Aditya dan Arya awalnya bertemu dengan tabib pria yang sedang melintas di hutan untuk mencari tanaman herbal. Pria muda dengan perawakan tinggi dan berkulit sawo matang itu heran melihat dua bocah laki-laki yang melintasi hutan dengan langkah terseok-seok. Mata mereka sembab, seperti telah mengalirkan banyak airmata. Jaka Wijaya yang tidak tega melihat itu akhirnya menghampiri mereka. Kedua bocah itu menceritakan secara singkat apa yang terjadi, hingga Jaka memutuskan untuk mengantar kedua anak itu kembali untuk menyusul ibunya.
Namun setibanya di depan kediaman Wiratama, mereka disambut dengan sesuatu yang begitu mengerikan. Bisma dan Ningsih terkapar dengan tubuh bersimbah darah. Gatot berdiri angkuh di halaman rumah, sembari menghempaskan pedang panjangnya hingga darah yang membasahi lempengan besi itu terciprat kemana-mana.
“Ayah! Ibu!” penkik Aditya dan Arya bersamaan.
Aditya dan Arya histeris, menangis dalam keputusasaan saat mereka berlari mendekati tubuh ayah dan ibu mereka yang terbaring tak berdaya. Arya mengguncang tubuh Ningsih sambil menangis meraung. Sedangkan Aditya memeluk tubuh Bisma.
“Ayah! Ibu!” teriak mereka di antara isak tangis, dengan suara yang penuh dengan kesedihan dan keputusasaan.
Jaka Wijaya tak pernah membayangkan jika niat baiknya mengantar anak-anak itu sepertinya adalah keputusan yang salah. Karena bisa jadi, keputusannya justru mendorong dua anak itu menuju jurang kematian. Jaka melangkah gontai mendekati dua anak kembar itu, namun dia bingung dengan apa yang harus dia lakukan. Situasi saat ini begitu menegangkan. Jaka bisa merasakan aura membunuh yang begitu kuat di antara pria kekar dengan jenggot tebal itu.
Aditya dan Arya masih memeluk erat tubuh ayah dan ibu mereka, menangis dan meratap dalam kehancuran yang tak terbayangkan. Dalam kebingungan dan kesedihan yang mendalam, mereka berusaha mencari jawaban atas kekejaman yang baru saja mereka saksikan.
Mereka berbalik ke arah Gatot, yang masih berdiri di dekat mereka dengan ekspresi yang dingin dan tanpa belas kasihan. Dalam suara yang penuh dengan keputusasaan dan ketakutan, mereka bertanya pada Gatot, mencari jawaban atas tindakannya yang kejam.
“Mengapa? Kenapa kau melakukan ini?" teriak Arya, suaranya penuh dengan rasa sakit dan ketidakpercayaan atas apa yang baru saja terjadi.
“Kenapa kau begitu kejam pada orangtua kami? Apa salah mereka?” lanjut Aditya di sela-sela isaknya.
Namun, di hadapan mereka, Gatot tetap diam dan dingin. Tidak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya setelah Tindakan keji yang ia lakukan.
Aditya dan Arya, dipenuhi kemarahan atas kekejaman yang telah mereka saksikan. Tanpa ragu Aditya meriah golong yang tergeletak tak jauh
dari tubuh Ningsih yang terkapar.
“Kubunuh kau!” teriak Aditya. Dengan gerakan cepat, Aditya berlari dan mengayunkan golok itu pada Gatot. Namun dengan mudah Gatot menghindari serangan amatiran tersebut. Arya yang tidak ingin melihat kakak kembarnya
berjuang sendirian, akhirnya maju setelah meraih pedang kayu yang sebelumnya dia gunakan untuk berlatih bersama Aditya.
Jaka yang menyaksikan kejadian ini, terkejut melihat tindakan anak kembar itu. Dia menyadari bahwa Aditya dan Arya— bagaimanapun juga tidak sebanding dengan kekuatan dan keterampilan Gatot. Jaka Wijaya merasa khawatir karena menyadari bahwa kedua anak itu tidak akan mampu bertarung dengan Gatot, yang tenaga dalamnya begitu besar, bahkan bisa dirasakan meski hanya
dengan berdiri dengan jarak beberapa meter darinya.
Aditya dan Arya masih terus menyerang Gatot Kusumadi dengan niat yang kuat. Mereka mencoba menghancurkan pertahanan Gatot dengan golok dan pedang kayu mereka, namun setiap serangan mereka bertemu dengan pertahanan yang
kuat dan lincah dari Gatot.
