Bab 12. Sedikit Paksaan

"Jenny! Aku tidak mau ya. Itu hal yang sangat privasi," ucap Andini masuk ke kamarnya.

"Ayolah, kita hanya chill saja, Andini. Lagian semua teman-teman di sini pada terbuka kok dan gak masalah soal itu. Mana tau saran darimu bisa membangkitkan semangat mereka lagi," ujar Jenny yang sedikit memaksa.

Beberapa jam ke belakang, setelah Andini selesai menelepon suaminya, Baskoro, ternyata lima menit kemudian mereka telah sampai ke vila tujuan mereka. Vila yang sejuk dan dapat menghilangkan semua pikiran yang buruk di dalam kepala. Dan disinilah mereka ber-lima. Sengaja melepaskan diri dari hiruk-pikuk sibuknya pekerjaan dan kota tempat tinggal.

"Tapi Jen, aku kan orangnya pemalu. Kamu tahu itu. Aku bukan orang yang," tiba-tiba Andini menghentikan ucapannya.

"Sudahlah, Jen. Dia akan bisa menceritakan apapun setelah kita bersenang-senang!" ujar salah satu dari temannya muncul di ambang pintu untuk melihat keadaan Andini dan Jenny.

"Baiklah, Via. Kita malam ini akan ke Bar. . . Tak ada penolakan darimu, Din. Kita akan bersenang-senang dengan lelaki di luaran sana! He he he," ujar Jenny penuh dengan semangat.

"Hüft, liburan tapi tidak berasa liburan. Pada punya masalah masing-masing sama suaminya nih. Cape deh," ucap Andini yang menghempaskan tubuhnya ke kasur. Ia menatap jauh langit-langit kamar itu seakan berpikir apa yang dikatakan oleh Jenny.

"Bener juga, ya. Memang si, Baskoro terlihat menggoda, tapi ada sesuatu yang ditutupi saat melakukan aktivitas panas itu di kamar mandi. Ah tau ah, pokoknya hari ini bersenang-senang saja," monolog Andini tersenyum nakal.

Aktivitas para lima wanita ini hanya digunakan untuk tidur, mengisi tenaga untuk melakukan aktivitas malam mereka. Bahkan Andini yang kelelahan pun tertidur lelap sampai-sampai ia lupa harus menelepon suaminya, Baskoro untuk memberitahu kalau dirinya sudah sampai di lokasi.

Namun berbeda halnya di rumah. Baskoro seakan lupa dengan istrinya itu, karena keberadaan Asti. Pelayan yang memang masih muda, energik, dan tidak kalah cantik. Hanya saja takdirnya tidak seberuntung Andini, istrinya. Baskoro yang masih berada di meja makan bersama Asti mengalami sedikit percekcokan disebabkan oleh Putra, anak sulung Baskoro dan Andini yang secara dadakan menginfeksi rumah mereka.

"Cukup, Tuan! Saya sadar akan diri saya. Saya tidak pantas untuk tuan!" ucap Asti keras.

"Baby, dengarkanlah aku. Aku serius dengan ucapanku pagi tadi. Kamu berhak memintanya kepadaku. Tidak ada seorangpun yang bisa ikut campur dalam hubungan kita, walaupun itu Andini sekalipun, Baby," jawab Baskoro yang masih memaksakan tangannya bergerak lembut ke arah pa & ha Asti.

Asti yang sedang memfokuskan diri agar tidak tergoda, tak dapat menahan suara erotis yang ingin keluar dari bibir manisnya walaupun hanya pelan.

"Kamu tidak bisa menolakku, Baby," tangan Baskoro yang sudah bergelayar di daerah segitiga bermuda itu pun meng-us-ap perlahan bagian favoritnya dengan sangat lembut yang membuat Asti benar-benar tergoda.

"Eugh-, aku tahu, tapi, Eugh," jawab Asti yang meloloskan suaranya dari bibir manis itu.

Baskoro menatap senang ke arah Asti. Ia masih memain*kan jarinya di daerah itu. "Lalu?"

"Eugh," lagi-lagi Asti merasakan sesuatu yang berdesir dibawah sana. "Aku tidak ingin menjadi seorang pelakor dalam rumah tanggamu, Tuan, EuGH," jawab Asti sembari men-de-sah.

"Siapa yang menyebutmu sebagai pelakor, Hem?" ujar Baskoro memancing Asti.

Tak tahan dengan pancingan yang buat oleh Baskoro, akhirnya Asti memohon untuk melanjutkan permainan panas itu. Baskoro tersenyum dengan penuh kemenangan, ia pun menghan-tam Asti di sana dan tak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Permainan panas di meja makan siang hari itu benar-benar panas.

Beralih di mana kawan-kawan Andini masih tertidur lelap, namun tidak dengan Andini. Ia baru saja menerima telepon dari anak sulungnya, Putra.

"Lalu?"

"Tidak. Aku hanya memberitahu kalau aku tadi menengok rumah, Bu. Dan yah, seperti biasa rumah sepi tanpa ibu," ucap Putra berbasa-basi busuk.

"Hem. Kamu selalu begitu. Habis ini, ibu akan langsung ke rumahmu ya. Bagaimana? Rencana yang bagus kan?" tanya Andini kepada putranya itu.

"Aku tidak akan ada dirumah, Ibu. Hanya Asha yang ada di rumah. Dia pasti akan menemani ibu, lalu malamnya kita bisa makan bersama. Bagaimana?" usul Putra lagi.

"Sempurna. Baiklah, Ibu harus bersiap. Kamu hati-hati di jalan, ya," ucap Andini yang ingin mematikan sambungan telepon.

"Tunggu, Bu," cegah Putra dengan cepat. "Aku ingin bertanya sesuatu, bolehkah?" lanjut Putra lagi.

"Ada apa, Sayang?" tanya Andini tanpa curiga.

"Apa ibu kenal baik dengan pelayan yang ada di rumah ibu?" tanya Putra.

"Iya. Ibu pastikan kenal dia sekali. Ada apa tiba-tiba bertanya? Apakah kamu tergoda? Jangan bilang itu ya, ha ha, kasihan Asha, Sayang," ujar Andini memperingatkan putranya.

"Tidak sama sekali. Berhati-hatilah," Putra langsung mengakhiri panggilannya sebelum Andini menjawab hal itu.

"He?" Andini lalu menatap ponselnya, "aneh ini orang. Sama seperti Baskoro," ujarnya lagi.

Andini pun meletakkan ponselnya di nakas. Membiarkannya begitu saja, lalu ia pergi ke halaman belakang yang dimana di sana ada Jessica. Andini berpikir kalau Jessica ikut tertidur lelap.

"Jes?" panggil Andini dari arah belakangnya.

Jessica menoleh ke arah sumber suara itu dan memastikan kalau itu adalah manusia, bukan hantu. Dan benar itu temannya, Andini.

"Jes, ada apa?" tanya Andini yang menghampiri temannya.

"Duduklah, Din," tawarnya sambil menggelengkan kepala kalau dirinya baik-baik saja.

Andini pun duduk di samping Jessica. Ia menatap temannya itu lalu berkata, "Cerita aja, Jess kalau kamu punya masalah. Aku akan jaga rahasia. Kamu kenal aku, kan?" tawar Andini lagi kepada temannya itu.

Jessica masih memandang ke arah depan, lalu tersenyum. "Aku gak tau harus mulai dari mana, Din. Tapi aku sakit banget saat aku tahu kalau suami aku main di belakang aku. Yah bukan sepenuhnya sih, cuma suami aku main dengan orang terdekat," terang Jessica. Ia menundukkan kepalanya sejenak, lalu menatap ke depan seolah tidak ada masalah.

"Maksudnya? Orang terdekat itu adik kamu?" tanya Andini tidak paham.

"Bukan, Din. Tapi pelayan aku."

Hening. Tak ada tanggapan dari Andini. Lalu Jessica melanjutkan ceritanya.

"Kamu tahu kan, dulu aku pengen banget punya maid. Biar aku gak cape ngurusin anak dan pekerjaan rumah, sampai suatu ketika aku pergi ke agensi untuk cari maid. Aku bawa dia ke rumah. Belum ada tiga bulan dia di rumah, suami aku main sama dia."

"Masalah itu sih mungkin aku bisa memaklumi kalau memang aku gak bisa memu-askan suami, tapi masalahnya dia gak ngomong sama aku sampai hubungannya satu setengah tahun, Din," lanjut Jessica lagi.

"Lalu?" tanya Andini.

"Yah, aku terpaksa meminta suamiku menikahinya dengan satu syarat dia tidak tinggal bersama denganku. Aku sakit hati, Din. Kenapa dia gak jujur aja sama aku dari awal kalau dia memang menginginkan maid itu?"

Andini meraih tangan Jessica, "Sabar ya, Jess. I feel you, Jess. Walaupun aku belum pernah di posisi itu, dan aku gak mau sampai itu terjadi sih. Tapi," ujar Andini ambigu.

"Apapun yang terjadi, lebih baik gak usah punya pelayan, Din. Aku menyesal sekali. Itu bisa buat suami gak jujur sama kita," lanjut Jessica.

"Aku bukan hasut kamu, aku hanya gak pingin kamu seperti aku, Din," lanjut Jessica dengan perasaan yang sangat menyesal.

"Aku... Aku udah punya pelayan di rumah," jawab Andini gelagapan. "Yah, aku harap Baskoro gak seperti itu, Jess," jawab Andini yang mulai ragu.

"Yakin kamu?" Jessica menatap ke arah Andini.

.

.

.

Bersambung. . .

Terus dukung novel ini ya, para pembaca yang Budiman. Agar authornya terus-terusan bisa up dengan lancar. Dengan cara tinggalkan jejak kalian ya.

Terim kasih 🙏

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!