"Asti?" panggil Baskoro lirih berselimut dengan gai-rahnya.
"Mas? Kamu beneran ke sini?" ujar Asti berbalik dengan mimik terkejut.
"Apa kamu sudah percaya sama saya?" Baskoro langsung meraup tubuh Asti dan mengangkatnya di atas meja.
Permainan panas itu terjadi begitu saja sampai mereka tidak menyadari kalau suara mereka terdengar sampai ke lantai atas. Suara leng-uhan Asti memang menggair-ahkan. Cum-buan demi cum-buan dilayangkan oleh Baskoro ke tubuh Asti. Mulai dari wajah turun ke leher, dan turun lagi ke bela-han da-da montok Asti. Memang tak dipungkiri kalo Asti memilikinya tubuh yang memang menggoda, hanya saja ia selalu berlindung di balik pakaian yang oversize.
Asti membantu Baskoro melepaskan pakaian yang melekat pada tubuh lelaki itu. Merabanya perlahan, sampai tangan Asti melihat karet celana yang masih menggantung di pinggang lelaki itu. Segera saja Asti menurunkan cela-na itu dan langsung bergerak li-ar merabanya. Kini Asti mengambil alih untuk memimpin permainan.
Entah mengapa aku tiba-tiba terbangun. Mengecek di sampingku tidak ada sosok yang biasanya menemani. Aku pun mengerjapkan kedua mataku memastikan kalau hanya aku seorang yang berada di dalam kamar.
"Tidak ada? Ke mana dia?"
Lalu aku menuruni ranjang, melangkahkan kaki ke arah kamar mandi dan wardrobe. Namun pencarianku nihil. Baskoro tidak ada di tempat. Pandanganku teralihkan saat memandang pintu kamar. Terbuka sedikit? Pikirku. Aku langsung menuju ke arah pintu kamar itu lalu membukanya.
Samar-samar aku mendengar suara yang . . . Aku tidak bisa mendeskripsikannya. Aku pun berpikir ingin mencari suara itu, dan melihat apa yang sebenarnya terjadi di bawah sana.
"Suara apa itu? Aku harus mengeceknya," ujarku lirih menuruni anak tangga.
Sementara di dalam sana, kali ini Baskoro yang memimpin jalannya permainan. Dirinya sudah berada di atas tubuh Asti. Sedangkan Asti sangat menikmati permainan Baskoro diatas meja kerja itu.
"Eugh, Eugh cepat Mas!" rengek Asti yang memegang kuat bo-kong Baskoro agar tertu-suk sempurna.
"Eugh, Eugh, Sebentar lagi, Sayang," ujar Baskoro yang masih berusaha menusuk lebih dalam.
"Aku udah gak tahan, Mas. Aku mau keluar," rengekan Asti membuat Baskoro menambah kecepatannya. Sampai meja kerja itu bergeser.
"Augh, enak banget! Makin cepat, Mas!" teriak Asti memohon.
"Bersama, Sayang!"
Akhirnya mereka berdua bersama-sama melepaskan apa yang sudah seharusnya mereka lepaskan. Permainan hebat ini membuat kedua pasangan itu tersenyum bahagia. Baskoro pun menci-um kening Asti dalam.
Terdengar sayup-sayup nama Baskoro dipanggil. Asti yang mendengar itu langsung kelabakan, mendorong tubuh Baskoro dari dirinya untuk menyingkir.
"Mas, Nyonya Andini memanggil nama anda," ujar Asti yang sudah mengambil pakaian tipisnya. Ia pun langsung memasang tanpa br*a dan celana dal-am sehingga seluruh asetnya masih terpampang nyata di depan Baskoro. Asti hanya mengangguk kemudian berlari ke arah yang sudah ditunjuk oleh tuannya untuk bersembunyi.
"Aduh gimana ini? Kamu sembunyi dulu di sana," Baskoro menunjuk sebuah tempat yang berada di antara dua lemari untuk menyimpan laporan dan buku-buku kerjanya.
"Bas? Bas? Kamu di sana?" teriakku yang melangkah menuju ke arah ruang kerja Baskoro.
Baskoro yang masih merapikan pakaiannya dengan tergesa langsung menarik kursi dan menghidupkan laptop. Berpura-pura bekerja dengan segudang kerjaan yang membuatnya pusing.
Aku pun mengetuk pintu ruang kerja Baskoro.
Tok tok tok.
"Bas? Kamu di dalam?" teriakku sekali lagi untuk memastikan kalau sumber suara berasal dari sini.
"Iya, Andini. Ada apa?" teriak Baskoro dari dalam ruangan.
