Baskoro meninggalkan Asti begitu saja setelah semua yang dilakukannya. Asti merasa bingung. Ia ingin meminta pertanggung jawaban Tuan Baskoro namun apa daya ia mengingat posisinya kalau dirinya hanya seorang pelayan di rumah ini. Asti pun segera membereskan semua yang ada di meja makan dan bergegas kembali ke kamarnya.
"Sayang?" teriak Baskoro mencari keberadaanku. Ia melihat pakaian-pakaian yang berserakan tepat di depan ranjang membuat pikirannya menebak kalau aku sedang mandi. Baskoro pun melangkah menuju kamar mandi.
Benar saja yang ada di dalam pikirannya. Ia pun langsung menanggalkan pakaian yang melekat dalam tubuhnya, lalu segera bergabung denganku yang masih berdiri di bawah shower. Baskoro menyadari kalau dirinya sudah lama ia tak merab-a istrinya itu.
"Aku cariin kamu, ternyata kamu di sini," ucap Baskoro lembut di daun telingaku. Namun, aku tetap tak bergeming. Memang rasanya ingin, tapi aku tetap menahan lib-ido*ku untuk naik.
Baskoro pun merekatkan tubuhnya, memelukku perlahan. Bagian depannya sangat terasa di bagian belakangku. Jujur saja, ini membuatku menginginkannya, tetapi aku tetap menahannya. Aku sangat merindukan hawa panas seperti ini.
"Aku rindu saat kita berdua begini, Sayang," ucap Baskoro.
"Benarkah?" jawabku. "Kenapa kamu tadi lama sekali?" tanyaku lagi.
"Hanya memastikan Asti bekerja dengan benar," tangan Baskoro mulai merayap ke bagian yang ia suka.
"Eugh," leng-uhan kecil keluar dari bibirku tanpa kusadari.
"Maafkan aku sudah lama tak merab-a," sembari mengusap pelan bagian in*iku.
Aku benar-benar melayang dibuatnya. Baskoro memang pintar membuat seorang wanita melayang-layang ke langit ke tujuh. Aku yang menikmati itu, langsung berbalik dan meraup wajahnya dengan kasar. Pertempuran kami pun terjadi dengan cepat di bawah guyuran air dingin.
Tak lama, Baskoro menggendongku ke atas dudukan toilet dan bermain gan-as di sana. Tak hanya duduk, aku juga berdiri berbalik menghadap dinding. Aku tak henti-hentinya menger-ang dan menikmati permainan ini. "Oug-h, Bas. Cepat sedikit," teriakku membangkitkannya.
"Entah berapa lama aku tak menyen-tuhmu, sampai-sampai kamu berga-i-rah seperti ini, Sayang!"
"Bas, cepat! Aku mau ke-luar," teriakku lagi.
"Come with me, Sayang."
Akhirnya permainan itu selesai. Baskoro menjatuhkan kepalanya ke punggungku. Kami benar-benar selesai di kamar mandi. Lalu Baskoro pun mencum-buku sekali lagi. Aku pun menyambutnya dengan senang hati.
"Ternyata yang kupikirkan salah. Dia tidak berubah. Permainannya tetap seperti yang dulu." Ini adalah pikiranku.
Aku pun kembali membersihkan diri lalu pergi mengambil bathrobe untuk menutupi tubuhku. Begitu pula dengan Baskoro.
"Sayang, bagaimana dengan meeting tadi? Apa kamu ada kesulitan?" tanya Baskoro yang berjalan tepat di belakangku.
"Tidak ada. Semuanya berjalan lancar. Kamu tahu, Bas? Ternyata klienku hari ini adalah teman lamaku. Pemasok bunga yang baru. Ini sangat mempermudah bisnisku, Bas," terangku panjang lebar sembari duduk di sisi kanan ranjang.
"Baguslah kalau begitu. Aku senang mendengar meeting mu hari ini lancar. Tapi apa aku tau temanmu itu?" tanya Baskoro duduk di sisi kiri ranjang.
"Kurasa tidak tahu. Minggu depan akan aku kenalkan denganmu, Bas. By the way, makasih ya. Kamu masih hebat dan tau apa yang aku mau," ujarku melirik Baskoro lalu tersenyum.
"Aku juga rindu sama kamu. Apa ini pertanda kamu masih menginginkannya?" tanya Baskoro yang menggodaku.
Tak menunggu waktu lama, Baskoro langsung menerjang dan menanggalkan bathrobe yang ada di tubuhku. Kami berguling di atas ranjang di selimuti seprai putih bersih. Meraup masing-masing bibir, membel-it lidah satu sama lain. Namun tidak dengan Asti.
Asti yang masih mondar-mandir di dapur itu masih menggigit bibirnya sendiri. Masih membayangkan apa yang dilakukan oleh tuannya.
"Haduh! Aku harus menuntaskannya. Tapi ini bagaimana? Gara-gara tuan sih ini!" gumamnya sendiri.
"Eurgh, iya, iya, Sayang!" teriakku tak terkontrol.
Suara teriakan itu terdengar oleh Asti. "Ya Allah! erang-an itu terdengar sangat-" ujar Asti yang langsung berjalan ke kamarnya.
Setelah Asti masuk ke kamar, teriakan dari kamar atas semakin terdengar. Asti makin tak karuan. Dengan terpaksa dirinya naik ke ranjang berpikir untuk istirahat saja. Namun ia baru tersadar kalau dirinya tidak memakai celana da-lam.
"Astaga! Aku lupa memakai ini. Pantesan Tuan mudah banget masuknya. Ugh, jadi inget lagi. Tau ah!"
Asti melempar celana da-lamnya ke sembarang arah. Ia pun membaringkan tubuhnya dan menarik selimut tebal untuk menutupi tubuh sampai kepalanya.
Makin malam, bukannya Asti tertidur dengan lelap, ia malah terjaga dan menunggu suara majikannya berhenti. Ia pun berencana untuk mencari Baskoro. Asti memutuskan untuk keluar kamarnya.
Entah ini yang dinamakan keberuntungan atau hanya kebetulan, setelah Asti keluar dari kamarnya, ia melihat Tuannya itu sedang menegak air putih dengan menghadap ke belakang. Tak kuasa menahan rasa, Asti langsung berlari tanpa memikirkan resiko yang mungkin akan terjadi.
"Mas! Kamu harus tanggung jawab!" ujar Asti yang langsung memeluk tubuh Baskoro dari belakang.
"Asti? Kamu gak takut dilihat istriku?" tanya Baskoro yang melepaskan tangan Asti dari tubuhnya secara kasar lalu berbalik menghadap Asti.
"Mas, kamu?" ucap Asti heran dengan sikap Baskoro kali ini.
"Kamu diam! Nanti Andini bangun gimana? Bukan kamu aja yang akan dikeluarkan dari rumah, tapi saya udah gak bisa sentuh kamu lagi! Kamu mau seperti itu? Tidak, kan?" tegas Baskoro menatap Asti tajam.
"A, aku. . . Maafkan aku yang tidak berpikir sampai ke sana, Mas, tapi aku-,"
Belum selesai kalimat yang keluar dari mulut Asti, namun suara dari kamar atas terdengar menggelegar. Baskoro dan Asti langsung menatap ke arah dari suara itu berasal.
"Bas? Kamu masih di bawah?" teriak Andini.
Ceklek,
Pintu kamar terbuka. "Bawain aku segelas air juga ya," ucapku yang keluar dari kamar.
"Iya, Sayang. Tunggu di atas ya," balas Baskoro.
Aku yang ingin berpaling, tiba-tiba teringat sesuatu. Dengan cepat aku berpaling lagi ke arah Baskoro. "Loh, Asti? Apa yang kamu lakukan dengan Baskoro?"
Asti terkejut dengan pertanyaan itu, namun dirinya langsung menunduk sembari memainkan kedua jarinya.
"Maaf, Nyonya. Saya haus. Dan kebetulan bertemu dengan Tuan di sini."
"Oh, ya sudah. Jangan suka begadang ya, Asti. Kasian kamu kan mau bangun pagi," ujarku yang langsung masuk ke dalam kamar lalu menutupnya.
"Iya, Nyonya," lirih Asti. Ia pun kemudian melirik ke arah Baskoro.
Baskoro pun melirik ke arah Asti. Pandangan mata mereka pun bertemu. "Aku udah bilang juga apa. Untung dia gak lihat kamu yang masih meluk aku."
"Maaf, Tuan," ujar Asti. Asti pun melangkah perlahan meninggalkan Baskoro.
Namun, Baskoro dengan cepat menangkap lengan Asti. "Tunggu, Asti. Kamu masih tetap gak pakai dala-man kan?"
Asti mengangguk pelan.
"Tunggu saya di ruang kerja saya. Kuncinya ada di gantungan dekat kulkas. Kamu tahu kan ruangan saya? Saya antar air putih ini dulu. Cepat!" pinta Baskoro sembari memegang bo-kongnya.
Asti langsung mengangguk lagi, lalu berlalu pergi untuk mengambil kunci di dekat kulkas. Baskoro langsung bergegas naik mengantar air putih ke kamar.
"Sayang, ini airnya ya," Baskoro meletakkan gelas air putih di atas nakas. "Oh iya, aku mau ke ruang kerja dulu. Ada kerjaan yang lupa aku kerjaan. Kamu tidur, ya," Baskoro langsung menci-umi keningku.
"Ok. Aku tidur duluan, ya. Ngantuk soalnya." Aku tidak terlalu menggubris ucapan Baskoro.
Baskoro langsung berlari menuruni anak tangga menuju ke ruang kerja. Tak membutuhkan waktu lama untuk sampai ke ruang kerja, ia langsung membuka pintu dan mendapati Asti yang berdiri di sana dengan pakaian transparan. Baskoro langsung menutup pintu ruangan itu kembali dan menguncinya. Ia langsung berlari ke arah Asti.
"Asti?" panggil Baskoro lirih berselimut dengan gai-rahnya.
.
.
.
Bersambung. . .
Mohon maaf telat up. Yang traveling jauh-jauh, dosa tanggung sendiri. yang sudah berpasangan boleh langsung praktek 🤣😂 Punten.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments