Dengan langkah gamang sembari menahan genangan air mata yang sejak tadi menghiasi pelupuk matanya, Dea berjalan meninggalkan ruangan dosen. Sejak bertemu dengan pria bernama Brian Jilbert, Dea merasa hidupnya hancur berantakan. entah kesalahan apa yang dilakukan nenek moyangnya terdahulu hingga membuat dirinya kini harus bertemu dengan pria kejam seperti Brian.
"Tunggu!!!." seruan Brian membuat Dea sontak menghentikan langkahnya.
"Apa anda ingin menghukum saya lagi karena sudah membuat adik kesayangan anda itu sampai lecet???? harus anda ketahui tuan, adik kesayangan anda itu yang lebih dulu menyerang saya." Tanpa menoleh Dea berucap, sebelum sesaat kemudian kembali melanjutkan langkahnya.
"Seperti biasa, Aku akan menunggumu malam ini." tutur Brian mengingat saat itu tak ada orang lain disekitar mereka termasuk Lita, yang beberapa saat lalu telah mengikuti jadwal perkuliahan di kelasnya.
Seolah tak peduli dengan ucapan Brian, Dea terus melanjutkan langkahnya menuju area parkiran kampus untuk mengambil motornya. Menjalani masa skorsing mau tidak mau Dea harus segera meninggalkan kampus.
"De...." Dani terlihat melangkah cepat menyusul Dea yang baru saja tiba diarea parkiran.
"Dan, jika kau masih sayang padaku sebagai seorang sahabat, maka tolong jauhi lah aku!!!." baru juga tiba di hadapan Dea, Dani sudah disuguhi kalimat tersebut dari mulut sahabatnya itu. wajah Dea terlihat memelas, berharap Dani bisa memahami posisinya saat ini.
"Maafkan aku, De." hanya itu yang bisa di ucapkan Dani saat melihat setitik buliran bening telah meleleh dari pelupuk mata indah Dea.
Dengan tatapan sendu Dani menyaksikan motor Dea yang kini bergerak meninggalkan area kampus. "Maafkan aku De, jika memang persahabatan kita hanya membawa petaka dalam hidup kamu maka aku rela tidak lagi berada di dekatmu, tapi aku mohon maafkan aku." gumam Dani ketika tubuh Dea tidak lagi terlihat oleh pandangannya.
Setelah meninggalkan kampus Dea tidak langsung kembali ke rumah, ia memilih mengendarai motornya menuju cafe. mungkin dengan bertemu dengan sahabatnya kesedihannya akan sedikit berkurang.
Tiga puluh menit berkutat dengan padatnya jalanan ibukota kini Dea tiba di cafe. Dari kejauhan Dea sudah menyaksikan Lini yang kini tengah menatapnya dengan tatapan penuh tanya.
"Thank you, Lin." ucap Dea setelah berada dekat Lini.
"Sama sama. Memangnya semalam kamu kemana sih De???." tanya Lini setelah mereka hanya berdua saja di pantry.
"Semalam ada yang harus aku kerjakan makanya aku terpaksa beralasan menginap di rumahmu pada kak Aris." sejujurnya Dea merasa bersalah karena berdusta pada Lini, tapi mau bagaimana lagi ia sendiri merasa belum siap berbagi cerita pada siapapun tentang masalah yang kini dihadapinya, termasuk Lini sekalipun.
"Oh begitu." Lini nampak mengangguk pertanda percaya dengan ucapan Dea.
Hari ini Dea memilih tetap berada di cafe hingga jam kerjanya pun tiba.
Dea nampak mengeringkan tangannya dengan serbet saat mendengar suara notifikasi pesan baru saja masuk ke ponselnya.
"Jangan sampai lupa, malam ini datang tepat waktu!!!." batin Dea ketika membaca pesan dari Brian. sebuah pesan yang membuat raut seketika berubah penuh kebencian.
"Maaf tuan Brian Jilbert yang terhormat, sepertinya malam ini saya tidak bisa menjalani tugas saya sebagai jal_ang anda karena kakak saya pasti akan curiga jika setiap malam saya keluyuran bahkan akan baru kembali ke rumah keesokan harinya." dengan perasaan benci bercampur emosi, Dea membalas pesan dari Brian.
"Maaf Nona Dea, tapi saya tidak ingin menerima alasan apapun dari anda." Brian kembali mengirim pesan pada Dea, sehingga membuat wanita itu segera menonaktifkan ponselnya.
*
"Baiklah tuan. apa keberangkatannya hari ini juga????." tanya Aristio untuk memastikan, saat atasannya memerintahkan dirinya untuk mengecek secara langsung proyek pembangunan gedung hotel di kota S.