Aku pun membuka engsel pintu, dan mendapati Baskoro yang terlihat lelah dengan pikirannya. Aku berinisiatif untuk menghibur dirinya dengan cara menghampiri Baskoro.
"Ternyata kamu. Aku pikir siapa. Soalnya tadi aku denger suara 'ah- ah- ah-' gitu, loh. Apa itu perbuatan kamu?" tanyaku sembari menghampiri dirinya yang masih duduk di kursi kesayangannya.
Baskoro mendongakkan kepalanya menatapku, lalu tersenyum. "Apa kedengaran sampai kamar kita?"
Aku menganggukkan kepala untuk menyetujui apa yang dia katakan oleh Baskoro, "Heem. Kau melakukannya sendiri? Apa aku tidak cukup me-mua-skanmu dengan permainan kita?"
"Tidak. Bukan begitu. Aku tidak main. Hanya saja menonton film. Hanya untuk mencari inspirasi. Mana tau kita bisa mengaplikasikannya," balasnya tersenyum.
Aku merangkul kedua bahunya dengan tanganku, dan menci-umi leher Baskoro. "Kamu pakai parfum? Tumben?"
Baskoro langsung menjauhkan lehernya dariku, "Oh, ah, tidak. Kamu lupa kalau parfum yang dipakai bisa tahan lama bahkan berhari-hari?"
Aku menatap Baskoro dengan tajam, menelisik apakah dirinya berkata benar atau sebaliknya. Namun aku tak mendapati kebohongan dari sinar matanya.
"Ya ampun, aku lupa. Parfum kamu kan Hugo Boss yang Aquaman. Maafkan aku, Sayang." Aku kembali meraih tengkuknya lalu menge-cupnya cepat. "Baiklah kalau begitu, ini sudah larut malam, bagaimana kalau kita pergi tidur?"
Klotak
Sontak saja, Baskoro dan aku berpaling ke arah suara yang menggema di dalam ruangan itu. Aku berusaha mencari sumber suara itu dan ingin memeriksanya.
"Suara apa itu, Bas? Seperti ada yang jatuh?" celetukku yang mulai membalikkan tubuhku untuk menghampiri suara itu.
Namun, Baskoro dengan cepat menahan lenganku.
"Bukan apa-apa, Andini. Jangan terlalu curiga. Tidak ada siapapun di dalam ruangan ini selain kita berdua," ujarnya meyakinkanku.
Sekali lagi aku percaya dengan ucapannya. "Kalau begitu, ayo kita pindah ke kamar. Aku sudah ngantuk," ujarku kemudian.
"Ayo," ajak Baskoro.
Ia meraih tubuhku dan langsung menggendongku ala-ala. Aku pun memeluk tengkuknya agar tidak terjatuh berada dalam gendongannya, walaupun aku yakin, aku tidak akan terjatuh.
Baskoro dan aku meninggalkan ruangan kerja tanpa di kunci. Ia ingat dengan Asti yang masih berada di dalam ruangan itu.
Asti yang masih berdiri di sela-sela lemari, sempat melihat tuan dan nyonyanya itu. Tumbuh di hatinya rasa iri dan ingin memiliki tuannya, namun dirinya sadar kalau dirinya hanya seorang pelayan di rumah itu.
"Untung gak ketahuan! Beneran be&go banget bisa kepentok," monolognya seorang diri. "Ternyata nyonya dan tuan saling mencintai. Tapi kenapa Tuan bisa bermain dengan wanita lain? Apa aku hanya dijebak? Atau hanya untuk memua-skan naf-sunya saja? Aku tak merasa seperti itu sih, tapi aku tak tahu," gumam Asti sendirian di sana.
Asti keluar dari tempat persembunyiannya, dan mendapati kertas kecil yang berada di bawah laptopnya. Asti pun menarik kertas kecil itu. Di dapatinya tulisan tuannya.
"Makasih malam ini, Asti. Kamu liar! Saya suka. Besok kita lakukan lagi dengan gaya yang berbeda. :)"
Senyuman nakal khas Baskoro terngiang di kepala Asti. Tak menyadari kalau Asti pun tersenyum senang menanggapi hal itu.
"Ah, sudahlah. Untung saja malam ini terp-uaskan. Aku harus tidur, besok bangun pagi dan beraktivitas seperti biasa," monolog Asti.
Pintu di tutup, Asti pun kembali ke kamarnya.
.
.
.
Bersambung. . .
"Maaf baru up, aku lupa kalau punya novel ongoing. Ahaha. Apa masih kurang a-d-egannya?" DOSA tanggung sendiri loh ya.... Hihihi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments