun lalu mereka pernah memenangkan 6 pertandingan di tempat ini. Pada masa ini, mereka berniat untuk memenangkan semua pertandingan agar dapat melaju ke babak final. Mereka akan membuktikan diri bahwa mereka pantas untuk menang. Apalagi mereka juga membawa nama besar 3 balai Ksatria yang menjadi tempat berlatih selama 8 tahun belakangan.
“Luar biasa. Dua Titan yang telah memenangkan 5 pertandingan berhasil dikalahkan oleh peserta yang baru bertanding.”
Perkataan pengawas sekaligus pertunjukan langsung di depan mata, benar-benar berhasil membuat para penonton takjub oleh Orvel dan Theon yang berpenampilan sederhana, tetapi ambisius dan misterius. Mereka langsung memenangkan pertandingan pertama melawan pesaing yang tidak dapat dipandang sebelah mata.
Kemana si kembar tidak sampai di sana. Ketika kembali bertarung perorangan ataupun tim, mereka sama-sama memiliki kekuatan yang seimbang. Setiap kali tampil, banyak peserta yang mencoba untuk memahami pola serangan si kembar, tetapi pola serangan mereka terlalu sukar untuk dipahami. Namun, jika mereka teliti, mereka seharusnya bisa menemukan kombinasi pola serangan legendaris dari mendiang Mayor Jendral kebanggaan Robelia, Mayor kebanggaan Edinburgh, mantan Jendral perang kebanggaan Robelia, mantan Elang Muda Kekaisaran Robelia, hingga kaisar muda kebanggaan Astoria.
“Kerja bagus,” ujar Orvel ketika mengulurkan tangan pada kembarannya yang sempat terdorong ke belakang setelah melancarkan serangan terakhir.
“Kakak juga, kerja bagus,” balas Theon ketika menerima uluran tangan tersebut. “Sayangnya, setelah ini kita harus melawan putra Duke of Carlt.”
Orvel terdiam dengan pandangan tertuju pada tribun. Putra Duke yang dimaksud oleh kembarannya tampak duduk tenang seraya menikmati pertandingan. Lawan mereka selanjutnya adalah ia yang masih berbagi satu darah leluhur.
“Tenang saja, Theon. Selama kita tidak meninggalkan luka di tubuh Ducal Prince, Paman Cesare tidak akan marah.”
🌞🌞
TBC
Semoga suka. Jangan lupa dukung Author dengan cara tonton iklan sampai habis, like, rate 5 bintang, komentar & follow Author supaya tidak ketinggalan informasi 🥰
Sukabumi 07-02-24 || 19.53 WIB
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
👑Queen of tears👑
iya baru ingat,,kayna hamil,,istri kknya juga lagi hamil,,trnyta putra toh anaknya Caesar 👍👍
2024-05-02
2
👑Queen of tears👑
banyak suhunya yang ngajar,,, gimana gak hebat👏👏👏👏👏
2024-05-02
1
Ersa
kaezar-kayena terdabest dlm mendidik anak2
2024-03-10
2