Mom, Where Is Our Daddy?
Di sebuah hotel ternama, terlihat sepasang seorang pria tengah menutup mata seorang wanita. Keduanya berjalan memasuki kamar hotel dengan langkah perlahan, mengikuti kelopak mawar yang di tebarkan sepanjang jalan menuju ranjang. Kamar hotel tersebut di hias sedemikian rupa, dan terdapat banyak lilin yang menghiasi kamar tersebut.
"Hitungan ketiga, kamu sudah boleh membuka matamu. Satu ... dua ... ti ... ga." Pria itu menarik tangannya yang menutup mata sang istri.
Betapa terkejutnya wanita itu saat melihat isi kamar itu yang sudah penuh dengan kejutan. Wanita itu tak dapat menahan rada harunya, air matanya luruh begitu saja. Hatinya terasa amat bahagia, pria yang bergelar sebagai suaminya itu berhasil membuatnya terharu sampai menangis bahagia seperti ini.
"Kenapa menangis hm? Enggak suka sama kejutan yang aku buat?" Tanya pria itu sembari memeluknya dari belakang.
"Mas Dario, ini terlalu berlebihan. Kita menikah sudah lima tahun lamanya, tapi kamu membuat suprise untukku seakan ini malam pertama kita. Maaf, kalau selama lima tahun ini aku belum bisa memberikan keturunan untukmu." Ujar wanita itu dengan air mata yang membasahi pipi mulusnya.
Dario Maverick, seorang pria mapan berusia 27 tahun. Dimana pernikahannya dengan sang istri yang bernama Alice Claretta sudah memasuki usia lima tahun. Tepat di hari ini, adalah hari dimana mereka mengikrarkan janji suci. Dimana Dario membuat keputusan untuk menjadikan Alice Claretta, wanita yang kini berusia 26 tahun itu sebagai istrinya dan wanita yang memiliki hatinya.
Namun, selama lima tahun. Keduanya belum di karuniai seorang anak. Berbagai macam cara sudah Alice dan Dario lakukan. Namun, mereka belum juga di berikan keturunan. Akan tetapi, Dario adalah suami yang baik. Dia tak pernah menuntut Alice untuk menjadi istri yang sempurna. Cinta Dario pada ALice benar-benar tulus.
"Sayang, aku menikahimu untuk hidup bersamamu sampai maut memisahkan kita. Adanya anak, itu bonus. Aku menikahimu karena ingin selalu ada bersamamu, kamu cintaku, hatiku, dan duniaku. Tanpamu, rasanya aku hidup tanpa oksigen di dunia ini." Ujar Dario menenangkan Alice.
Alice tersenyum di sela tangisnya, dia memukul tangan Dario hingga membuat pria itu melepaskan pelukannya. Kemudian, Alice berbalik. Dia menatap Dario yang menatapnya dengan sorot mata penuh kelembutan.
"Dari awal pernikahan kita, kita sudah di uji dengan restu keluargamu. Mereka tidak menyukaiku karena latar belakangku yang seorang mantan anak panti asuhan yang di buang oleh orang tuanya. Entah aku anak hasil pernikahan atau anak hasil di luar pernikahan. Tapi, kamu tetap mau memperjuangkan aku m4ti-m4tian demi restu keluargamu. Tapi sekarang, justru ... aku seakan tidak berguna sebagai istrimu." Ujar Alice dengan air mata yang kembali mengalir di pipinya.
Tangan kekar Dario terangkat, perlahan jari-jarinya mengelus pipi istrinya yang basah. Tatapan teduh pria itu kembali menghangatkan hati Alice yang dingin. Dia seakan tak ingin melepaskan Dario, tetapi suaminya butuh keturunan.
"Mas, jika aku memintamu untuk ...,"
"Syutt, jangan memintaku untuk berpaling darimu. Aku tidak akan bisa." Sela Dario sembari mengusap lembut pipi istrinya dengan ibu jarinya.
"Sampai kapan? Kamu pewaris tunggal, kamu juga butuh seorang penerus. Mama, dia ingin kamu memiliki seorang cucu. Aku belum bisa memberikan apa yang mama mau." Lirih Alice.
"Soal mama, serahkan padaku. Aku tidak akan menikah lagi, cukup sekali aku menikah dan itu bersamamu. Jika pun aku menikah sampai dua kali, itu hanya denganmu juga. Masih lima tahun, kita juga belum tua. Masih banyak waktu untuk berjuang, dan yah ... kamu harus berjuang lebih keras lagi setiap malam." Ujar Dario dan mengedipkan sebelah matanya.
"Kamu, masih bisa bercanda." Seru Alice sembari memukul baju suaminya. Dario tersenyum, dia meraih Alice masuk ke dalam pelukannya. Lalu, pria itu m3ng3cup lembut pucuk kepala istrinya dengan penuh cinta. Kedua orang itu benar-benar saling mencintai. Bahkan, keduanya tak pernah ada niatan untuk berpaling dari pasangannya.
Dertt!
Dertt!
Ponsel Dario berdering, mereka pun melepaskan pelukan mereka agar Dario bisa mengangkat telponnya itu. Sejenak, Alice menatap suaminya yang terlihat serius menelponnya. Kening Alice mengerut saat melihat raut wajah suaminya menjadi pucat. "Baik, saya akan segera ke rumah sakit." Ujar Dari dan memutuskan sambungan telpon itu sepihak.
"Ada apa Mas? Siapa yang sakit?" Tanya Alice dengan sedikit khawatir.
"Mama pingsan, sekarang lagi ada di rumah sakit. Kita harus segera ke sana." Ajak Dario.
"Ayo Mas." Seru Alice dan langsung mengambil tas selempangnya yang sebelumnya sempat dia taruh di atas ranjang. Dario yang tadinya ingin keluar menghentikan langkahnya, dia menoleh pada istrinya dan menatapnya dengan tatapan sendu
"Sayang, maaf. Hari pernikahan kita jadi seperti ini. Seharusnya kita nikmati masa romantis kita, tapi karena musibah ini ...,"
"Tidak usah di pikirkan, kondisi mama lebih penting. Ayo mas." Ajak Alice dan menggandeng tangan suaminya untuk bergegas pergi dari sana.
.
.
.
Dario dan Alice sama-sama berjalan cepat menuju ruang rawat yang sebelumnya Dario tanya pada resepsionis. Keduanya terlihat panik saat mencari kamar itu, apalagi Dario. Pria itu begitu sayang dengan ibunya, dan saat mendengar ibunya pingsan, Dario terlihat sangat khawatir.
"Mas, tunggu sebentar. Ponselku tertinggal di mobil." Ujar Alice yang mana membuat langkah Dario berhenti.
Dia menatap kamar rawat sang mama yang hanya berjarak tiga meter lagi dari tempatnya berdiri. Dia ingin menemani istrinya, tetapi dirinya tidak sabar untuk melihat keadaan mamanya itu. "Kamu bisa ambil sendirikan? Mas masuk duluan yah." Usul Dario sembari menyerahkan kunci mobilnya.
"Iya, Mas masuk saja lebih dulu. Aku akan mengambilnya sendiri di mobil." Sahut Alice sembari mengambil kunci mobil milik suaminya.
keduanya berpisah, Alice kembali ke parkiran untuk mengambil ponselnya yang tertinggal. Dari dulu dia sangat ceroboh, selalu melupakan hal-hal kecil seperti saat ini. "Selalu saja lupa." Gumam Alice setelah mendapatkan ponselnya.
Alice pun kembali masuk ke dalam rumah sakit, dia terlihat sedikit berlari untuk menyusul suaminya yang pastinya sudah masuk ke dalam kamar rawat sang mama. Alice menatap kamar demi kamar demi mendapat nomor kamar sang mama mertua. Langkahnya terhenti saat di depan pintu kamar rawat bertuliskan mawar, dia pun tersenyum sembari tangannya bergerak untuk menyentuh handle pintu itu.
"Mau sampai kapan? Mama juga mau punya cucu Dario! Umur Mama sudah tua, sebentar lagi mungkin Mama sudah tidak ada."
"Ma, jangan bicara seperti itu. Dario dan Alice juga sedang berusaha." Sahut Dario. Gerakan tangannya terhenti, dia pun mengepalkan tangannya dengan kuat. Dada Alice terasa sesak, permintaan mertuanya sangat menyayat hatinya.
"Dario, menikahlah dengan anak teman Mama. Dia setara denganmu dan juga, dia pasti dapat segera memberi mu keturunan."
Degh!
Alice sudah tak sanggup menahan air matanya, dia berbalik pergi dan berlari dengan air mata yang bercucuran. Tak peduli bagaimana kelanjutan percakapan antara suaminya dan mertuanya itu. Permintaan ibu mertuanya bagaikan sebuah peluru yang menembus jantungnya. Dunia Alice benar-benar terasa runtuh. Dia tidak akan mampu untuk berbagi cinta suaminya dengan wanita lain.
___
Mohon dukungannya🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Mlly Ferli
kalo cerita ada unsur2 jahat ak mampir hahahaha
2024-11-16
0
arniya
mampir lagi kak
2024-10-26
0
Nanik Kusno
mampir kak....kalau ini mertua jahat ya ....
2024-10-17
0