Bab 19. Salah Tingkah

"Bas?" gumam Andini secara tiba-tiba.

Sontak saja Baskoro terkejut melihat Andini yang duduk di sana. Seketika itu juga, Baskoro langsung menghempaskan tangan Asti yang masih bertaut antara satu sama lain. Andini sempat melihat itu sekilas. Entah itu bayangan atau sungguhan. Benar-benar sekelebat saja. Baskoro melangkah masuk menghampiri istrinya, diikuti dengan Asti yang agak jauh di belakang Baskoro.

"Sayang? Kamu di sini? Kapan kamu pulang?" ujar Baskoro langsung merubah mimiknya tenang.

"Kalian pergi berdua?" tanya Andini lagi yang curiga.

Seketika Asti langsung merasa tegang, panik, dan campur aduk. Bahkan pakaian Asti pun terbilang mahal. Ia mengepalkan kedua tangannya erat di pakaiannya. Namun berbeda dengan Baskoro yang tenang seolah tak terjadi apa-apa.

"Kok mikirnya gitu? Kami tak sengaja saja ketemu di depan gerbang. Tadi sih Asti meminta izin untuk main ketempat temannya. Dan aku tentu saja pulang dari kantor," jawab Baskoro setenang-tenangnya.

Andini meletakkan popcorn yang ada dipangkuan. Ia menatap ke arah Asti yang sedang menundukkan kepalanya. "Benarkah begitu, Asti?" tanya Andini kemudian.

Asti tetap menundukkan kepalanya sambil melirik ke arah Baskoro. "Be-benar, Nyonya," jawabnya terbata.

"Masa?" ujar Andini masih tak percaya. Ia memalingkan wajahnya ke arah Baskoro lagi.

"Beneran kamu?" Andini berdiri dari duduknya, dan langsung pergi ke kamar atas, meninggalkan Baskoro serta Asti di sana.

"Iya, sayang beneran. Kamu kenapa sih?" timpal Baskoro lagi yang langsung mengejar Andini di belakangnya.

Sedangkan Asti merasa lega sekali. Ia dengan cepat menutup pintu utama, dan segera masuk ke dapur untuk mengecek semuanya apakah ada piring kotor atau yang lainnya. Namun ternyata, ada masakan nyonya nya di sana yang masih tersisa banyak. Hati terasa sangat bersalah, tapi harus bagaimana lagi? Asti dengan segera memasukkan semuanya ke dalam kulkas. Sebelum ia masuk ke dalam kamarnya, samar-samar mendengar pertengkaran tuan dan nyonyanya sebelum pintu kamar tertutup dengan bantingan kencang.

BRAKKK!!

Sementara di lantai atas, Baskoro masih mengejar Andini. Menarik lengan istrinya agar istrinya mau berhenti dan bicara padanya.

"Andini, bisa kamu berhenti sebentar?"

"Bagaimana aku bisa berhenti sementara melihat suamiku pergi dengan pelayannya sembari tangan kalian bertautan? Apa kamu bisa menjelaskan itu, Bas?" jawab Andini yang terpaksa berhenti dan menghempaskan lengannya agar terlepas dari cengkraman suaminya.

"Apa-apaan sih kamu? Mana ada aku pegangan tangan sama Asti? Lagian aku sadar diri, Sayang," jawab Baskoro lagi dengan nada lemah lembut.

"Heh? sadar diri? Sadar diri kalau kamu pria matang yang kaya raya?" ujar Andini menimpali. "Jangan pikir aku tidak tahu kelakuanmu!" lanjutnya lagi lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Baskoro pun melangkah menuju kamar mandi bermaksud untuk menyusul sang istri, namun nahasnya pintu di kunci dari dalam. Terpaksa Baskoro berdiri menunggu Andini sembari mondar-mandir di depan kamar mandi.

Flush!

Tak lama Andini keluar dari kamar mandi itu, namun Baskoro mendorongnya lagi ke dalam agar masuk kembali ke dalam kamar mandi. Sontak saja Andini memberontak sembari memukul dada suaminya itu.

"Lepaskan, bren-gsek!" teriak Andini murka.

"Shuuut! Sayang tenanglah, ok?" ujar Baskoro pelan menenangkan istrinya itu. "Aku hanya terkejut kamu pulang, dan kamu gak bilang kalau pulang hari ini. Malah kamu waktu itu bilangnya satu Minggu, atau dua Minggu, aku sampai lupa," ujar Baskoro lagi sembari menggerakkan jarinya ke tubuh Andini.

"Jangan kamu berpikir bisa menggodaku malam ini, Bas! Tak selamanya hubungan in-tim bisa menyelesaikan semuanya!!!" teriak Andini menjauhkan diri dari Baskoro.

"Nyatanya begitu, kan? Semua beres ketika kita saling menyatu, pillow talk bersama, bahkan kita sering sharing. Apa yang salah dengan semua itu, sayang?"

"Kau selalu tak jujur padaku," ujar Andini marah. "Aku mau keluar! Minggir kamu!" teriak Andini dengan keras.

Terpaksa Baskoro mempersilakan istrinya keluar dari kamar mandi itu. Ia merasa sangat bersalah telah membohongi istrinya, tapi dia sangat tergoda dengan pelayannya itu. Yah tak dapat dipungkiri.

"Bagaimana aku bisa meyakinkannya kalau aku tidak ada apa-apa dengan Asti? Tau ah, pikir nanti aja," monolog Baskoro sendiri di kamar mandi. Ia sudah memutar kran shower untuk mandi.

"Huh! Astaga! Aku gak menyangka kalau Nyoya bisa semarah itu. Bagaimana ini? Apa aku berhenti bekerja saja dari rumah ini? Aku takut ketahuan juga sih. Bisa jadi nyonya bisa menikamku pakai koleksi pisau yang ada di dapurnya. Hiii serem! Bagus aku tidur aja, ah!" ujar Asti saat dirinya sempat melihat pintu kamar di banting oleh Andini.

"Tapi, kalau besok Nyonya tanya aku, gimana dong? Takut nih...," ujar Asti lagi. "Tau ah!" Ia langsung menarik selimutnya, menutupi seluruh kepalanya yang memerah akibat malu.

Asti pun tertidur dan membiarkan pintu kamarnya tak di kunci. Ia sangat lelah sekali, beberapa hari ini tanpa adanya nyonya, selalu digempur oleh tuannya, Baskoro.

Andini membaringkan tubuhnya ke sebelah kiri, agar tak menghadap wajah suaminya itu. Ia sangat marah dengan apa yang dilihatnya tadi. "Sia-lan! Ternyata benar kata orang-orang, tak baik meninggalkan suami sendiri dengan pelayan apalagi perempuan cantik di rumah. Dan istri pergi jauh! Si-al!" batin Andini geram.

Aktivitas di kamar mandi pun selesai, Baskoro keluar dengan handuk yang ditautkan di pinggangnya. Mendatangi Andini yang sudah terbaring di ranjang. Ia dengan pelan bergerak, lalu menci-umi bahu istrinya, sampai ke tengkuk Andini. Bukannya tak tahu, Andini tak melayani, dia hanya diam tanpa reaksi.

"Sayang, aku tidak seperti yang kamu pikirkan. Kamu salah lihat. Aku hanya,-" belum sempat Baskoro melanjutkan ucapannya, Andini langsung menyambar.

"Sudahlah. Aku tidak mau membahasnya. Sudah cukup untuk semuanya," sambar Andini.

"Maksdnya?"

"Ya sudah cukup untuk semuanya. Sekarang tidurlah, aku ngantuk," ucap Andini lagi melemah.

"Baiklah. Good nite, sayang. Maafkan aku," jawab Baskoro sembari mengec-up bahu Andini sekali lagi lalu ia terbaring di sampingnya.

Tak ada pembicaraan lagi, atau hasil hubungan in-tim. Padahal Andini juga merindukannya. Mereka tertidur di masing-masing posisi.

.

.

Tak terasa matahari sudah terbit, Asti juga baru bangun dari tidur lelapnya, sampai dirinya tak menyadari kalau ada bunyi-bunyian di ruang dapur. Asti langsung tersadar dan berlari ke arah dapur tanpa mencuci wajah dan gosok gigi.

Andini melihat sosok Asti yang berdiri di sampingnya. "Selamat pagi, nyonya Asti. Bagaimana tidurnya? nyenyak kan?" tanya Andini nyinyir.

"I, iya, Nyonya. Saya," ujar Asti tergagap.

"Sudahlah. Aku hanya bercanda. Aku tahu kamu sangat kelelahan tadi malam.. Apalagi sampai pulang malam dari tempat teman. Bahkan aku baru tau kalau kamu ada teman di sini."

"I-itu," Asti benar-benar merasa tidak nyaman dan tak tahu harus bagaimana.

.

.

.

Bersambung . . .

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!