Bab 6

Keesokan harinya.

"Bas, kamu mau ke mana pagi-pagi gini?" tanyaku yang penasaran dengan penampilannya hari ini. "Ini baru jam 6 pagi loh, Bas?"

"Maafkan aku, Sayang. Keknya aku lupa kasih tahu kamu deh, kalau hari ini aku ada janji dengan Dokter di jam pagi," jawab Baskoro sambil merapikan dasinya.

"Janji apa dengan dokter sebegitu pagi, Bas?" tanyaku tak percaya.

"Ya kalau kamu gak percaya, kamu boleh telepon aja sekarang. Dia masuk pagi, Sayang," balas Baskoro lagi.

"Ya udah kalau gitu. Kamu hati-hati ya. Aku pikir kita bisa sarapan bersama, ternyata kamu gak bisa," cemberutku sembari memonyongkan bibir.

"Ulu, ulu. Jangan gitu dong, kan cuma hari ini," ujar Baskoro mendatangiku dan memegang kepala. Lalu tangannya turun menarik wajahku. "Kita boleh makan siang kalau kamu gak sibuk, Sayang," ujar Baskoro menge-cup bibirku.

"Ya udah, nanti aku kasih tau lagi deh. Takutnya meeting dadakan. Biasalah," jawabku berbaring lagi.

"Ya udah aku jalan dulu. Sampai nanti, Sayang."

Baskoro pun berjalan meninggalkanku yang masih kembali malas untuk bangun. Pintu di tutup, bersamaan dengan mataku yang masih mengantuk gara-gara aktivitas malam tadi.

Yah, kami mengulanginya setelah balik dari ruang kerja Baskoro. Makanya aku bilang, dia itu hebat banget. Bisa banget buat kita melakukan aktivitas malam.

Baskoro terlihat menuruni anak tangga dengan terburu-buru, sedangkan dari kejauhan Asti nampak membersihkan meja makan dan sekitar dapur. Baskoro melangkahkan kakinya untuk ke dapur sejenak untuk mengambil air putih untuk dirinya. Asti yang melihat tuannya menuju ke arahnya, langsung berpura-pura menyibukkan diri.

"Pagi, Asti. Bisa tolong ambilkan air putih hangat?" tanya Baskoro yang masih sibuk dengan ponselnya.

Asti menatap Baskoro sembari menggigit bibir bawahnya, namun dirinya tetap bergerak untuk mengambil air putih.

"Baik, Tuan," jawab Asti.

Asti pun mengambil sebuah gelas di laci atas, lalu memencet dispenser dingin dan panas untuk menciptakan air putih hangat. Namun Asti sengaja, bukan air hangat yang diambilnya, tetapi air putih yang agak panas. Ia menyeringai, dan langsung memberikan gelas berisi air putih itu.

Baskoro tak menyadari kalau air itu masih agak panas. Sampai dirinya mengambil gelas itu secara Langsung. Bukannya jadi minum, malam gelas itu terhempas oleh Baskoro karena kepanasan.

Prang!

Asti yang melihat itu pun bergegas menghampiri Tuannya. Ia terlihat sangat panik. "Tuan, tuan, apakah tuan baik-baik saja?" Asti membersihkan kemeja Baskoro.

"Asti, tidak apa-apa. Biar saya bantu kamu membereskan pecahan gelas ini," ujar Baskoro menangkap tangan Asti untuk menjauh.

Asti merasa bersalah dengan sikapnya hari ini. Ia pun menganggukkan kepalanya dan mengambil sapu dan serok untuk menyapu semua pecahan gelas. Baskoro yang masih berdiri di sana pun melihat ponselnya yang tiba-tiba berdering. Baskoro langsung mengangkatnya.

"Halo? Oh iya. Baik, baik kalau begitu," Baskoro menutup sambungan ponselnya lalu ia menatap ke arah Asti. "Asti, maafkan aku, aku harus pergi. Sampai jumpa nanti malam," ujar Baskoro langsung berpaling meninggalkan Asti.

Asti yang sudah dari tadi menunggunya, tiba-tiba mematung. Ada hal yang aneh dengan tuannya pagi ini. Asti hanya menunduk, dan langsung membereskan kekacauan yang terjadi.

"Ada apa dengan Tuan? Apa aku tidak menarik pagi ini?" gumamnya sendiri. Asti langsung menggelengkan kepalanya ketika ia mengingat malam panas di ruang kerja tuannya. "Jangan berpikir kalau tuanmu itu beneran naksir kamu, Asti. Sadar diri deh!" gumamnya lagi.

Tak sadar, kalau aku sudah berdiri di sana. Aku langsung menyapa Asti. "Pagi, Asti. Kamu bergumam apa?"

Asti yang masih membersihkan kekacauan itu pun terkejut dengan kehadiran nyonya di belakangnya. "I-iya, Nyonya. Ti-tidak ada apa-apa, Nyonya," jawab Asti terbata.

"Tadi Baskoro ada sarapan dulu gak?" tanyaku membiarkan Asti melanjutkan pekerjaannya.

"Gak ada, Nyonya. Beliau hanya minum segelas air putih hangat," balas Asti lagi. Asti lalu berdiri dan ingin berlalu dari sana, membuang semua pecahan gelas. "Permisi, saya mau ke belakang dulu membuang sampah ini."

"Oh. Lalu itu pecahan gelas, kan? Kenapa pecah, Asti?"

Entah mengapa aku melontarkan pertanyaan demi pertanyaan. Rasa keingintahuanku muncul begitu saja.

"I-ini, karena Tuan tak sengaja menyenggolnya, Nyonya."

"Oh. Ya sudah deh," Aku lanjut mengambil gelas yang ada di lemari atas. "Oh iya, Asti, nanti tolong buatin nasi goreng ya. Pengen banget makan nasi goreng. By the way, kamu kesulitan gak ngerjain rumah ini?"

"Baik Nyonya. Maaf?" sahut Asti yang berada di belakang namun masih dapat mendengar pembicaraanku.

"Iya. Maksudnya kamu kesulitan gak beberes di rumah ini? Kalau berat ngomong aja ya, nanti dicariin temen untuk bantu kamu kerja," jelasku yang sudah selesai menenggak air putih.

"Tidak usah, Nyonya. Saya bisa sendiri. Lagian tidak ada yang harus dikeluhkan dengan pekerjaan ini," jawab Asti lagi.

"Ya udah kalau gitu, aku tunggu di kamar ya. Aku masih pengen rebahan. Bentar lagi sih bakal keluar." Aku berlalu meninggalkan Asti seorang diri yang sibuk dengan peralatan dapurnya.

"Baik, Nyonya." Asti menatap kepergianku. "Gimana aku mau ngeluh? Wong tuannya aja asyik kok. Hihihi," monolognya sembari melihat kepergianku yang sudah semakin jauh.

Beralih ke Rumah Sakit.

Baskoro yang baru saja sampai di depan RS itu langsung bergegas memarkir mobilnya di area depan lobby. Ia pun menuruni mobil dan masuk ke dalam lobby RS.

Dilihatnya resepsionis yang mulai sibuk dengan banyaknya pasien di pagi hari.

"Permisi? Selamat pagi, Sus, apakah dokter Elina sudah datang?" tanya Baskoro dengan senyuman.

"Pagi, Pak. Sudah ada janji temu dengan Dokter Elina?" tanya suster yang menjabat resepsionis itu.

"Sudah, Sus," jawab Baskoro.

"Sebentar ya, saya cek dulu," balas Suster itu cepat sembari mengecek apakah dokter yang bersangkutan sudah datang. Tak lama menunggu, suster itu kembali menginformasikan kepada Baskoro yang masih berdiri di depannya.

"Pak, Dokter Elina sudah datang. Silakan langsung ke ruangannya saja. Beliau sudah menunggu," ujar suster it lagi memberikan penjelasan.

"Terima kasih, Sus."

Baskoro langsung pergi meninggalkan meja resepsionis itu menuju ke ruangan Dokter Elina. Tak sengaja dirinya berpapasan dengan mantannya saat ingin masuk ke dalam lift.

"Baskoro? Kamu Baskoro, kan?" sapa wanita itu.

"Emm. . . Sella?" balas Baskoro sambil berpikir.

"Kamu lupa sama aku setelah apa yang kita lakukan bulan-bulan lalu sebelum kamu sama Andini?" ujarnya lalu mendekat ke arah Baskoro. "Aku kangen permainan kamu, Bas! Apalagi saat kita di atas meja!" bisiknya pelan namun penuh dengan g*ai-rah.

Baskoro seakan terkejut dengan apa yang dia dengar. Ia pun menatap wanita itu dengan lekat.

"Kalau kamu butuh teman atau sedang suntuk, kamu boleh telepon aku ya, Bas," sembari menyerahkan kartu nama dan menyelipkannya di saku jas Baskoro. Ia pun berlalu meninggalkan Baskoro yang masih terpaku diam bak patung.

"Pak, minggir dong! Jangan di tengah jalan. Kita juga mau lewat," celetuk seseorang yang ingin masuk ke dalam lift.

Baskoro tersadar, dan meminggirkan tubuhnya. Lalu ia mengambil kartu nama wanita itu.

"Sella?" gumamnya lirih.

Bersambung. . .

.

.

.

siapa sella? Apa hubungannya dengan Baskoro?

Jangan lupa tombol like nya ya gaes. Sekalian komentarnya juga. Anu-nya ntr aja. 🙏

Terpopuler

Comments

karenina azalea 💖

karenina azalea 💖

idiiihhh... berarti s basborokokok penjahat kelamin dong /Panic/

2024-01-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!