"Tapi bagaimana dengan anak ini?" lanjut Alfonso, menunjukkan kekhawatirannya.
"Kita tidak bisa meninggalkannya di sini sendirian, Paman. Kita harus membawanya bersama kita," ujar Aurasia sambil melirik anak laki-laki itu beberapa kali, ekspresinya penuh kekhawatiran.
"Yang Mulia, kereta kudaku rusak. Rodanya lepas karena jalanan di perbukitan ini tidak rata. Kita hanya punya satu kuda untuk melanjutkan perjalanan. Dan anak ini tidak sadarkan diri. Perjalanan jauh ke ibu kota akan sangat berisiko bagi keadaannya," jelas Alfonso pada Aurasia.
Aurasia terdiam sejenak, memikirkan saran Alfonso. "Bagaimana jika kita mengantarkan anak ini terlebih dahulu ke Panti Asuhan Desa Nefeloma? Kita sudah dekat dengan Nefeloma, kan, Paman?" usul Aurasia, matanya bulat menatap Alfonso.
"Ide yang bagus, Yang Mulia. Mari kita berangkat, kita tidak boleh terlambat," sahut Alfonso setuju.
"Hmm!" Aurasia menjawab dengan semangat, bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan dengan harapan yang baru muncul.
...♡♡♡♡♡...
Paman Alfonso dan aku membawa anak laki-laki itu ke Panti Asuhan Desa Nefeloma, dengan menunggangi satu kuda bersama-sama. Untungnya, tubuh kami berdua masih kecil, sehingga kuda paman Alfonso tidak terlalu kesulitan membawa kami bertiga.
Setelah sekitar tiga puluh menit perjalanan, kami tiba di panti asuhan. Nenek yang menjaga panti terkejut dan khawatir melihat kedatangan kami pada jam dua dini hari.
Kami memutuskan untuk menempatkan anak laki-laki itu di kamarku di panti, agar tidak mengganggu anak-anak lain yang sudah tertidur, mengingat kamar anak-anak panti sudah penuh.
Nenek bertanya banyak hal, tetapi kami tidak bisa menjawab semuanya saat itu. Kami harus segera kembali ke ibu kota. Aku berjanji akan menjelaskan semuanya pada nenek ketika kami kembali, setelah Bettie sembuh. Kami pun berpamitan pada nenek dan pulang ke Istana Spirit.
...♡♡♡♡♡...
Aurasia dan Alfonso tiba di Kota Anatric ketika fajar mulai menyingsing. Hanya beberapa kilometer lagi, mereka akan sampai di Istana Spirit.
Setelah melewati hutan belantara di sekitar Istana Spirit, Alfonso menghentikan kudanya tepat di depan gerbang istana. Pria berambut coklat kemerahan itu turun dari kuda dengan cekatan, tidak lupa membantu Aurasia, gadis kecil berambut frost, turun juga. Aurasia pun dengan cepat membuka pintu gerbang hitam dan segera berlari menuju pintu utama Istana Spirit.
"AKHH!"
Suara teriakan Alfonso membuat Aurasia berhenti dan lantas menoleh ke arahnya. "Paman!" pekiknya, melihat Alfonso terpental dengan keras di depan pintu gerbang.
Aurasia bergegas mendekati Alfonso untuk membantunya bangkit. "Apa yang terjadi?" Alfonso mengernyitkan matanya, menatap bingung di hadapan Istana Spirit.
"Tabirnya!" seru Aurasia, mengingat bahwa istana ini dilindungi oleh tabir magis. "Maafkan aku, Paman. Aku lupa memberitahumu tentang tabir ini," ujar gadis kecil berambut frost itu, memandang Alfonso dengan tatapan bersalah.
"Tidak apa-apa, Yang Mulia. Aku baik-baik saja. Lebih baik Anda pergi menemui Bettie sekarang," ujar Alfonso, menyarankan agar Aurasia fokus pada kesembuhan Bettie yang lebih mendesak daripada keadaannya saat ini.
Aurasia mengangguk, teringat akan Bettie. "Paman benar. Aku akan segera kembali." Dengan itu, ia bergegas menuju kamar Bettie.
Dalam kegelisahan, Aurasia merasa kesal pada dirinya sendiri. Kenapa dia begitu lalai? Perhatiannya terlalu mudah teralihkan oleh kepanikan.
Beberapa saat kemudian, Aurasia tiba di kamar Bettie dengan hati yang berdebar-debar. Dia berharap Bettie masih bernapas. Aurasia menempatkan lembut ujung jari telunjuknya di depan lubang hidung Bettie yang lemah. Dengan napas lega, gadis kecil itu merasa sedikit lebih baik. Bettie masih bernapas meskipun terasa lemah.
Dengan penuh kehati-hatian, Aurasia memancarkan cahaya hijau dari kedua telapak tangannya, memulai proses penyembuhan untuk ruam hitam yang memenuhi kaki Bettie. Ketegangan di hati gadis kecil bermanik emas itu mulai mereda seiring dengan menghilangnya ruam hitam tersebut, dan melihat napas Bettie kembali lancar setelah sentuhan penyembuhan Lux Sanatus menyentuh dadanya.
Namun, sekarang, napas Aurasia mulai memburu. Kepalanya terasa berat dan setiap helaan napasnya terasa seperti beban yang tak terlalu bisa ia tanggung. Apakah ini akibat dari kelelahan? bergumamnya dalam hati.
Meskipun tubuhnya sudah hampir tak berdaya, Aurasia tetap berjuang untuk menyembuhkan Bettie dengan segenap kekuatannya. Dia bertekad untuk tidak berhenti sampai melihat mata wanita itu kembali terbuka, bahkan jika itu harus memakan seluruh energinya.
"Hoek!"
Aurasia memalingkan wajahnya dengan perlahan ke arah gaunnya yang telah tercemar oleh cairan merah yang keluar dari mulutnya sendiri. Mata emas gadis kecil itu melebar kaget, sebelum akhirnya ia menghentikan proses penyembuhan Bettie.
"Hoek!"
Gadis kecil itu dengan tergesa-gesa, menutup mulutnya dengan tangannya sebelum akhirnya ia kembali memuntahkan darah. Apa yang terjadi? batin Aurasia bingung dengan sedikit ketakutan.
Tangannya yang mungil meraih dadanya yang terasa menyengat. "Akh!" rintih Aurasia, rasa sakit yang tak tertahankan melanda dadanya. Dia memijat bagian dada dengan harapan meredakan kepedihannya. Namun, sebaliknya, rasa sakitnya malah semakin terasa menyengat. Gadis kecil itu merasakan dadanya seperti terbakar oleh bara api.
Napas Aurasia mulai tak beraturan. Ia sudah tidak sanggup lagi menahan beban tubuhnya sendiri, hingga akhirnya ia rebah lemas di atas kasur, terengah-engah dan penuh dengan rasa sakit.
Aurasia mengerutkan keningnya. Aku tidak bisa berhenti di sini. Gadis kecil berambut seperti embun beku itu memaksa dirinya untuk bangkit.
Dengan tangan kecil yang gemetar, ia membersihkan darah yang menempel di sekitar mulutnya menggunakan ujung gaun hitamnya.
Aurasia kembali memancarkan cahaya hijau dari telapak tangannya dan mengarahkannya ke tubuh Bettie. Tangan gadis kecil itu bergetar karena usahanya yang sulit ditanggungnya. Sungai darah kecil tak berhenti mengalir dari mulutnya. Kepalanya terasa begitu berat. Ia berjuang untuk tetap tegar, tidak ingin ambruk. Ini adalah satu-satunya cara agar Bettie bisa sembuh.
"Yang Mulia, apakah itu Anda?" suara Bettie terdengar lemah. Akhirnya, wanita berambut coklat itu sadar.
Aurasia dengan cepat mengusap sisa darah di dagunya sebelum menoleh ke arah Bettie. Gadis kecil itu tidak ingin membuatnya cemas dengan kondisinya yang memprihatinkan.
"I-iya, Bibi. Syukurlah, akhirnya Bibi bangun," ujar Aurasia sambil tersenyum tipis, kemudian memeluk Bettie dengan penuh kehangatan.
"Berapa lama saya tidak sadarkan diri?" tanya Bettie dengan suara lemah.
Aurasia melepaskan pelukannya. "Satu setengah hari, Bibi," jawab gadis kecil itu dengan lembut.
"Lalu bagaimana dengan Anda, Yang Mulia? Apakah Anda sudah makan?" tanya Bettie sambil mencoba untuk duduk.
"Jangan khawatirkan aku, Bibi. Aku baik-baik saja," jawab Aurasia sambil membantu Bettie bangkit. Dalam hatinya, dia merasa tersentuh karena Bettie masih memikirkan dirinya, bahkan di saat-saat seperti ini.
"Bagaimana keadaan Bibi? Apakah masih ada bagian yang terasa sakit?" tanya gadis kecil itu memastikan, mencari tahu apakah masih ada yang perlu ia sembuhkan.
Senyum hangat melintas di bibir wanita berambut coklat itu. "Saya tidak merasakan sakit apa pun, Yang Mulia. Saya hanya merasa sedikit lelah," jawabnya.
"Syukurlah, Bibi. Aku benar-benar khawatir padamu," ucap Aurasia sambil memeluk Bettie dengan hangat. Dalam hati, gadis kecil berambut frost itu merasa sangat bahagia, merasa misinya berhasil.
"Terima kasih, Yang Mulia. Saya merasa sangat terhormat karena Anda memperhatikan saya dengan tulus," sahut Bettie dengan hangat, penuh rasa terima kasih.
...♡♡♡♡♡...
Pembaca tersayang, kami sangat menghargai dukungan kalian. Yuk, like, subscribe, berikan gift, vote, dan tinggalkan komentar kalian!
Jika ada pesan khusus untuk para tokoh, boleh loh share di sini.
Oh iya, jangan lupa untuk follow Instagram kami @indah__laa agar tetap terhubung dan mendapatkan informasi terbaru. Ayo kita jadi komunitas yang lebih erat! 🌟
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
vivin vvii
semangatt thorrrrr
2024-05-12
0