...Beberapa manusia pasti akan membuatmu tersakiti, tapi kita gabisa mengontrol dia untuk tidak menyakiti kita. Bisa kita hanya tutup telinga dan membiarkannya....
...________________...
...- Ale....
Ale buru-buru berlari menuju lapangan sekolah yang sudah ramai oleh siswa. Hari ini Senin, seperti biasa Apel Bendera. Ale mulai bergabung dengan barisan IPA 2 setelah perempuan di barisan IPA 3 memanggilnya dan menunjukkan sebuah celah kosong untuk ditempati Ale.
"Ale, sini-sini."
Ale tanpa pikir panjang langsung mengikuti arahan yang diberikan oleh perempuan itu. Ya, perempuan itu adalah Karin kawan karibnya. Mereka berkenalan saat bertemu di perlombaan melukis. Karena memiliki latar belakang yang tidak jauh berbeda menyebabkan keduanya cepat akrab.
Selain itu, mereka memiliki tujuan yang sama yaitu bertahan 3 tahun dengan menjadi juara kelas agar beasiswanya tidak dicabut. Karin juga sama seperti Ale, dia tidak kaya, ayah Karin hanya seorang ojek online, mereka berdua masuk melalui jalur prestasi, dapat beasiswa dari Sekolah Menengah Pertama mereka masing-masing.
Karin perempuan yang kecil imut, tingginya hanya 147 cm, tapi dia putih, berisi namun tidak gendut. Dia juga cantik namun ale masih lebih cantik. Ale tingginya 155 cm, rambut sebahu, lesung pipi yang manis, gigi yang rata, serta matanya yang indah, membuat siapapun yang melihatnya akan terpesona. Sayangnya Ale tidak terlalu percaya diri, padahal dia begitu nyaris sempurna.
Banyak pria yang menyukainya sebenarnya, cuman sampai sekarang hanya ada satu pria yang mampu mengambil hatinya dan itu sudah kurang lebih satu tahun silam semenjak "Anda" pindah daerah. Anda adalah sahabat kecil Ale. Sebenarnya nama panggilannya bukan Anda, tapi Anda adalah nama khusus yang diberikan Ale. Nama asli anda adalah Alexanda Mahen dan biasa dipanggil Alex. Mereka dulunya bertetangga, namun Anda tidak seperti Ale. Anda itu dari seorang keluarga berada dan kaya makanya sedari kecil anda sering sekali keluar kota. Dan ketika lulus SMP Anda akhirnya pindah daerah.
Banyak hal yang Anda berikan pada Ale, banyak hal yang selalu Anda ajarkan pada Ale, perihal melukis, jago menulis, semua Anda yang mengajarkan bahkan sampe dunia khayal milik mereka berdua. Anda segalanya untuk Ale, saat-saat rindu ayahnya Anda yang selalu mengajaknya berkelana entah ke pantai, beberapa tempat nongkrong, sampai di suatu tempat yang saat ini selalu jadi tempat favorit Ale. Sebuah taman yang tidak jauh dari rumah mereka, taman tersembunyi yang tidak terlalu banyak orang yang tahu. Terakhir kali Anda pamit pada Ale adalah di taman itu. Makanya Ale selalu menjadikan taman itu sebagai tempat favoritnya selain pantai. Waktu itu Ale ingat sekali Anda pernah berkata :
"Ale, waktu itu selalu berjalan ... kadang terasa lambat, kadang juga terasa cepat. Tidak peduli kita suka atau tidak, kita mau atau tidak mau. Kalau boleh ingin sekali aku menghentikan waktu tiap-tiap kita bersama biar bisa sama-sama terus ...."
"Lah, kan bisa tiap hari sama-sama Nda. Rumah kita deket, tinggal manggil doang."
"Ga gitu Ale ku, waktu juga akan selalu membuat kita bisa berpisah. Jadi berpisah kadang bukan karena kita pengen, tapi waktu yang memaksa kita untuk benar-benar ga ketemu lagi."
"Maksudnya?"
"Ale, seminggu lagi setelah kelulusan kita ... aku akan pindah ke Jogja. Tidak lagi di lombok dan entah aku tidak tahu bisa ketemu kamu lagi kapan Ale. Maaf jika aku tiba-tiba menghilang, terimakasih untuk bahagianya selalu, Al. tapi percayalah Ale ... aku akan pulang sekali lagi, untuk kamu."
"Jadi, kamu mau pergi?" tanya Ale yang matanya sudah memerah tapi dia tidak berani menatap anda. Dia hanya, menunduk.
Anda langsung menarik dagu Ale yang spontan membuat Ale kini beralih menatap Anda. Mata mereka bertatapan. Ale melihat jelas senyum Anda yang akan selalu ia rindukan terus, alis tebal Anda yang akan selalu menjadi penghias alami pria itu. Anda tersenyum, senyum tulus yang menyesakkan.
"Aku akan kembali Ale ... entah kapan waktunya, aku tidak tahu," ucapnya sambil mengelus puncak kepala Ale.
"Benarkan? Aku akan menunggu," kata Ale.
Pria itu hanya tersenyum lalu memeluk Ale. Membuat gadis itu masuk ke dalam pelukannya. Dalam hati Pria itu (Ale aku mencintaimu, tapi tidak mungkin akan ku utarakan perasaan ini disaat kita akan berpisah entah sampai kapan). Sementara di hati Ale berbisik (Anda, Ale sayang Anda, kenapa Anda harus pergi? Ale akan nungguin Anda sampe kembali).
Perasaan mereka sebenarnya sudah menyatu, tapi tidak satu orang pun berani mengungkapkan. Mereka bersatu, dalam raga mereka masing-masing lalu tergambar dalam bentuk pelukan perpisahan.
"Woy, lo ngebengongin apa sih Le? orang udah berhenti hormat lo masih aja hormat," celetuk Karin sambil memukul bahu Ale.
"Eh," dengan sigap Ale langsung melepaskan hormatnya dan kembali seperti posisi semula.
...----------------...
Berdiri terlalu lama membuat Ale pegal - pegal dan kehausan, tapi dia lupa membawa air minum dari rumah biasanya dia membawa tumbler ke sekolah. 5 menit sebelum pembelajaran di mulai, Ale menyempatkan diri menghantarkan nasi ke kantin sembari akan membeli air untuk menghilangkan rasa hausnya.
"Bi Siti, ini nasi dari Bunda," kata gadis itu.
"Berapa bungkus Le?"
"30 bungkus Bi," kata Ale sambil menyodorkan nasi bungkus yang sudah rapi di keresek hitam besar.
Selepas itu, Ale kemudian mengambil sebuah air mineral
"Bi, Ale air mineral satu ya ..." ucap Ale sambil menyodorkan uang 3 ribu.
Saat akan menuju kelas ketika melewati ruang guru, Ale berpapasan dengan bu nila yang dibelakangnya diikuti oleh seorang pria yang sepertinya adalah murid pindahan.
"Ale." Panggil Bu Nila
"Iya Bu?"
"Sekarang ibu di IPA 2 ya ngajarnya? Di kelas kamu?"
"Iya Bu bener."
"Sekalian Le, ibu minta tolong ini teman barunya di ajak ke kelas dulu ya. Sebenarnya ibu mau masuk kelas kalian tapi ibu harus mengantar anak ibu sekolah dulu sebentar ya ... suami ibu lagi sakit. 10 atau 15 menit lagi ibu menuju kelas ya."
"Oh, iya Bu gapapa."
"Terimakasih Ale," ucap Bu Nila yang kemudian dijawab dengan anggukan dan senyum lebar serta balasan sama-sama dari Ale.
...----------------...
Ketika Bu Nila sudah tidak terlihat, Ale kemudian mengajak pria itu untuk menuju kelas.
"Ayo," kata Ale memulai obrolan dengan pria itu.
Pria itu kemudian mengikuti Ale dari belakang tanpa tertarik untuk mengobrol dengan Ale. Mereka hanya diam sampe Ale bertanya sesuatu.
"Lo pindahan dari sekolah mana?" tanya Ale.
Pria itu hanya tetap berjalan tanpa menggubris pertanyaan Ale.
Ale kemudian mengehentikan langkah lalu menoleh ke belakang. Dia mengira pertanyaannya sepertinya tidak di dengar dan berencana untuk mengulang pertanyaannya lagi.
Tapi dengan sigap pria itu kemudian berkata, "Bisa kita lanjutkan perjalanan? Pertanyaan lo ga penting nanti juga lo tau."
Ale langsung berjalan bahkan lebih cepat tak peduli pria itu bisa mengikutinya atau tidak. Terserah saja kalau dia tersesat. Orang songong kaya gitu emang pantes tersesat si. Ketusnya kesal dalam hati. Padahal apa salahnya si cuman nanya doang.
Saat akan masuk pintu kelas pria itu langsung menarik lengan Ale. "Tungguin gue."
"Lepasin!" kata Ale yang menyadari bahwa tangannya sudah di pegang oleh pria yang tidak ia kenali itu.
Tanpa sadar, mereka menjadi tatapan warga kelas. Jelas bagiamana tidak, mereka berada tepat di depan pintu masuk dengan tangan Ale yang di pegang oleh pria itu.
"Maaf spontan," kata pria itu lalu melepaskan tangannya dari lengan Ale.
"Lo cari tempat kosong Deket pria. Lo bisa duduk disana," ketus Ale sambil berjalan menuju bangkunya meninggalkan pria itu di depan kelas.
Semua orang di dalam kelas meneriaki "cie-cie" sedari tadi. Beberapa di samping bahkan di belakang meja Ale juga tak henti-hentinya mencoel-coel punggung Ale untuk bertanya
"itu siapa Le? Ganteng banget."
"Pindahan mana dia Le? Kok kalian bisa berdua ke kelas?"
Ale hanya menjawab. "Gatau gue, tadi cuman di suruh Bu nila aja ngajakin dia ke kelas."
"Ganteng Le, lo ga naksir?" kata teman sebangkunya Ale.
"Ndasmu! mana mau gue. Dia jg mana mau sama orang miskin kaya gue. Penampilannya aja kaya orang kaya ... udahlah sadar kasta aja," kata Ale males menggubris itu sebenarnya.
Sementara itu, di meja depan milik Stevy, dia menatap sinis ke arah Ale. Stevy memang tidak menyukai Ale. Karena dia menganggap Ale saingan. sedari kelas 10 Stevy tidak pernah bisa mengalahkan peringkat Ale. Itu yang membuatnya sakit hati. Stevy adalah anak orang kaya, dia putih, wajah cindo banget, dia juga pinter tapi belum bisa mengalahkan Ale, rambutnya pirang, dia punya beberapa circle juga di beberapa kelas, dia juga gaul. Sayangnya dia memang tidak terlalu banyak disukai karena sifatnya yang jutek, dan sedikit menyebalkan. Bisa dikatakan dia sebagai ketua geng anak perempuan cabe-cabean sekolah :D.
...----------------...
Bel istirahat berbunyi.
Baru Ale ingin menuju ke IPA 3 menjemput Karin lalu ke kantin atau ke perpustakaan, tapi tangan Ale lebih dulu ditarik oleh Stevy.
"Diem dulu lo!"
Ale tidak melawan. Sudah biasa Stevy seperti ini setiap Ale mendapatkan skor ujian tertinggi, atau mendapat juara satu lagi di dalam kelas. Tapi yang membuat dia bingung, ini kan minggu pertama masuk setelah libur, sedangkan kita belum ujian. Lalu kenapa Stevy menghentikannya?. Setelah ruang kelas sepi, hanya tersisa Stevy. Dia menarik tangan Ale menuju ke pojok kelas.
"Ale, lo sadar ga si lo miskin? tau posisi dong! lo tau ga tadi cowo itu siapa? Itu bagas, dia kaya, Keluarganya berada. Mana mau dia sama lo. Awas lo coba-coba deketin Bagas. Itu target gue!" kata Stevy mengeraskan genggamannya di tangan Ale yang membuat perempuan itu agak sedikit meringis kesakitan.
Stevy baru kali ini berani bermain fisik padanya. Padahal sebelum-sebelumnya hanya berani menunjuk - nunjuk dan meninggikan suara saja.
Ale langsung melepas tangannya dari genggaman Stevy
"Lepas Stev, gue tau kok gue miskin. Gue juga gapernah mau miskin. Tapi jalannya memang kaya gini terus gue harus apa? lo bisa ga si gausah sangkut pahutin ekonomi keluarga? gue tau ko lo kaya, tapi lo miskin, miskin adab! dan satu lagi, soal Bagas. Gue juga ga kenal dia siapa, gaada juga niatan gue buat ngedeketin dia. lo ambil aja silahkan. Kenal aja engga."
Selesai bicara tangan Stevy sudah ingin menampar pipi Ale tapi di urungkan karena tiba-tiba karin, dan beberapa geng Stevy masuk ke kelas.
"Ale," teriak Karin dari depan pintu masuk kelas.
Stevy kemudian menoleh dan mendapati teman-temannya juga sudah menunggunya di pintu kelas. Akhirnya dia mengepalkan tangannya yang tidak jadi memukul Ale lalu pergi meninggalkan Ale menuju temannya.
Karin yang kebingungan langsung berlari menghampiri Ale yang masih di pojok kelas sambil menunduk.
Sakit sekali rasanya, saat Ale mati- Matian menghilangkan rasa insecure nya di sekolah ini, hanya demi bertahan mendapatkan beasiswa. Dia tau diri kok kalau dia miskin, sangat berbeda dengan teman-teman sekelasnya yang lain yang berasal dari keluarga menengah ataupun berada.
"Ale? lo gapapa?" tanya Karin.
"Gapapa, ayo ke kantin," ajak Ale sambil mengambil pergelangan tangan Karin untuk ia ajak ke kantin.
Karin hanya diam mengikuti kemana Ale akan menunjukkan jalan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Magfira Fira
cerita bagus thorr.....feedback balik yah😊
2024-04-18
0
Pie Yana
lanjut thor, semangat
2024-03-24
0
Pie Yana
lawan le jangan lemah, modelan stevy hrs di lawan
2024-03-24
0