"Iya pak Aris." kata atasannya pada Aris. Jujur, pria itu cukup bingung mengapa Aris yang notebene nya bergabung di divisi Keuangan justru ditugaskan untuk mengecek proyek, namun pria itu bisa apa jika perintah itu turun langsung dari Brian selaku CEO sekaligus pemilik perusahaan.
*
Waktu telah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, Dea dan Juga Lini serta pegawai cafe lainnya terlihat bersiap meninggalkan cafe setelah memastikan semua akses masuk keluar cafe telah terkunci dengan aman.
Dengan menjadikan Kakaknya sebagai alasan menolak permintaan Brian, malam ini Dea sudah membayangkan akan tidur dengan nyenyak di atas tempat tidurnya.
Di jam segini jalanan tak seramai beberapa jam yang lalu hingga Dea tiba di rumah tepat tiga puluh menit setelah berkendara dari cafe.
"Kak Aris mau kemana???." tanya Dea ketika melihat kakaknya itu terlihat membawa koper.
"De, kakak sengaja menunggu kamu pulang dulu sebelum berangkat. sampai dengan seminggu ke depan kakak akan berada di kota S untuk urusan pekerjaan, kamu tidak apa apa kan kakak tinggal sendiri???." jujur Aris merasa tak tega harus meninggalkan adiknya itu seorang diri di rumah tapi mau bagaimana lagi, ini semua demi masa depan serta memenuhi kebutuhan hidup mereka juga.
"Iya kak, Dea bisa kok menjaga diri Dea dengan baik selama kakak di sana." Dea mengulas senyum manis di wajahnya, tidak ingin sampai kakaknya itu pergi dengan perasaan berat hati.
Masih dengan senyum manis yang terukir di bibirnya, Dea melambaikan tangan saat mobil Aris mulai bergerak meninggalkan pekarangan rumah. Setelah mobil kakaknya tak lagi terlihat oleh pandangannya Dea lantas kembali ke dalam untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.
Di waktu yang sama namun di tempat yang berbeda, Brian terlihat tengah sibuk berkutat dengan laptopnya.
"Selamat malam, tuan." Bani baru saja memasuki ruang kerja Brian yang berada di kediamannya.
"Bagaimana????." sahut Brian seraya mengalihkan pandangannya dari layar laptopnya.
"Sesuai dengan perintah anda tuan, mulai besok sampai dengan Minggu depan pak Aristio di tugaskan untuk mengawasi pembangunan proyek di kota S." Bani terdengar menyampaikan laporannya pada tuannya itu.
"Bagus." sahut Brian seraya kembali memfokuskan pandangannya pada layar ponselnya. Entah apa maksud dan tujuan pria itu memerintahkan Aris mengawasi pembangunan proyek di luar Kota, hanya pria itu yang tahu. Bahkan Bani selaku asisten pribadinya sendiri pun tak tahu apa maksud dan Tujuan Brian sampai melakukan hal itu.
Bani memandang ke arah jam dinding yang menggantung di dinding ruangan kerja Brian, yang kini telah menunjukkan pukul sepuluh malam namun sosok Dea tak kunjung datang.
"Apa saya perlu menjemputnya, Tuan???." tawar Bani.
"Tidak perlu, biarkan saja dia beristirahat malam ini sepertinya seharian ini harinya sangat melelahkan."
Jawaban Brian sanggup membuat kedua alis mata Bani nampak saling bertaut bingung. Sejak kapan pria tampan di hadapannya itu peduli pada wanita, apalagi seorang Deanita elisya, seorang gadis malang yang hanya di anggap sebagai pemuas naf_su semata oleh Brian.
"Apa masih ada yang ingin kau sampaikan???." tanya Brian ketika melihat asisten pribadinya itu masih diam terpaku.
"Tidak ada, tuan, kalau begitu saya permisi." tutur Bani.
Brian mengangguk saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
4U2C
𝘀𝗲𝗺𝗲𝗺𝗮𝗻𝗴𝗻𝘆𝗮 𝗯𝗿𝗶𝗮𝗻 𝗶𝗻𝗶 𝗲𝗻𝗴𝗴𝗮𝗸 𝗽𝘂𝗻𝘆𝗮 𝗵𝗮𝘁𝗶 𝗱𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗿𝗮𝘀𝗮𝗮𝗻 𝘆𝗮,,𝗯𝗿𝗶𝗮𝗻 𝗰𝘂𝗺𝗮 𝗽𝘂𝗻𝘆𝗮 𝗷𝘂𝗻𝗶𝗼𝗿 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝘂𝗮𝘁 𝗻𝗮𝗳𝘀𝘂𝗻𝘆𝗮🤣🤣🤣🤣
2024-02-27
0
Tarmi Widodo
adik d KK sama² biadab
2024-02-19
0
Wirda Lubis
terbuat dari apa hati Brian biadab kali
2024-02-08
0