Pukul 02.00 malam, terbangun karena ia merasakan sakit di perut bagian bawahnya. Gadis itu meringis menahan perih sambil memegang perutnya, rasanya benar-benar menyiksa.
"Ya Allah, sakit banget!"Nesya kembali meringis, sambil menggeliat di tempat tidur.
"Apa gue mau datang bulan, ya?kayaknya iya, tanggal segini kan emang udah jadwal gue datang bulan. Ya ampun, sakit banget!"
Nesya baru ingat, kalau siklusnya memang datang di pertengahan bulan. Setiap kali siklusnya datang, Nesya memang kerap merasa sakit yang tak tertahankan di bagian bawah perutnya sampai ke tulang ekornya.
"Pantes aja kemarin gue bawaannya mau marah-marah terus, rupanya mau PMS!"gumam gadis itu, ia kemudian berbalik menjadi terlentang. Melirik sang suami yang masih terlelap dengan posisi terlentang.
"Jangan sampai Pak Alvaro tahu, Gue bakal malu banget,"lirik Nesya, gadis itu secara perlahan beringsut. Turun dari tempat tidur dengan hati-hati, agar tidak membangunkan suaminya.
Nesya buru-buru ke kamar mandi, ingin memeriksa Apa dugaannya benar atau tidak. Dan ternyata benar, Nesya benar-benar kedatangan tamu bulanannya. Ini adalah kali kedua Nesya kedatangan tamu, setelah menikah dengan Alvaro.
"Tuh kan,bener!"
Nesya langsung keluar dari kamar mandi, ia berjalan menuju lemari untuk mengambil pembalut. Nesya mencari benda itu di tempat biasa ia menaruhnya, namun yang ia dapatkan hanya kemasan yang sudah kosong.
"Ya ampun, udah habis ternyata. Gue lupa nyetok lagi."
Nesya merutuki dirinya yang lupa menyediakan benda khusus wanita itu, karena sibuk dengan jadwal kuliah. Padahal biasanya, benda itu selalu tersedia di dalam lemari. Karena tamu itu bisa datang kapan saja, namun ia tidak menyangka kalau dia akan datang di tengah malam seperti ini.
"Nggak mungkin kan, gue minta tolong Pak Alvaro untuk beliin. Malu banget pasti,"gumam Nesya bimbang.
Di tengah-tengah kebimbangannya, Nesya juga harus menahan sakit perutnya yang begitu menyiksa. Gadis itu lemas, hingga terduduk di lantai.
"Sakit banget!"Nesya kembali meringis sambil mencengkram perutnya.
"Ada apa, Nesya?"Alvaro yang terbangun karena mendengar suara rintihan Nesya, begitu terkejut melihat Nesya terduduk lemas di lantai dengan wajah pucat.
Dengan buru-buru, Alvaro menghampiri Nesya yang duduk di depan lemari. Ia begitu khawatir melihat keadaan istrinya, gadis itu meringis sambil memegang perutnya.
"Sayang, kamu kenapa? sakit perut?"tanya Alvaro, tangannya memegang kedua pundak sang istri.
Nesya mengangguk lemah, ia tidak berani mengatakan yang sebenarnya karena ia merasa malu pada suaminya.
"Ya udah, kita ke tempat tidur, ya? Akan saya ambilkan obat sakit perut,"ucap Alvaro, lelaki itu hendak membantunya berdiri. namun, Nesya langsung menahannya.
"Nggak,Pak. Aku duduk di sini sebentar,"cicit Nesya sembari menatap wajah Alvaro yang kebingungan.
"Kenapa? Kamu nggak sanggup bangun? Ya udah biar saya gendong aja, kamu harus bareng sebentar. Setelah itu minum obat,"ujar Alvaro.
Nesya lagi-lagi menggeleng, ia tidak ingin Alvaro melihat darahnya yang pasti sudah tembus dari balik celana piyamanya dan menempel di lantai. Nesya sangat malu, jika Alvaro melihatnya dalam keadaan kotor seperti itu.
"Nesya,Sayang. Nggak baik loh, duduk di lantai kayak gini. Lantai ini dingin, kamu bisa tambah sakit nanti,"Alvaro tak menyerah, terus membujuk istrinya. Ia khawatir melihat wajah Nesya yang tampak pucat, gadis itu sesekali masih meringis menahan sakit.
Nesya menggigit bibirnya, ia dilanda perasaan bimbang. Ia malu jika ia harus mengatakan yang sebenarnya pada Alvaro, apa yang terjadi padanya. Namun, di sisi lain Nesya sangat membutuhkan bantuan sang suami. Nesya sudah tidak tahan dengan perutnya yang nyeri sejak tadi, ia juga merasa bagian bawah tubuhnya sudah sangat lengket dan membuatnya tidak nyaman.
"Nesya, kenapa kamu malah melamun? Ayo, saya gendong sampai ke tempat tidur, ya?"Alvaro meminta izin, namun Nesya menghentikannya dengan memegang tangan sang suami yang hendak menggendongnya.
"Tunggu,Pak. Sebenarnya aku\_\_\_"Nesya menjadi ucapannya.
Alvaro semakin gemas dengan tingkah Nesya, entah apa yang terjadi pada istrinya itu."Ada apa, Nesya. Katakan saja, nggak usah sungkan."
Nesya menundukkan wajahnya, ia merasa sangat malu."Sebenarnya aku, kedatangan tamu bulananku,"ucap Nesya, gadis itu akhirnya mengaku."Tapi pembalutku habis, aku nggak tahu harus gimana. Darahnya pasti udah merembes ke lantai."
Namun, Alvaro tidak peduli. Ia tetap membantu Nesya hingga Mereka sama-sama berdiri sekarang, keduanya menatap lantai yang terkena noda darah. Tidak banyak, hanya sedikit saja yang menempel.
"Jangan dilihat,Pak. Bikin malu aja,"sungut Nesya dengan wajah cemberut.
"Kenapa harus malu sih, sama suami sendiri juga!"Alvaro sedikit kesal, karena sendiri tadi Nesya terus mengatakan kalau dia malu padanya. Alvaro merasa seperti orang asing, istrinya sendiri sungkan padanya.
Alvaro membuka lemarinya, seperti sedang mencari sesuatu. Ia lalu menemukan handuk kecil berwarna putih, bentuknya kecil menyerupai sapu tangan. Alvaro memberikannya pada Nesya, gadis itu menatapnya bingung.
"Pakai ini dulu untuk sementara, saya akan pergi beli pembalut dan obat pereda nyeri,"ucap Alvaro.
Nesya tertegun, menatap handuk kecil yang disodorkan Alvaro.
"Tenang aja, ini bersih kok. Belum pernah dipakai, kamu pakai aja sementara. Sampai saya kembali,"ucapkan lagi tampan itu.
"tapi Pak, nanti ini akan kotor,"ucap Nesya.
Alvaro tersenyum, ia mengambil tangan Nesya dan meletakkan handuk itu."Jangan buang-buang waktu, atau darahnya akan merembes semakin banyak. Pergi ke kamar mandi dan pakai ini, saya akan pergi sebentar. Nggak lama kok."
Alvaro berjalan ke arah tempat gantungan baju, ia mengambil jaket dan memakainya. Setelah itu, ia langsung keluar dari kamar. Alvaro hendak pergi ke supermarket dan apotek yang buka 24 jam, ia ingin membeli benda yang dibutuhkan istrinya dan juga obat untuk meredakan nyeri yang dirasakan oleh Nesya.
"Ya ampun, Kenapa pak Alvaro harus sebaik ini? aku kan jadi merasa bersalah kalau nggak bisa balas cintanya,"lirih Nesya, gadis itu lalu beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri serta memakai handuk yang diberikan Alvaro.
...****************...
Satu jam kemudian, Alvaro kembali ke rumah. Ia terpaksa harus pergi sedikit jauh, karena apotek dan supermarket yang dibuka 24 jam tidak ada di sekitar rumahnya. Alvaro masuk ke dalam kamar, membawa kantong plastik berisi pembalut dan obat pereda nyeri untuk Nesya.
Namun ternyata, Nesya telah kembali ke alam mimpinya. Gadis itu sudah mengganti piyamanya dengan yang lain. Alvaro meletakkan kantong plastik yang dibawanya ke meja nakas, ia kemudian mendudukkan dirinya di dekat Nesya.
"Nesya, bangun sebentar, Sayang!"ucap Alvaro sembari membuka bungkusan plastik tadi, ia mengambil satu butir obat dan memberikannya pada Nesya.
"Ini, minum dulu obatnya."
Alvaro juga memberikan segelas air putih untuk sang istri, Nesya menerimanya dengan senang hati.
"Makasih, pak."
"Sekarang, ambil ini dan ganti di kamar mandi. Setelah itu kamu bisa tidur lagi,"ucap Alvaro sembari memberikan bungkusan plastik kepada Nesya.
Nesya mengangguk, ia kemudian pergi ke kamar mandi dengan membawa bungkusan plastik yang diberikan Alvaro.
...****************...
sekitar jam 06.00 pagi, Alvaro membangunkan Nesya. karena Nesya sedang tidak bisa salat, maka Alvaro tidak membangunkan istrinya itu di waktu subuh.
"Udah pagi,Sayang.Apa perut kamu masih sakit?"ujar lelaki tampan itu.
Nesya menggeleng, ia langsung bangkit dan duduk berhadapan dengan Alvaro.
"Kamu yakin?"tanya Alvaro memastikan, ia masih mencemaskan keadaan istrinya.
"Iya,Pak.Tadi kan udah minum obat, jadi perut aku udah sembuh,"terang Nesya memastikan.
"Ya udah, kalau gitu kamu mandi sana.Setelah itu, kita sarapan,"ujar Alvaro yang langsung mendapat anggukan dari Nesya.
Gadis itu turun dari tempat tidur, kemudian beranjak ke kamar mandi. Sedangkan Alvaro, mengambil laptop miliknya dan masukannya ke dalam tas untuk dibawa ke kampus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Rita
ayo Nes jgn smpe nyesel lho
2024-01-27
0