^^^3 tahun kemudian~^^^
Tinggal beberapa minggu lagi, umur Aurasia akan genap sepuluh tahun. Aku hidup dengan damai sejak kelahiranku. Tidak ada ujian hidup yang begitu berat selama aku berada di tubuh Aurasia kecil.
Aku bersyukur karena tidak ada gejala penyakit berbahaya yang ditunjukan oleh Bettie. Aku selalu takut jika Bettie akan meninggalkanku seperti cerita pada novel. Aku sangat menyayangi Bettie. Aku sudah menganggap Bettie seperti ibuku sendiri.
Gadis kecil berambut frost itu melangkah ke halaman kosong di samping gedung panti, tempat di mana anak-anak panti bermain dan berlatih pedang. Begitu sampai, ia duduk santai di bangku yang tersedia. Tangan mungilnya membuka lembaran pada buku yang di bawahnya. Buku tentang berbagai macam penyakit. Dan sesekali manik emas gadis itu memperhatikan Jack yang sedang berlatih pedang dengan sebatang balok kayu sebagai sasarannya.
Apakah tidak terlalu berisiko membiarkan anak berusia 12 tahun menggunakan pedang asli untuk latihan berpedang? batin Aurasia dengan keprihatinan.
Dalam novel, dijelaskan bahwa banyak anak laki-laki dari kalangan rakyat biasa yang giat berlatih pedang. Begitu mencapai usia remaja, mereka beralih menjadi prajurit bayaran yang terlibat dalam pertempuran sengit antara Grand Duke dari Systrofi dan monarki Kekaisaran Orlov. Tak terhindarkan, peperangan itu berakhir dengan kemenangan bagi Systrofi, dipimpin oleh Loyd, sang tokoh utama pria.
"Jack, gerakanmu itu tidak tepat," ujar Aurasia, memperhatikan Jack yang menggunakan gerakan berlebihan untuk menjatuhkan targetnya. Gadis kecil berambut frost itu meletakkan bukunya dan melangkah mendekati Jack. "Jika terus seperti ini, lawanmu bisa mengambil peluang untuk menebas lehermu lebih cepat," tambah Aurasia, tetap memantau gerakan Jack.
"Begitukah?" Jack terkekeh, meremehkan pandangan seorang gadis yang lebih kecil darinya memberi nasihat tentang berpedang.
"Ya," jawab Aurasia sambil mengangguk.
Jack mendengus pelan, "Seolah kau tahu segalanya tentang berpedang," ujar Jack dengan sikap skeptis.
"Setidaknya aku tahu lebih banyak darimu," sahut Aurasia, menatap Jack dengan wajah datar.
Gadis kecil berambut frost itu mengambil pedang dari tangan Jack. "Seluruh jari tanganmu harus memegang gagang pedang dengan kuat. Dan lakukan gerakan seperti ini jika kau ingin menumbangkan lawanmu hanya dengan sekali tebas." Aurasia mengayunkan pedangnya ke arah target kayu itu.
"HIYAA!"
"HIYAAA!"
"HIYAAAA!"
"HIYA!"
Berkali-kali gadis kecil itu mencoba mengayunkan pedangnya, namun sasaran kayu itu tetap kukuh. Napas Aurasia tersengal-sengal, kelelahan merayapi tubuhnya. Memikul pedang besi yang begitu berat bagi seorang anak perempuan, ia berusaha mengatasi keterbatasannya.
"HAHAHAHA!!!" Jack tidak dapat menahan tawanya, menyaksikan upaya Aurasia yang awalnya berlagak paham tentang teknik berpedang, namun kini tak mampu mengatasi sebatang kayu meski telah berusaha berulang kali.
"Jangan tertawa seperti itu," cela Aurasia sambil menggertakkan gigi.
"Maaf, tapi memang kau terlihat konyol. HAHAHA!!" tawa Jack tak terbendung, sementara tangannya mencengkeram perut yang terasa tegang akibat tawa yang terlalu lama.
"Aku tidak bisa menumbangkan target itu karena aku tidak mempunyai tenaga, tahu!" jelas Aurasia, menatap Jack dengan sinis. "Bagaimana jika kau yang mencoba teknik berpedang yang aku lakukan tadi? Apakah hasilnya akan sama seperti teknikmu sebelumnya?" ujarnya melanjutkan dengan wajah serius.
"Hmm, baiklah." Jack mengambil pedangnya dari tangan Aurasia. Dan mulai mempraktekan teknik berpedang yang sebelumnya dilakukan gadis kecil bermata emas itu.
"HIYAA!!"
Dan sungguh, seketika itu juga, target kayu itu hancur berantakan ketika Jack menyapu pedangnya dengan satu tebas mantap. Senyum kepuasan muncul di wajah Aurasia, memperlihatkan bahwa pemahamannya tentang seni berpedang tidaklah salah.
"Wah, dari mana kau bisa menguasai teknik berpedang seperti itu?" tanya Jack, kagum.
"Aku mempelajarinya dari buku," jawab Aurasia dengan bangga.
"Buku?"
"Jika kau ingin bijak seperti aku, banyaklah membaca, Jack."
"Sayangnya, sepertinya aku takkan bisa sebijak dirimu."
"Mengapa?" tanya Aurasia dengan wajah bingung.
"Karena di panti asuhan kita, tak ada buku," jawab Jack seenak jidatnya.
"Auu!" Jack meringis saat Aurasia menyentil jidatnya. "Kenapa kau marah? Kita miskin! Tidak ada cukup koin perak untuk membeli buku. Bahkan koin tembaga pun kita tak punya," terang Jack seraya memegangi jidatnya.
"Dasar, Jack, tanpa usaha!" gerutu Aurasia gemas. "Baiklah, nanti saat aku pulang ke rumah, aku akan membawa banyak buku untuk kita."
...♡♡♡♡♡...
^^^Istana Spirit~^^^
Aurasia tengah menjalani pemeriksaan kesehatan rutin yang dijadwalkan sekali dalam sebulan. Saat ini, ia duduk anggun di atas kasurnya, ditemani oleh Bettie, Abel si Kepala Pelayan, dan Dokter Alice.
"Anda tetap sehat seperti biasanya, Yang Mulia," ucap Dokter Alice sambil merapikan dengan cermat alat-alat medisnya.
"Tentu saja, Bibi Bettie selalu menjagaku dengan penuh perhatian." Aurasia tersenyum bangga pada Bettie, yang membalas dengan senyum manis.
Setelah selesai menjalani pemeriksaan kesehatan, Bettie mengantarkan Kepala Pelayan dan Dokter Alice ke pintu utama Istana Spirit.
"Tuan Jhon, pergilah dan kawal terlebih dahulu Dokter Alice," suruh Abel kepada salah satu kesatria yang mengawal perjalanan mereka ke Istana Spirit.
"Bettie, ada yang ingin saya sampaikan kepada Anda," ujar Abel, begitu dokter Alice dan para kesatria itu telah melangkah pergi meninggalkan mereka.
"Ya, Tuan Abel," sahut Bettie dengan sopan.
"Sebaiknya kita berbicara di dalam saja." Abel dan Bettie pun kembali ke dalam Istana Spirit.
"Apa kegiatan Putri Aurasia saat ini?" tanya Abel begitu mereka tiba di ruang para pelayan.
"Putri Aurasia tengah membaca buku di kamarnya dan beliau akan tidur setelahnya," jawab Bettie.
"Baiklah, mari langsung ke pokok pembicaraan." Abel mengambil sebuah botol kaca kecil berisi cairan dari kantong celananya.
Bettie mengerutkan kening, merasa familiar dengan botol kaca tersebut.
"Bettie, jika kau masih ingin melayani Yang Mulia Putri, kau harus kembali meminum ramuan ini," ujar Abel, seraya menyodorkan botol kecil itu pada Bettie yang terlihat kebingungan. "Ini adalah ramuan yang pernah kau minum untuk dapat keluar masuk tabir yang menyelimuti Istana Spirit. Apakah kau sudah melupakannya?" jelas Abel sambil mengingatkan Bettie.
"Saya tidak akan pernah melupakannya, Tuan." Kenangan tentang ramuan itu masih begitu kuat di dalam pikiran Bettie. Ramuan ajaib yang harus diminum untuk memasuki kawasan Istana Spirit yang diselimuti tabir.
"Tapi bukankah kita hanya perlu meminumnya sekali seumur hidup?" tanya Bettie dengan wajah heran. Itulah yang membuat Bettie bingung, bukan karena ia lupa tentang ramuan itu.
"Seiring berjalannya waktu, tabir Istana ini mulai menipis. Penyihir Kekaisaran pun harus memperkuat kembali tabir ini," jelas Abel sambil memberikan botol kaca berisi cairan hijau itu.
"Kau harus meminum ramuan ini lagi, karena kau adalah dayang satu-satunya yang bekerja di istana ini, Bettie."
...♡♡♡♡♡...
Pembaca tersayang, kami sangat menghargai dukungan kalian. Yuk, like, subscribe, berikan gift, vote, dan tinggalkan komentar kalian!
Jika ada pesan khusus untuk para tokoh, boleh loh share di sini.
Oh iya, jangan lupa untuk follow Instagram kami @indah__laa agar tetap terhubung dan mendapatkan informasi terbaru. Ayo kita jadi komunitas yang lebih erat! 🌟
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
vivin vvii
sebel gitu liat dia lemah bangett
2024-05-12
0
Ayu Dani
Bikin jadi kuat dong thor MC nya jgn lemah
2024-02-29
1