Dalam sekejap, Gatot dengan gerakan yang halus dan cepat menjatuhkan Aditya dan Arya.
“Arrgghh!!” ringis Arya tak sanggup menahan rasa sakit setelah tubuhnya dihempaskan hingga menghantam dinding kayu rumahnya dan berakhir mendarat pada tanah. Arya terbatuk hingga mengeluarkan darah. Aditya yang melihat adiknya terbatuk darah jadi cemas, dengan langkah tertatih dia menghampiri bocah kecil yang memiliki wajah persis dengan dirinya itu.
“Kau masih bisa bertahan?” Aditya membantu adiknya berdiri. Arya mengangguk, wajahnya masih dipenuhi kemarahan. Meski sebenarnya tak banyak
energi yang tersisa. Keduanya kembali berlari menyerang, dengan serangan yang terkesan asal-asalan. Gatot tertawa-tawa, saat serangan bertubi-tubi menerjangnya.
“Ayo, kerahkan semua kemampuan kalian!” seru Gatot terlihat kegirangan. Kadang Gatot sengaja membiarkan Arya dan Aditya menebasnya dengan
senjata mereka, sengaja memamerkan otot-otot tubuhnya yang digdaya, bahkan tak bisa digores dengan senjata paling tajam sekali pun.
“Kenapa cuma seperti ini? Kerahkan lagi kemampuan kalian!” seru Gatot.
Aditya dan Arya tersengal-sengal, namun tak ada niatan untuk berhenti berjuang untuk menyerang Gatot. Meskipun mereka berusaha dengan sekuat
tenaga, kekuatan dan keahlian Gatot jauh melampaui kemampuan mereka. Setiap serangan mereka dengan mudah dipatahkan oleh keahlian Gatot. Bahkan satu hempasan tangan Gatot, membuat dua bocah itu terhempas, terlempar dan berakhir tersungkur tak berdaya di tanah. Meski begitu, sorot mata penuh dendam itu tidak redup dari kedua anak itu.
Melihat tekad bocah kembar itu, membuat Gatot
bersenang-senang. Gatot menunjukkan senyuman yang dingin dan ekspresi senang di wajahnya ketika melihat kemarahan dua bocah itu. Kemenangan mudah yang diraihnya atas mereka tampaknya memberinya kesenangan tersendiri, seolah-olah
pertarungan ini adalah hiburan baginya.
Melihat Aditya dan Arya yang sudah jatuh tersungkur tak berdaya, Jaka Wijaya segera berdiri di depan kedua anak itu. Menghadang Gatot
yang berusaha mendekatinya. Dengan wajah yang serius namun penuh dengan ketegasan, Jaka Wijaya menghadang Gatot, berusaha menghentikan pertarungan yang sudah tidak adil ini.
“Sudah cukup, Kisanak! Apa kau tidak bisa berbelas kasihan— bahkan kepada anak-anak?” tanya Jaka, berharap Gatot menyudahi tindakannya yang kejam pada dua anak itu.
Namun, kata-kata Jaka hanya ditanggapi dengan sikap dingin dan tidak peduli dari Gatot. Gatot tetap berdiri dengan sikap angkuh dan mengabaikan permohonan Jaka.
“Siapa kau?” tanya Gatot.
“Aku Jaka Wijaya, seorang tabib yang kebetulan lewat,” jawab Jaka. Gatot menaikkan sebelah bibirnya. “Aku tidak ada urusan denganmu. Cepat
minggir!” hardik Gatot.
“Sudahi ini. Apa kau tidak malu, melawan dua anak yang tidak berdaya?” ujar Jaka dengan nada yang lebih keras, mencoba membuat Gatot menyadari kekejaman dari tindakannya.
Gatot hanya tersenyum sinis, menganggap situasi ini sebagai sebuah hiburan bagi dirinya. “Jika kau tidak ingin mati, lebih baik jangan ganggu kesenanganku,” ujar Gatot dengan nada mengancam, menunjukkan
keengganannya untuk menghentikan pertarungan.
“Aku tidak akan bisa diam saja melihat anak-anak ini kau siksa,” seru Jaka Wijaya.
Gatot dengan kekejaman yang tak terbendung menghempaskan tangannya dengan kekuatan yang mengerikan, mengirim tubuh Jaka Wijaya terhempas
ke udara. Jaka tersungkur, terhantam keras oleh kekuatan pukulan Gatot.
Arya dan Aditya kaget melihat pria yang membantunya justru terlibat dalam masalah mereka.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Daryus Effendi
dik ngucup,lilir nove ini
2025-02-04
0