Episode 9

Afandi memasuki kamar dengan perasaan hampa dan bersalah. Padahal dia sudah berusaha untuk adil terhadap anak-anaknya. Dia bukan tidak menyayangi Adira, tapi Vania lebih membutuhkan kasih sayangnya.

"Ayah, baru pulang?" tanya Ella terbangun, karena Afandi menghidupkan lampu kamarnya.

"Sudah dari tadi." jawab Afandi.

"Kok baru masuk sekarang? Dari mana aja? Cek kondisi Vania?" beruntun Ella.

"Bukan, tapi melihat keadaan Adira."

"Adira? Memangnya dia kenapa?"

"Kenapa? Kamu ini seorang Ibu Ella. Bahkan, kamu tidak tahu kalau Adira sakit?" ujar Afandi menahan amarah.

"Cuma demam kan?" sahut Ella tetap santai.

"Cuma? Bahkan kamu tidak ... Ahh ..." Afandi berlalu memasuki kamar mandi. Dia tidak bisa memarahi Ella, karena Afandi sadar, jika ia pun sama.

Setelah mandi, pikiran Afandi jauh lebih segar. Dia mendekati Ella yang masih duduk bersandar di ranjang.

"Maaf, jika aku memarahi mu."

"Tak apa, Adira kenapa?" tanya Ella lembut.

"Tidak apa-apa, cuma demam saja." Afandi bersiap-siap untuk tidur. "Bu, kamu tahu apa makanan kesukaan Adira? Cemilan misalnya?"

"Martabak manis, kan kita sering membelinya Yah."

"Bukan itu."

"Eh ,,, iya kah? Terus apa?" tanya Ella penasaran.

"Kita orang tua yang tidak berguna ya, bahkan makanan kesukaan anak sendiri saja tidak tahu." lirih Adira.

"Bukan tidak berguna sayang, tapi karena dia tidak pernah meminta pada kita. Jangan dipikirkan, besok-besok akan aku cari tahu." ucap Ella, kemudian mereka berdua tidur.

...🍁🍁🍁🍁🍁...

Karena sudah istirahat dengan cukup. Keadaan Adira jauh lebih baik.

Berhubung hari ini hari minggu. Adira masih saja berada di kamarnya. Dia enggan turun kebawah, karena tidak ingin bertemu langsung dengan Ayahnya.

Namun, tanpa diduga Ibunya datang dengan membawa napan berisi makanan.

"Kenapa tidak turun?" tanya Ella pada Adira yang sudah mandi. Terbukti, karena Adira tidak lagi dengan baju tidurnya.

"Untuk apa?" cetus Adira yang menatap jauh ke depan. Karena dia berdiri di balkon kamarnya.

"Sarapan Adira." sahut Ella.

"Bukannya aku tidak boleh makan, sebelum meminta maaf pada Kak Vania?" ujar Adira menahan sesak, saat mengingat perkataan Ibunya kemarin.

"Ibu hanya ingin mendidik mu jadi anak yang bertanggung jawab Adira. Apa salahnya minta maaf?" elak Ella, dia enggan meminta maaf pada Adira.

"Terus? Ibu malah mendidik Kak Vania agar lebih leluasa memanfaatkan penyakitnya?" tanpa menoleh ke Ibunya yang sudah berada tepat di sampingnya.

"Kenapa kamu jadi bebal begini sih? Kamu gak pernah patuhi ucapan Ibu, semua yang Ibu lakukan kamu anggap salah, bahkan kamu kait-kaitkan dengan Kakakmu Vania. Kalian berdua sama-sama anak Ibu, sama-sama Ibu sayang. Jangan karena Ibu lebih membela Kak Vania kamu berpikir Ibu tidak menyayangimu. Kamu salah, Ibu begini karena kesehatan Kak Vania lebih buruk darimu." jelas Ella panjang lebar.

"Jadi, benar yang diucapkan Adira? Kalau Ibu cuma menyayangiku karena aku yang penyakitan? Tega ..." jerit Vania yang mendengar semua ucapan Ella.

Tadi, Vania sengaja menyusul Ibunya, karena telah lama berada di kamar Adira. Dia tidak rela, jika terjadi keakraban antara Ibu dan Adira.

Saat melihat Ibunya menyiapkan makanan untuk Adira saja, dia merasa cemburu, apalagi sekarang, mereka menghabiskan waktu berdua saja.

"Vania, bukan begitu nak." panik Ella melihat Vania berderai air mata.

Ella langsung mengejar Vania yang terus berlari menuruni tangga.

"Vania hati-hati nak. Jangan lari-lari, kamu gak boleh kecapean." jerit Ella.

"Vania ..." teriak Ella, melihat Vania jatuh berguling dari tangga, memang tidak terlalu tinggi. Namun, berhasil membuat Vania tidak sadarkan diri.

Mendengar jeritan dari Ella, membuat Bu Mar dan Siti menghampiri. Begitu juga Adira.

"Tolong angkat Vania bawa ke mobil, aku ambil tas dulu." seru Ella panik.

Adira yang melihat Kakaknya jatuh pingsan pun, ikut panik. Dia juga berlari turun dari tangga. Guna melihat keadaan Vania.

"Bu Mar, temani saya. Kamu dan Bu Siti tinggal di rumah" titah Ella.

"Baik Bu," jawab Bu Siti bersamaan dengan Adira.

Dalam keadaan panik, Ella menyetir dengan kecepatan tinggi. Dia bahkan menyalip beberapa kendaraan, bahkan suara klakson dari pengemudi lain saja, tidak Ella hiraukan.

Bu Mar, menelpon Afandi, atas suruhan Ella. Afandi yang mendengar kabar tersebut, langsung panik dan keluar dari ruang kerjanya untuk menuju ke rumah sakit.

Begitu tiba, Vania langsung ditangani oleh dokter jaga di IGD. Ella menangis tersedu-sedu. Dia sanga merasa bersalah pada Vania. Jika nanti terjadi sesuatu pada putrinya, mungkin dia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri beserta dengan Adira.

Melihat suaminya datang, Ella langsung berlari memeluknya. Dan dia berulang kali mengucapkan permintaan maaf. Sedangkan Vania masih didalam ruangan ditangani oleh dokter.

Ella langsung menceritakan kejadian sebenarnya pada Afandi tanpa melebih atau mengurangkan sedikitpun.

"Gak apa, ini bukan kesalahanmu, ataupun Adira. Adira hanya ingin protes pada kita. Dia kan juga anak kita." ucap Afandi mengelus lembut bahu istrinya.

"Andai aku gak ke kamar Adira, mungkin ini tidak akan terjadi Yah." isak Ella.

"Jangan sesali, sudah-sudah. Ini semua bukan keinginanmu ataupun Adira kan? Jadi, jangan salahkan dia."

Bu Mar, di suruh pulang oleh Afandi setelah dokter yang memeriksa Vania keluar. Dan kabar baiknya Vania tidak apa-apa. Mungkin dia hanya sedikit shock. Dan untuk selanjutnya Afandi dan Ella diharapkan untuk jangan membuat Vania stres ataupun kecapean.

...🍁🍁🍁🍁🍁...

Semenjak Vania pingsan, hubungan Adira dan Ibunya juga semakin menjauh, Ella bahkan sangat jarang berinteraksi langsung dengan Adira. Itu semua dia lakukan untuk menjaga perasaan Vania.

Dan Ella sampai lupa, jika Adira juga mempunyai perasaan.

Untungnya, Afandi yang mulai mendekati Adira. Bahkan setiap malam dia menyempatkan diri untuk ke kamar Adira. Itu juga, karena perintah dari Ayahnya bernama Johan.

Ya, Johan sering menelpon atau sekedar bertanya kabar sama Adira. Adira yang merasa kesepian kerap kali mencurahkan isi hatinya kepada sang Kakek. Bahkan menurut Adira, orang yang benar-benar tulus menyayanginya hanya Kakeknya seorang.

Hari ini pengumuman kembali lompa olimpiade. Dan Adira kalah ditingkat kabupaten. Sedangkan Vania menang, walaupun bukan juara pertama, namun dia termasuk salah satu dalam tiga besar.

Adira tidak terlalu menyesal karena kalah, sebab itu semua murni kesalahannya. Apalagi saat mengisi jawaban dia tidak terlalu fokus dikarenakan badannya yang kurang sehat.

"Cieee, dengar-dengar tadi ada yang kalah dari olimpiade." ejek Kesya. Namun Adira tidak memperdulikan ucapan Kesya.

"Pasti malu lah itu, makanya pura-pura gak dengar." lanjutnya.

Namun Adira malah membuka buku, membaca dan mempelajari soal-soal yang ada di buku tersebut.

"Eh budek ..." memukul meja Adira. "Kamu dengar gak sih aku ngomong apa?"

"Apa-apaan kamu? Gak lihat aku lagi tidur hah?" teriak teman sebangku Adira bernama Ifana.

"Makanya jangan tidur di kelas." sahut salah satu teman satu geng Kesya.

"Apa urusan lo? Lagian sekarang gak ada guru kan?" balas Ifana.

"Lagian kamu Adira, kayak orang bego aja. Lawan aja napa? Kamu mending kalah di kabupaten, kalau Kesya? Sebelumnya aja udah kalah. Jadi intinya, kamu lebih bodoh dari Adira." lanjut Ifana.

"Kamu ..." tunjuk Kesya.

"Jangan tunjuk-tunjuk didepan wajahku, atau tanganmu aku buat patah." menghempas tangan Kesya. "Calon ani-ani." gumam Ifana sinis, langsung membuat Kesya meninggalkan meja Adira.

"Makasih," ucap Adira. Karena baru pertama kali melihat ada teman yang membelanya.

"No problem,,, Tapi sekarang kita berteman?" menyerahkan tangannya dan langsung disambut Adira.

Ifana merupakan murid pindahan. Karena sudah tidak ada tempat duduk kosong selain samping Adira, makanya mereka bisa jadi teman sebangku. Ifana sudah beberapa kali menyapa Adira. Namun Adira hanya membalas seadanya, karena dia tidak tahu cara berinteraksi dengan teman-temannya sebab pribadinya yang tertutup.

"Tapi, tolong ajari aku belajar ya." pinta Ifana dan Adira hanya mengangguk senang.

Sepulang dari sekolah Adira di ajak oleh Ifana untuk nongkrong di kafe yang sedang viral di lingkungan mereka. Bahkan di media sosial. Ini kali pertama Adira duduk di kafe berdua dengan temannya, biasanya dia selalu saja sendiri.

Baru saja Adira mengedarkan pandangan, terlihat di area parkir, dari jendela kaca yang terlihat sempurna ke arah luar. Vania datang bersama teman-temannya. Bahkan Vania tertawa dengan begitu lepas.

Begitu Vania masuk, mata mereka bertemu. Namun, Vania langsung membuang muka. Seolah tidak mengenal Adira adiknya sendiri.

"Selamat ya Vania. Karena kamu nama sekolah kita semakin dikenal." puji teman Vania yang dapat didengar oleh Adira. Karena meja mereka berdekatan.

Deg ... Adira bisa menebak, bagaimana heboh Ibunya nanti, saat mengetahui Vania menang. Dia juga sudah tahu pasti. Nanti dia pasti dibanding-bandingkan. Mengingat hal tersebut, ingin rasanya dia tidak pulang.

"Sebagai perayaannya, kalian boleh pesan apa saja. Aku yang traktir." seru Vania mendapatkan tepuk tangan dari temannya, tak lupa dengan melihat sinis pada adiknya Adira.

Adira yang kebetulan ingin buang air kecil pun, pamit ke toilet pada Ifana. Melihat Adira menuju ke arah toilet, Vania juga mengikuti dengan alasan yang sama.

"Kita pura-pura gak kenal. Karena aku gak mau kalau teman-temanku tahu jika aku punya adik sepertimu. Apalagi, status sekolah kita yang jauh berbeda." sinis Vania pada Adira yang sedang mencuci tangan.

"Emang kita kenal? Kamu siapa?" sahut Adira meninggalkan Vania yang mengepal tangan geram.

Terpopuler

Comments

Ani Ani

Ani Ani

Padang muka kau

2024-03-04

0

💞Amie🍂🍃

💞Amie🍂🍃

Iklan Thor🤗

2024-01-19

1

NurAzizah504

NurAzizah504

Bagus, Dira

2024-01-10

0

lihat semua
Episodes
1 Tidak sayang Adira
2 Lihat lah, Aku
3 Harapan Adira
4 Kebahagian Adira
5 episode 5
6 Episode 6
7 Kuatkan Aku!
8 Panggilkan Aku Nak!
9 Episode 9
10 Episode 10
11 Pembagian Rapor
12 Vania kesal
13 Satria, murid baru
14 Salah Paham
15 Episode 15
16 Gagal Mendekati Satria
17 Vania, Kembali Berulah
18 Vania Kembali Berulah 2
19 Kemana Perginya Adira
20 Kemana Kamu Adira?
21 Dia Bernama Adira
22 Karena Ulahmu
23 Episode 23
24 Akhirnya Bertemu
25 Anak Yang Diabaikan
26 Hari Sial Vania
27 Se-benci Itukan?
28 Mari Bersenang-senang
29 Balaskan Sakit Hatimu!
30 Episode 30
31 Saling Memaafkan
32 Harapan Afandi
33 Episode 33
34 Perjalanan Menyenangkan Adira
35 Kakek Kasim
36 Hari Sial Vania
37 Episode 37
38 Episode 38
39 Mulanya Karma Untuk Ella
40 Kamu Menyukainya?
41 Episode 41
42 Episode 42
43 Episode 43
44 Episode 44
45 Episode 45
46 Satria, Tolong!
47 Episode 47
48 Yang Tersayang
49 Satria Dan Adira Berpacaran
50 Permintaan Afandi
51 Episode 51
52 Episode 52
53 Story Wa
54 Ketegasan Adira
55 Pura-pura Cemburu
56 Adira, Tak Sengaja Bertemu Ibunya
57 Episode 57
58 Afandi Di Pecat
59 Episode 59
60 Episode 60
61 Pindah Ke Rumah Johan
62 Sikap Tegasnya Adira
63 Episode 63
64 Episode 64
65 Karma Untuk Afandi Dan Ella
66 Maaf Nak!
67 Episode 67
68 Episode 68
69 Episode 69
70 Penyerahan Harta Kasim
71 Episode 71
72 Episode 72
73 Episode 73
74 Meninggalnya Kakek Kasim
75 Episode 75
76 Karma Vania
77 Ella Minta Maaf
78 Episode 78
79 Ancaman Ella
80 Isi Hati Adira
81 Episode 81
82 Meninggalnya Afandi
83 Episode 83
84 Episode 84
85 Bertemu Vania
86 Episode 86
87 Dituduh Maling
88 Episode 88
89 Episode 89
90 Episode 90
Episodes

Updated 90 Episodes

1
Tidak sayang Adira
2
Lihat lah, Aku
3
Harapan Adira
4
Kebahagian Adira
5
episode 5
6
Episode 6
7
Kuatkan Aku!
8
Panggilkan Aku Nak!
9
Episode 9
10
Episode 10
11
Pembagian Rapor
12
Vania kesal
13
Satria, murid baru
14
Salah Paham
15
Episode 15
16
Gagal Mendekati Satria
17
Vania, Kembali Berulah
18
Vania Kembali Berulah 2
19
Kemana Perginya Adira
20
Kemana Kamu Adira?
21
Dia Bernama Adira
22
Karena Ulahmu
23
Episode 23
24
Akhirnya Bertemu
25
Anak Yang Diabaikan
26
Hari Sial Vania
27
Se-benci Itukan?
28
Mari Bersenang-senang
29
Balaskan Sakit Hatimu!
30
Episode 30
31
Saling Memaafkan
32
Harapan Afandi
33
Episode 33
34
Perjalanan Menyenangkan Adira
35
Kakek Kasim
36
Hari Sial Vania
37
Episode 37
38
Episode 38
39
Mulanya Karma Untuk Ella
40
Kamu Menyukainya?
41
Episode 41
42
Episode 42
43
Episode 43
44
Episode 44
45
Episode 45
46
Satria, Tolong!
47
Episode 47
48
Yang Tersayang
49
Satria Dan Adira Berpacaran
50
Permintaan Afandi
51
Episode 51
52
Episode 52
53
Story Wa
54
Ketegasan Adira
55
Pura-pura Cemburu
56
Adira, Tak Sengaja Bertemu Ibunya
57
Episode 57
58
Afandi Di Pecat
59
Episode 59
60
Episode 60
61
Pindah Ke Rumah Johan
62
Sikap Tegasnya Adira
63
Episode 63
64
Episode 64
65
Karma Untuk Afandi Dan Ella
66
Maaf Nak!
67
Episode 67
68
Episode 68
69
Episode 69
70
Penyerahan Harta Kasim
71
Episode 71
72
Episode 72
73
Episode 73
74
Meninggalnya Kakek Kasim
75
Episode 75
76
Karma Vania
77
Ella Minta Maaf
78
Episode 78
79
Ancaman Ella
80
Isi Hati Adira
81
Episode 81
82
Meninggalnya Afandi
83
Episode 83
84
Episode 84
85
Bertemu Vania
86
Episode 86
87
Dituduh Maling
88
Episode 88
89
Episode 89
90
Episode 90

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!