Simpe memasang kuda-kuda, mengenggam erat trisulanya dan mengarahkan ujungnya ke depan. Dengan napas yang dalam dan perlahan, tubuh Simpe mulai mengeluarkan bayangan, membelah dirinya menjadi tiga sosok yang sama.
"Revalt, kau lindungi Nona Serena sampai ke tenda itu. Jangan lupakan hal yang tadi," ucap Simpe dengan tegas.
Revalt hanya tersenyum kecil, kemudian wajahnya berubah serius. Tatapan matanya menyorot tajam ke arah Tarf dan teman-temannya sambil menggenggam erat pedangnya. "Santai saja. Aku akan bantu nanti."
Serena dengan hati-hati menggendong Violina di punggungnya, memastikan posisi agar Violina tidak terjatuh saat berlari nanti. Keringat dingin mulai membasahi keningnya, tapi tekadnya bulat.
"Batu portalnya. Jangan lupa dibawa, Nona Serena," kata salah satu bayangan Simpe.
Serena tersentak dan segera teringat. Dia menunduk perlahan, menurunkan badannya agar Violina tidak terjatuh, lalu mengambil batu portal tersebut dan memasukkannya ke dalam saku gaunnya. Beruntung, gaun pemberian Pak Agran memiliki saku yang cukup besar.
"Kita harus bergerak sekarang," ujar Revalt, matanya tidak pernah lepas dari musuh di hadapannya. "Kau siap, Serena?"
Serena mengangguk, meski rasa sakit di tulang rusuknya masih terasa. "Aku siap. Violina butuh pertolongan segera."
Revalt mengangguk kembali. "Baik, aku akan membuka jalan. Tetap di dekatku."
Sementara itu, ketiga bayangan Simpe bergerak serentak, masing-masing siap menghadapi musuh yang mendekat. Phar, Tarf, Emily, Vanfa, dan Wayez semuanya bersiap dengan senjata mereka.
Tarf berteriak kepada teman-temannya, "Fokus untuk mengambil batu portalnya saja. Hiraukan mereka!"
Tarf langsung melompat mundur dan berlari ke arah kiri, berdiri di hadapan Serena yang sedang berlari menggendong Violina. Dia mengeluarkan pistolnya dan mengarahkannya ke Serena dengan tangan kanannya.
Pistol Tarf diselimuti oleh cahaya merah, berubah menjadi sebuah senapan laras panjang. Tarf memegang senapan itu dengan kedua tangannya dan membidik. Suara tembakan terdengar. Satu peluru bercahaya merah melesat dari moncong senapan tersebut menuju paha kiri Serena.
Serena langsung menutup matanya saat kilatan cahaya merah dan suara dentuman itu terdengar. Langkah kakinya menjadi lambat, rasa takut membanjiri pikirannya.
Revalt langsung melompat ke depan Serena. Pedangnya memanjang menjadi sebuah cambuk, lalu Revalt mencambuk peluru tersebut hingga pecah menjadi percikan api. "Tidak akan aku biarkan!" ucap Revalt tegas.
Bayangan Simpe yang berada di tengah berlari ke arah Tarf dan teman-temannya sambil berteriak, "Tidak semudah itu kalian bisa mendapatkannya!" Wajahnya berubah garang, penuh tekad.
Simpe langsung menendang perisai yang dipegang oleh Phar hingga Phar terdorong sedikit ke belakang. Phar berusaha menjaga keseimbangannya, tetapi Simpe terus menyerang tanpa henti.
Bayangan Simpe yang kedua langsung menyerang Vanfa dengan tebasan dari jarak jauh, mengeluarkan gelombang angin berwarna putih ke arah Vanfa yang sedang merapalkan sihir dengan tongkatnya. Tongkat sihirnya bersinar terang saat itu.
Dengan cepat, Vanfa membatalkan rapalan sihirnya dan menangkis tebasan angin putih itu dengan pedang di tangan kanannya. Dia terpental jatuh ke belakang, merasakan dampak serangan tersebut.
"Tidak akan kubiarkan kalian mendekati Serena!" teriak Simpe, bayangan ketiganya berputar di udara dan mendarat di hadapan Emily, menyerang dengan trisula berputar cepat.
Emily terpaksa mundur, mencoba menghindari serangan mematikan itu.
"Tenang, Emily. Aku bantu," ucap Wayez.
Wayez mengeluarkan sebuah buku dari tas kecilnya yang bisa melebar, sama seperti tas kecil milik Vanfa. Buku tersebut terbuka dan kertas-kertasnya bercahaya, mengeluarkan lingkaran sihir di udara.
Bayangan Simpe yang tadi menyerang Emily seketika terjerat akar yang muncul dari tanah yang dipijaknya. Akar-akar itu menjalar cepat, membelit tubuh Simpe hingga mencekik dan meremas seluruh badannya.
"Aku tahu, sihir akarmu ini bisa menyerap mana sihir orang yang dijeratnya. Tapi, aku bukan seorang penyihir, kau tahu," ucap Simpe lalu berteriak.
Trisula yang dipegang Simpe langsung bercahaya, berubah menjadi pedang panjang. Partikel putih muncul di sekitar tubuh Simpe, bergerak sangat cepat dan memotong akar-akar tersebut dalam sekejap.
Wajah Wayez tegang, kerutan di dahinya terlihat jelas saat melihat tindakan Simpe itu. "Cepat bunuh dia! Sihir pohonku tidak akan bertahan lama!" teriak Wayez dengan panik.
Emily langsung berdiri, mengeluarkan dua belati hitamnya yang bersinar gelap. Secepat kilat, Emily bergerak maju ke depan hingga tanah tempatnya berpijak terhempas.
"Mati kau," ucap Emily saat dia sudah berada di belakang tubuh Simpe yang terlilit akar pohon.
Tebasan Emily mengeluarkan cahaya yang membentuk huruf X dengan warna hitam. Saat huruf X itu menyusut lalu menghilang, Simpe langsung muntah darah.
Sebuah ledakan dahsyat terjadi, menghancurkan tubuh Simpe beserta akar pohon itu menjadi serpihan yang berantakan.
Revalt yang berada di depan Serena, segera mengubah senjatanya menjadi pedang kembali. Tarf yang sedang menghadang mereka berdua, melompat mundur ke belakang sambil mengarahkan senapannya lagi.
Namun, Tarf membatalkan bidikkannya saat Dwan tiba-tiba berlari ke depan.
Tarf berteriak, "Dwan, apa yang kau lakukan?"
"Sihir tembakanmu lama. Biar aku saja yang maju," ucap Dwan yang berlari ke arah Revalt.
Dwan langsung mengeluarkan dua senjata goloknya. Revalt mengangkat pedangnya tinggi saat melihat Dwan yang berlari ke arahnya.
Dwan menatap Revalt dengan serius. Kedua matanya melirik tajam sambil menggenggam erat dua goloknya.
"Kita lanjutkan pertarungan yang tadi, Revalt!" teriak Dwan.
Revalt berteriak kepada Serena yang ada di belakangnya, "Maaf, Serena. Sepertinya, aku tidak bisa mengantarkanmu sampai ke tenda itu."
Serangan Dwan dan Revalt kemudian beradu. Mereka saling menghantamkan senjata mereka, adu kekuatan, dorong-mendorong, hingga beradu tebasan yang membuat percikan api di sekitar mereka.
"Hati-hati, Serena!" teriak salah satu bayangan Simpe. Di hadapan Serena yang sedang berlari sambil menggendong Violina, berdiri Tarf.
Sekarang, bayangan Simpe hanya tersisa dua. Satu bayangannya telah hancur terkena serangan Emily.
Saat Simpe memalingkan pandangannya ke depan lagi, Phar sudah berada di atasnya, pedangnya mengeluarkan cahaya berwarna biru.
"Tidak akan kami biarkan kau membantunya," ucap Phar.
Simpe yang berada di depan langsung melompat ke samping. Tebasan Phar itu membuat ledakan tanah di tempat pijakannya. Ledakannya bukan dari api, melainkan angin yang berhembus kencang seperti sedang mengebor.
Bayangan Simpe yang berada di belakang juga mengalami hal yang sama.
Akar dari dalam tanah tiba-tiba keluar dengan ganas, berbeda dari sebelumnya. Akar-akar itu keluar lebih banyak, lebih besar, dan mencoba menjerat tubuh Simpe lagi, bahkan saat Simpe melompat ke atas. Akar-akar tersebut berusaha menangkapnya.
Simpe menatap ke arah pria berkacamata bernama Wayez.
Pria itu merapalkan mantra dengan tangan kiri memegang buku sihir, sedangkan tangan kanannya mengarah ke Simpe. Simpe tahu, akar-akar itu mengikuti gerakan tangan kanan pria itu.
"Kau penyihir menyebalkan. Akan aku bereskan kau sekarang!"
Simpe menarik napasnya lalu menghembuskannya. Dua trisulanya bercahaya, kemudian berubah menjadi pedang panjang. Otot-otot di tubuhnya mengeliat, membekas di kulitnya.
Saat Simpe akan melesat ke arah Wayez, Emily langsung menyerangnya di udara. Mereka berdua saling menahan serangan dengan senjata mereka.
"Lawan aku dulu, Tuan Monyet," Emily tersenyum santai.
"Kau perempuan. Sebaiknya menyingkir!" Simpe berkata dengan nada serius.
Emily hanya tersenyum. Tatapannya menjadi sinis dengan seringai di bibirnya.
Perlahan, tubuh Emily mengeluarkan motif teratur berwarna biru cerah. Kekuatan Emily bertambah kuat hingga membuat Simpe terkejut.
"Dasar laki-laki patriarki," jawab Emily.
Emily langsung menghempaskan Simpe ke bawah dengan kuat. Namun, Simpe mendarat dengan mulus menggunakan pijakan kakinya meskipun harus sedikit terseret ke belakang.
"Apa-apaan kekuatan itu? Ras manusia sudah membuat kemajuan apa lagi?" gumam Simpe.
Bayangan Simpe yang berhasil menghindari serangan Phar tadi, segera bergabung dengan bayangannya yang lain. Mereka berdua berdiri bersama, ekspresi di kedua wajah Simpe tampak cemas. Mereka tahu bahwa situasinya semakin sulit.
Serena menatap ke arah Simpe, menyadari bahwa mereka tidak bisa membantunya. Dengan tekad kuat, Serena berhenti di hadapan Tarf yang sudah menodongkan senapannya ke arah mereka.
"Serahkan batu portalnya, Serena. Atau, kau akan merasakan sihir senapanku yang lainnya!" ancam Tarf dengan suara tegas.
Serena mengambil ancang-ancang, meletakkan kaki kanannya di depan, dan mengganti posisi gendongan Violina sehingga menggendongnya di depan.
"Engga mau. Enak saja," jawab Serena dengan tegas, kemudian berlari sekuat tenaga.
Dalam wujud manusia naganya, Serena langsung mengeluarkan sayap naganya hingga merobek kain di bagian punggungnya. Dua sayapnya membentang lebar, bersiap untuk melarikan diri dari bahaya.
Saat Serena mengepakkan sayapnya, angin kencang tercipta, menghempaskan orang-orang di sekitarnya. Tekanan angin yang kuat membuat dedaunan dan ranting pohon bergoyang, dan kobaran debu terbang ke mana-mana.
Tarf, yang sebelumnya berusaha menembak Serena dengan senapannya, terdorong mundur oleh kekuatan angin dari sayap naganya. Tubuhnya terhempas ke belakang, membuatnya kehilangan keseimbangan sehingga tidak bisa membidik dengan tepat.
Serena, setelah berhasil mendarat di depan tenda dengan tanduknya yang menancap di meja kayu, segera berinteraksi dengan pedagang Npc yang duduk tenang di dalam tenda itu.
"Wow~ wow~ Santai saja, Nona. Aku tidak akan pindah kemana - kemana. Petualang kotamu sudah membayarku untuk tetap berada di sini," ujar pedagang Npc dengan suara merdu dan santai.
Serena meletakkan Violina dengan hati-hati di lantai tenda, melepaskan tanduknya dari meja kayu yang terjepit di sana, lalu berdiri tegak.
"Bapak, tolong potionnya!"
Pedagang Npc itu mengulurkan telapak tangan kanannya dengan ramah, "Harganya tiga emas koin Rubels."
Serena mengangguk, sadar bahwa tidak ada waktu untuk tawar-menawar.
Dia segera meraba kedua telinga serigala Violina. Kebiasaan Violina menyimpan barang-barang berharga di telinga dan dadanya sering kali membantu dalam situasi genting seperti ini.
Di telinga Violina, Serena menemukan dua koin emas dengan tulisan RB dan gambar dewi pembawa timbangan serta dua prajurit membawa pedang.
Kemudian, Serena merogoh ke dalam dada Violina dan menemukan sebuah dompet kecil.
Saat membukanya, koin emas berjatuhan ke lantai.
"Ini, Pak. Berikan semua potionnya!" kata Serena dengan tegas, sambil menyerahkan koin emas itu kepada pedagang Npc.
Pedagang Npc itu tersenyum puas dan langsung menyerahkan sebuah kotak kayu. Serena segera membukanya dan melihat sembilan botol potion merah berkilauan di dalamnya.
Serena segera membuka satu per satu botol potion tersebut, menuangkannya dengan hati-hati ke tubuh Violina yang terluka.
Cairan merah dari potion menyelimuti perban yang sudah kotor oleh darah kental, menyerap ke dalam luka-luka Violina.
Beberapa perban telah terbuka, memperlihatkan luka yang parah, sementara yang lain masih menempel, tetapi penuh darah kering.
Serena juga menuangkan sebagian potion ke dalam mulut Violina, memastikan dia meminumnya dengan baik agar khasiat penyembuhan bekerja dari dalam.
Dia pun mengambil beberapa teguk potion untuk dirinya sendiri, mengisi kembali energinya yang terkuras selama pertempuran.
Pedagang Npc itu menunduk dengan sopan, berkata, "Terima kasih atas pembeliannya, Nona."
Serena, terlalu fokus dengan tugasnya, hanya mengangguk sekilas, memastikan Violina mendapatkan setiap tetes potion tanpa tumpah.
Namun, suara tenang pedagang itu tiba-tiba berubah waspada, "Dan awas, Nona. Ada seorang pria yang datang ke arahmu sambil membawa senapan."
Saat Serena menoleh ke belakang, dia melihat Tarf sudah menodongkan senapannya tepat ke arahnya.
Laras panjang senapan Tarf bersinar dengan cahaya merah, yang tiba-tiba berubah menjadi belati panjang.
Dalam sekejap, Tarf menusukkan belati itu ke pundak Serena.
Jeritannya menggema, dan darah segar membasahi gaunnya. Tarf tak berhenti di situ; dia menembakkan beberapa kali ke paha Serena, membuatnya jatuh berlutut di hadapannya.
"Kurasa itu sangat sakit, tapi aku tahu luka seperti ini hanyalah luka biasa bagimu."
Serena hanya bisa mendesah kesakitan. Tarf dengan cepat merogoh saku gaun Serena, mengeluarkan batu portal yang disembunyikannya di sana.
"Quest selesai. Kita pergi!" teriak Tarf kepada teman-temannya sambil mengangkat batu portal itu dengan senyuman puas.
Di saat itu, Violina yang terbaring di lantai mulai sadar, melihat keadaan Serena yang terluka parah. "Serena...," suaranya lemah, penuh kepedulian dan kekhawatiran.
Tiba-tiba, suara deru kendaraan bermesin terdengar bersahutan. Suara itu berasal dari beberapa kendaraan sepeda motor dan mobil Jeep yang datang ke tempat ini.
Orang-orang itu turun dari kendaraan. Pakaian mereka rapi seperti seorang polisi kota, namun dengan seragam bermodel sama yang memiliki ciri khas berbeda.
Ada yang mengenakan sepatu boots, jaket, dan jas, sementara yang lain memakai kaos, baik pria maupun wanita.
"Kalian lama sekali," teriak Tarf dengan nada jengkel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments