Bab 18. Menunggu

Andini meninggalkan vila megah dan langsung menaiki taksi menuju ke bandara. Benar, awalnya dia menggunakan mobil bersama teman-temannya, namun ia berpikir untuk mempersingkat waktu. Ia sangat beruntung mendapatkan tiket pesawat di akhir waktu yang terbilang singkat. Hanya menghabiskan waktu 10 menit, Andini sudah sampai di bandara. Ia dengan cepat melangkah masuk dan melakukan boarding pass.

Setelah selesai semua kericuhan di bandara, ponsel Andini berdering menandakan ada pesan masuk. Ia segera mengambil ponselnya dari dalam tas kecil lalu membukanya. Tertulis di layar nomor yang tidak dikenal.

"Siapa yang nge-chat pagi-pagi gini?" gumam Andini.

Semoga kamu senang dengan kadoku. Untuk malam tadi, aku sangat senang bisa bertemu denganmu lagi, Andini. Salam untuk Baskoro ya. Save flight.

Dari Pria Tegas

"Hah? Darimana dia bisa tau nomorku? sebenarnya siapa dia ya? Astaga aku sampai lupa," gumam Andini lagi.

Makasih juga untuk malam tadi sudah mau mendengar curhatanku. Iya, aku akan sampaikan dari-? Dari siapa? Masa aku harus menyampaikan dengan sebutan pria tegas?

Andini ~

Terkirim

Bilang saja. Aku yakin dia pasti tau siapa yang dimaksud. Yah, aku berharap akan baik-baik saja saat dia mengetahui itu.

Pria Tegas

"Dasar aneh. Apa semua pria begitu? Sepertinya Baskoro tidak seperti itu. Entahlah," gerutunya sendiri di kursi ruang tunggu.

Ting Tong

Bagi penumpang pesawat Boing QZX1987 . . . .

Andini langsung bersiap untuk memasuki pesawat itu. Namun posnelnya berdering lagi.

Save flight yah. Jangan lupa kabarin kalau kamu sudah sampai di rumah. Apapun yang ingin kamu ceritakan, aku siap selalu ada untukmu.

Ia hanya membacanya tanpa membalas lagi. Antrian lumayan panjang saat memasuki burung besi, sampai akhirnya Andini tiba di bangkunya. Ia merogoh ponselnya lagi, membuka galeri di mana foto-foto dirinya dan suaminya tersimpan begitu baik di dalam sana. Kenangan-kenangan indah bersama sang suami. Lalu tersenyum manis sampai dirinya lupa bahwa peringatan dari pilot sudah terdengar di seluruh penjuru pesawat. Sampai terdengar suara seseorang yang menegur Andini.

"Mohon maaf, Bu. Boleh matikan ponselnya atau di alihkan mode terbang? Sebentar lagi kita akan take off," ujar pramugari itu.

Andini terkesiap dari lamunannya, "Oh iya, iya. Terima kasih," Andini tersenyum ramah. Ia langsung mengubah Signal ponselnya ke dalam mode terbang.

.

.

.

Asti kembali memakai pakaian malamnya, karena dirinya tidak membawa, bukan, melainkan tidak memiliki baju selain itu. Sampai Baskoro menatapnya lalu menghubungi seseorang.

"Bawakan satu baju kemari. Jangan telat!" ujar suara bariton itu.

Asti lalu duduk di tepi ranjang sembari memainkan kedua jari telunjuknya. Ia ingin mengatakan sesuatu namun dirinya masih canggung dengan apa yang terjadi. Bahkan ia tak sadar kalau dirinya menyetujui kesepakatan yang baru saja dibuat oleh Baskoro dan dirinya.

"Baby, kita tunggu di sini sebentar ya. Bajumu akan datang. Bukan maksudku kamu tak pantas dengan baju itu, tapi baju itu cocok hanya untuk pesta malam,"

"Baiklah," jawab singkat Asti yang masih memainkan kedua jarinya.

Baskoro melihat hal itu, ia langsung menghampiri Asti. Diraihnya kedua tangan Asti dan dici-umnya secara bergantian. "Ada apa? Kamu seperti memikirkan sesuatu."

Asti pun menatap wajah Baskoro lalu menggelengkan kepala.

"Apakah semua permainan kita kurang? Masih mau lagi?" ledek Baskoro yang membuat Asti tertawa tipis.

"Tidak. Aku hanya memikirkan apakah hubungan kita ini benar?" ujar Asti kembali dengan wajah yang serius. Baskoro masih mencum-bu punggung telapak tangan Asti. "Maksdku, hubungan dengan menjadikanku sebagai wanita simpanan. Dan aku juga pelayanmu. Aku merasa bersalah terhadap Nyonya Andini," lanjutnya lagi.

Baskoro langsung menurunkan lengan Asti. Ia mengambil duduk tepat disamping Asti, namun tak lupa, tangannya tetap bergerilya ke mana-mana. "Kenapa harus memikirkan hal itu? Tak perlu merasa bersalah, karena aku yang mencintaimu. Aku yang menginginkanmu. Untuk masalah kita tak terbuka, aku akui aku butuh waktu untuk bicara dengan Andini tentang hal semua ini. Apakah kamu keberatan untuk menunggu sampai waktunya tiba?"

Asti menggeleng, "Tidak. Aku tidak pernah keberatan. Hanya saja aku berpikir kalau seandainya ketahuan, dan kamu belum memberitahukan hal ini. Aku takut itu saja," jelasnya.

"Tak perlu khawatir. Kamu boleh sebulan lagi bekerja di rumah itu lalu sebelum kamu berhenti, kita akan mencari rumah untukmu. Bagaimana?" tawar Baskoro lagi menyelipkan tangannya di antara dua paha Asti dan perlahan mendekat ke arah area sensitifnya.

Bukan merasa geli, Asti malah memejamkan matanya, menikmati ge-sekan yang terjadi di bawah sana. Dengan sendirinya kedua kaki itu terbuka perlahan-lahan. Tak terasa suara itu keluar dari bibir Asti, walaupun pelan. Baskoro mendekatkan bibirnya ke arah telinga Asti.

"Apa kamu ingin lagi?"

Dengan cepat, Asti menganggukkan kepalanya. Ia merasa sudah tak tahan walaupun hanya dengan permainan sederhana. Baskoro menatapnya puas.

"Kita sudah main sebanyak 4x sepanjang malam loh, Baby," terang Baskoro lagi dan menghentikan permainan itu.

Namun Asti tak menggubris, malahan dirinya yang menggerakkan tangan Baskoro lagi.

Baskoro tersenyum kecil, lagi dan lagi. Ia pun dengan senang hati bisa memu-askan baby Asti. "Kamu basah sekali, Baby," bisik Baskoro lagi sembari memasukkan tangannya ke dalam pengaman segitiga itu. Ia mulai memasukkan jari te-ngahnya dan bermain di sana. Sampai Asti meraih bibir Baskoro dan langsung menyambarnya. Dengan kasar, Asti sendiri menurunkan pengamannya agar Baskoro leluasa bermain di bawah sana. Tapi sialnya.

Ting Tong

Bunyi bel kamar itu membuyarkan permainan mereka. Dan mereka saling tatap lalu tertawa. Baskoro langsung mencabut tangannya, dan segera membukakan pintu kamar. Sementara Asti langsung berdiri dan merapikan pakaiannya yang berantakan.

"Ada apa?" tanya Baskoro dibalik pintu.

"Maaf, Tuan. Pesanan anda," ujar pelayan itu menyerahkan Paperback yang berisi pakaian yang di pesan sebelumnya.

"Oh. Terima kasih," Baskoro langsung mengambil Paperback itu dan memberikan sedikit tips padanya.

Pintu pun di tutup. Baskoro membawa Paperback itu ke arah Asti. Bukan memberikannya kepada Asti, tetapi ia langsung menyambar Asti untuk melanjutkan apa yang telah mereka mulai.

Berbeda dengan Andini yang sudah sampai di depan rumahnya. Ia melihat ke sekitar kalau rumah itu nampak kosong. Untung saja dirinya membawa kunci serep untuk membuka pintu rumahnya.

CEKLEK

Sepi. Tak ada aktivitas apapun di rumahnya.

"Suprise!" teriak Andini dengan sengaja. "Hallo? Apakah ada orang? Asti? Bas?" lagi dirinya mencoba berteriak memastikan.

Andini masuk ke dalam. Gelap. "Tak ada orang rupanya."

Andini memutuskan untuk masuk ke dapur, mana tau ada makanan di meja makan, namun rupanya tidak ada apapun. Andini menghidupkan lampu dapur, lalu ia berniat untuk memasak karena dirinya sudah sangat lapar sekali. Butuh satu jam untuk dirinya memasak beberapa menu, mungkin saja Baskoro, suaminya sedang bekerja dan Asti mungkin libur atau ke tempat temannya, yang membuat Andini hanya mengangkat kedua bahunya atas ketidaktahuannya. Ia pun melakukan semua aktivitas rumah setelah mengisi energi.

Sampai malam menjelang belum ada tanda-tanda suami dan pelayannya itu pulang. Andini masih dengan santai menunggu mereka di ruang tamu sembari menyetel televisi dengan popcorn yang baru saja dibuatnya. Ia melirik ke arah jam dinding di sana.

"Ke mana mereka? Asti juga gak ada telepon. Baskoro juga. Apa sesibuk itu? Aku coba telepon dulu ah."

Andini meletakkan remote tv dan mengambil ponselnya. Pertama ia menekan nama Asti.

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Mohon hubungi beberapa saat lagi,"

Andini langsung mematikan panggilan itu. Kemudian ia men-dial suaminya. Hal yang sangat mengagetkan, ponsel suaminya pun sama, tidak aktif. Sampai ia melihat jam di dinding menunjukkan pukul 10 malam. Malah terdengar suara mobil masuk. Andini meletakkan ponselnya dan melanjutkan Popcon yang ada di pangkuannya.

Tak ada yang curiga kalau Andini, istri dari Tuan Baskoro, sudah pulang dan santai di ruang tamu. Karena rumah besar ini di lengkapi dengan sistem penerangan otomatis. Baskoro pun memutar kunci rumah itu, dan betapa terkejutnya dirinya melihat istrinya yang duduk di ruang tamu sembari menatap ke arah pintu. Tidak hanya Baskoro, tapi begitu juga Asti.

.

.

.

bersambung . . .

Jangan lupa dukung terus authornya ya. Dengan cara baca trus cerita ini sampai akhir. Dengan cara, subscribe, like, comment, share, vote, bahkan kalian bisa ngegift juga loh ya,. Dan makasih yang sudah mendukung bahkan membaca sampai detik ini. Berkah selalu buat kalian. Aamiin.

salam,

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!