Himbauan bagi yang membaca, sangat diharapkan kalian bijak. Full dengan ad-eg-an yang d-w-sa. Kalau masih baca, ya dosa tanggung sendiri ya. 🙏
Selamat membaca.
Sentuhan itu membuat Asti menelan salivanya. Bagaimana tidak, dirinya sekarang ini berpakaian sangat terbuka, dan bagian punggung nya pun terbuka lebar. Kulit cerah dan bersih Asti begitu terpancar bahkan menggoda Baskoro. Sentuhan jari itu perlahan berpindah ke punggung Asti.
"Baby? Apakah ini pertanda hubungan kita mulai serius?" tanya Baskoro tiba-tiba yang membuat Asti tersentak kaget.
"Ah, iya?" jawabannya gelagapan. Sentuhan itu benar-benar bisa membuat Li-bido Asti terpanggil naik. "I-iya," lanjut Asti menjawab dengan nada yang tertahan. Menahan suara indah yang ingin keluar.
"Bolehkah kita berdansa?" ajak Baskoro memegang tangannya lembut.
"Aku tidak bisa berdansa, Sa-sayang."
"Aku ajarin pelan-pelan," jawab Baskoro yang langsung merangkul pinggul Asti. Tak lupa dirinya merentangkan sebelah tangan diangkat dan satunya diletakkan di bahu Baskoro.
Baskoro tersenyum manis. Mereka sembari bergerak dengan perlahan sembari menyetel musik dansa. Baskoro menatap Asti dengan intens. Ia sangat yakin dirinya tak ingin kehilangan Asti. Dansa yang tak terlalu buruk.
"Baby, berarti hubungan kita ini akan dibawa serius, tapi dengan catatan aku tak bisa menikahimu. Bahkan aku gak ingin cerai dengan istriku," ucap Baskoro menerangkan.
"Kenapa?"
"Karena aku juga mencintainya," ujar Baskoro sembari mencum-bu punggung yang terbuka itu.
"Aku tahu," jawab Asti sedikit melemah.
Di kamar itu, Baskoro tidak berhenti mengagumi tubuh elok Asti yang memang nyata-nyata lebih dari istrinya. Tangan Baskoro meluncur lembut menyapu semua bagian tubuh Asti di atas kain satin berwarna merah itu. Asti hanya bisa menahan suaranya saja.
"Lepaskan saja, Baby," ujar Baskoro yang tangannya sudah tiba ditempat favorit.
"Eu-GH," leng-uhan itu terdengar tepat oleh telinga Baskoro.
Seketika Baskoro mema-sukkan jarinya ke bagian in-tim sehingga Asti memegang erat lengan Baskoro. Meminta untuk melanjutkan apa yang baru saja dilakukan oleh Baskoro.
"ough, ini,-"
"Kamu ban-jir, Baby," ujar Baskoro dengan lembut di pundak Asti sembari mencu-mbu perempuan itu.
"Ough, aough," teriak Asti menikmati.
Segera saja Baskoro melepaskan dress satin yang melekat di tubuhnya, lalu dengan segera membawanya ke sofa. Bibir mereka meny-atu seakan mengisyaratkan untuk tidak berhenti. Dihempaskannya tubuh Asti di atas sofa nan empuk, dan Baskoro menyambar dengan bi-bir Asti dengan ganas. Ia turun perlahan-lahan sembari mencum-bu wangi tubuh Asti. Sampai di bagian kembar, Baskoro memainkannya sebentar, mere-mas yang satu dengan sebelah tangannya sembari memainkan bi-birnya di atas n-pplenya. Asti hanya bisa memolet (kaya cacing kepanasan) saking nik-matnya. Begitupun sebaliknya dengan berganti-gantian. Asti mengacau-ngacau rambut Baskoro dengan kedua tangannya. De-sahannya lolos begitu saja. Sesekali Baskoro mendongak, melihat perempuan dibawahnya sangat menikmati. Lalu dia turun lagi sampai pada pusar Asti. Jujur saja, selama beberapa kali permainan, baru kali ini Baskoro memperlakukannya dengan full. Serasa ada chemistry antara mereka berdua.
Baskoro sampai di bagian segitiga Bermuda yang masih ditutupi dengan penutupnya. Perlahan ia menurunkan penutup itu, begitu juga dengannya yang langsung membuka kemeja putih bahkan sabuk yang ada di pinggangnya. Menanggalkan celana panjangnya dan menyisakan un-der-wer saja di tubuh lelaki berusia 55th itu. Baskoro langsung men-cocop segitiga Bermuda itu dengan cepat dan sangat ber-ga-irah, yang membuat Asti langsung berteriak kuat.
"Aauuugggghhhh! Hhhh,"
Baskoro bermain dibawah sana dengan lidahnya, sampai Asti merasakan ada sesuatu yang ingin keluar dari keint-imannya.
"Sayang, aku mau keluar," ucap Asti penuh dengan des-ahan.
Baskoro yang mendengar hal itu, mempercepat permai-nannya, hingga keluar. Baskoro langsung menanggalkan un-der-wer nya dan melempar ke segala arah, Dan langsung memasuk-kan benda itu ke sana. Sekali lagi Asti meleng-uh nik-mat. Aktivitas itu berlangsung lama dengan berbagai gaya yang mereka coba.
Di lain sisi, Andini dan kawan-kawan yang sudah bersiap untuk pergi ke bar terkenal di daerah sana.
"Siap?" tanya Jenny kepada ke lima temannya itu.
Semua menganggukkan kepala terkecuali Andini. Jenny dan kawan lainnya menatapnya heran. Sampai Jessica menanyakan hal itu.
"Ada apa? Apa kamu gak nyaman dengan baju itu?" tanya Jessica.
"Ayolah! Mana Andini yang dulu? Yang sekali masuk Bar langsung memikat para lelaki hidung belang di luar sana? Walaupun tidak semua," ujar Jenny menyambar lagi.
"Kita sudah ready loh, tinggal jalan aja kita ini," celetuk Anggi dan dibenarkan oleh Keira.
Andini menatap teman-temannya, lalu tersenyum dengan lebar. "Ha ha, Let's go!"
Semua pun tertawa bersama, lalu melangkah keluar bersama-sama menuju Bar. Tak butuh waktu lama untuk mencapai Bar itu, Andini dan kawan-kawan sudah menginjakkan kaki di sana. Gemuruh musik yang menggema, memekakkan telinga bahkan hiruk pikuk keriuhan di dalam sana sangat terasa.
Andini menuju ke meja Bar di sana. Dan memesan cocktail fruit kepada barista pria itu. Sedangkan teman-temannya berlari ke arah panggung di bawah sana dan menari bersama para lelaki dan wanita. Mereka memang suka berbaur dengan siapa saja kalau sudah berada di bar.
"Silakan, Nona. Bersenang-senanglah," ujar Barista pria itu.
Andini mengambilnya. Barita itu menatap Andini yang duduk seorang diri seperti memikirkan sesuatu.
"Nona terlihat sedang memikirkan sesuatu," celetuk Barista itu sembari mengelap gelas-gelas di depannya.
Andini merespon dengan menatapnya sekilas lalu memfokuskan perhatian kepada minuman dihadapannya. "Lalu?" jawab Andini singkat.
Barista itu tak berpikir kalau wanita dihadapannya akan merespon pernyataannya yang konyol. "sangat kentara di wajah anda," lanjut Barista itu.
"Kau benar. Aku boleh mengajukan pertanyaan?" tanya Andini sembari memutar-mutar gelasnya.
"Silakan, Nona."
"Kenapa kau tidak menjadi cenayang saja daripada barista? Kurasa profesi itu sangat cocok untukmu daripada yang sekarang," ujar Andini lagi.
"Terkadang," jawabnya singkat.
"Markussss," teriak seseorang yang berada di ujung.
Barista itu lalu menoleh, "sebentar, Nona," ujar Barista itu lalu berjalan ke arah suara yang memanggilnya.
Andini hanya menatap kepergian barista itu. Tanpa disadari oleh Andini, bibirnya tersenyum mengingat senyuman barista yang telah dicurinya diam-diam. "Manis. Apa brondong selalu manis seperti ini?" gerutunya seorang diri.
"Tidak, Nona. Aku bukan seorang brondong lagi," terdengar suara yang mengarah ke arah Andini.
Seketika Andini mendongakkan wajahnya keheranan. Bagaimana bisa dia mendengar gerutuanku, sedangkan dia jauh dan ditempat berisik seperti ini? Apakah dia benar seorang cenayang? Dalam benaknya.
"Aku hanya menebak, Nona. Jangan khawatir. jadi apakah anda ingin berbagi denganku?" tanya Barista itu lagi.
"Maksudnya?" Andini mengangkat sebelah alisnya.
"Aku tak memaksa. Jika anda ingin saja. Mungkin tentang hubungan. Aku akan menutup rapat mulutku," terka Barista itu lagi untuk memancing Andini.
"Hem. Kurasa kau sebenarnya memang cenayang, hehe," ledek Andini. "Sayangnya aku bukan orang yang suka menceritakan hal pribadi dengan orang yang tak pernah kukenal. Apalagi baru pertama bertemu," lanjut Andini lagi.
"Baiklah. Aku sangat menghargai," jawab Barista itu sembari menuangkan cairan di gelasnya. "Tapi alangkah baiknya, anda pulang ke rumah. Lihatlah kebenarannya." Barista itu berlalu dari hadapan Andini.
Seketika Andini menerawang hubungannya dengan Baskoro akhir-akhir ini. Ia pun membuang pandangan ke arah teman-temannya di bawah sana yang telah bersenang-senang. Sekali lagi, Andini menatap jam dipergelangan tangan kirinya.
"Apa sebaiknya aku-,"
.
.
.
Bersambung
Mohon maaf baru up. Malam tadi seru nonton Narasi Sampai lupa up. Jangan lupa untuk subscribe novel ini ya, biar authornya rajin up. Makasih 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments