Ekspresi wajah mereka penuh kejutan dan kebahagiaan menciptakan senyuman spontan yang merefleksikan kelegaan dan kehangatan. Mata yang penuh rasa kagum dan mata yang saling bertautan menciptakan ruang komunikasi tanpa kata-kata.
"Bettie, bagaimana kabar Anda? Apakah Anda hidup dengan baik?" tanya Alfonso, dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Rasanya seperti saat berjumpa dengan sahabat lama yang sudah lama tidak terlihat. Pria itu tidak percaya, bisa bertemu kembali dengan Bettie.
"S-saya baik-baik saja. Bagaimana dengan Tuan Alfonso?" sahut Bettie, bertanya balik pada Alfonso. Bettie juga masih tidak percaya bisa bertemu dengan pria itu lagi.
"Bohong jika saya bilang baik-baik saja," sahut Alfonso dengan lirih.
"Anda masih belum bisa melupakan beliau?" tanya Bettie, merasakan kesedihan yang seharusnya sudah berlalu. "Cinta Anda begitu dalam pada beliau," lanjutnya tersenyum sedih, menatap Alfonso.
"Sosok beliau sungguh sangat berarti bagi saya. Saya sangat bersyukur kepada Tuhan karena telah mempertemukan saya dengan beliau." Alfonso tersenyum tipis, namun penuh perasaan.
"Benar, beliau adalah orang yang sangat berharga bagi kita yang benar-benar mengenalnya," ujar Bettie setuju dengan pernyataan Alfonso.
Apa yang mereka bicarakan sejak tadi? Dan siapa orang itu? batin Aurasia, sambil memperhatikan mereka berdua dari tadi. Apakah pria itu baru saja ditinggal nikah oleh kekasihnya? pikir gadis kecil berambut frost menebak-nebak.
Aurasia menarik pelan pakaian Bettie. "Bibi, apakah paman yang tampan ini adalah teman Bibi?" tanya gadis kecil itu membuka suara.
Perhatian Alfonso langsung tertuju pada Aurasia. Mata Alfonso melebar. Wajahnya dipenuhi dengan ketidakpercayaan.
Ada apa, dengan pria ini? batin Aurasia bingung, karena Alfonso menatap dirinya dengan lekat. Sedikit membuat gadis kecil itu merasa tidak nyaman.
"Maafkan saya, Yang Mulia Putri, Tuan Alfonso, seharusnya saya memperkenalkan Anda berdua terlebih dahulu," ujar Bettie, yang menyadari pentingnya perkenalan ini.
"Yang Mulia Putri Aurasia, beliau adalah Tuan Alfonso. Beliau adalah mantan kesatria yang dulu mengawal ibu Anda, Nyonya Yoshiko. Tuan Alfonso, beliau adalah Yang Mulia Putri Aurasia Hanover, putri dari Nyonya Yoshiko," ujar Bettie saling memperkenalkan Aurasia dan Alfonso.
"Yang Mulia Putri Aurasia?" Ketidakpercayaan pada wajah Alfonso kemudian disusul oleh senyum yang tulus ketika menyadari betapa besar anak dari wanita yang sangat dihormatinya telah tumbuh. Ia memandang gadis kecil itu dengan tatapan yang tidak dapat diartikan. Sentuhan lembut di wajahnya yang mencerminkan rasa haru dan kehangatan dalam menyambut Putri Aurasia. Matanya mencoba menyerap setiap detail dari wajah Putri bermata emas itu.
"Ada apa, Paman? Apa ada sesuatu yang menempel di wajahku?" tanya Aurasia dengan suara lembutnya, karena Alfonso menatap dirinya begitu intens.
"Ah, maafkan saya, Yang Mulia. Wajah Anda mengingatkan saya pada Nyonya Yoshiko. Anda sungguh mirip sekali dengannya. Hanya mata Anda yang mirip dengan Baginda Kaisar," jelas Alfonso, memandang Aurasia dengan tatapan hangat.
"Wajahku sangat mirip dengan ibu, ya?" tanya Aurasia dengan wajah polosnya. Sebab, Bettie dan Abel juga beberapa kali pernah berkata seperti itu.
"Benar, Anda sungguh cantik, seperti ibu Anda, Yang Mulia Putri," sahut Alfonso seraya tersenyum penuh makna.
"Terima kasih, Paman. Paman juga sangat tampan," balas Aurasia dengan senyuman simpul yang menghiasi wajahnya.
"Saya merasa terhormat mendapat pujian dari Anda, Yang Mulia," ujar Alfonso, membungkuk dengan hormat layaknya seorang kesatria, menghadap Putri Aurasia.
"Ngomong-ngomong, apa yang Anda berdua lalukan di desa ini?" tanya Alfonso, melihat adanya ketidakwajaran dimana seorang Putri Kaisar mengenakan pakaian sederhana dan tanpa pengawal di sekitarnya.
"Ah, itu..." Bettie terlihat berpikir dengan wajah bingungnya, sebelum akhirnya ia meminta Alfonso untuk masuk ke dalam kereta kuda terlebih dahulu, lalu mulai menjelaskan semuanya padanya. Mulai dari Aurasia yang bosan di Istana Spirit, hingga keinginan mereka membantu anak-anak panti asuhan di kampung halaman Bettie.
Bettie menjelaskan dengan yakin karena ia sangat mengenal Alfonso. Alfonso adalah orang yang dipercayai oleh Yoshiko seperti keluarganya sendiri. Seperti anjing yang ditinggal mati oleh majikannya, Alfonso berhenti menjadi seorang kesatria setelah Yoshiko meninggal dunia.
"Jadi, keberadaan Yang Mulia Putri saat ini tidak diketahui oleh Yang Mulia Kaisar?" alis Alfonso berkerut, pupil matanya bergerak ke arah Bettie. Tampak sedikit kemarahan di wajah pria bertubuh kekar itu.
Aurasia meneguk ludahnya, merasakan aura Alfonso yang sedari tadi hangat berubah menjadi dingin.
Pria itu menghela napas panjang, mencoba untuk tetap tenang. "Yang Mulia Putri, apakah aku boleh meminta izin untuk berbicara dengan Bettie sebentar?" tanya Alfonso dengan sopan.
"T-tentu saja, Paman. Kalau begitu aku akan keluar," sahut Aurasia, segera turun dari bangku kereta kuda.
"Yang Mulia, sebaiknya Anda tetap berada di dalam kereta. Ini demi keamanan Anda," ujar Alfonso, menghentikan langkah Aurasia yang sudah tiba di depan pintu kereta kuda.
"Iya, Yang Mulia, ini demi keamanan Anda," tambah Bettie dengan suara lembutnya, seraya tersenyum tipis.
"Baiklah, Bibi," sahut Aurasia, mengikuti saja keinginan kedua orang dewasa itu. "Paman, jangan macam-macam dengan Bibi, ya!" tambah gadis kecil berambut frost itu memperingati Alfonso.
"Baiklah, Yang Mulia, jika itu perintah Anda," sahut Alfonso seraya tertawa ringan, gemas dengan ekspresi Aurasia. Bettie dan Alfonso pun keluar dari kereta kuda sedangkan Aurasia menunggu di dalamnya.
Apa yang mereka bicarakan? Wajah mereka terlihat sangat serius, batin Aurasia seraya mengintip ke luar jendela kereta kuda. Ia berusaha menguping pembicaraan Bettie dan Alfonso.
Setelah beberapa menit berlalu, Bettie masuk ke kereta kuda, dan membuat Aurasia bergegas kembali duduk ke posisinya semula.
"Yang Mulia, semoga Anda nyaman dalam perjalanan ini," ujar Alfonso, yang berdiri di depan pintu kereta seraya tersenyum tipis. Kemudian Alfonso pun menutup pintu kereta kuda itu dan mulai mengendarai keretanya.
"Bibi, apa yang Bibi bicarakan dengan paman Alfonso tadi?" tanya Aurasia, dengan wajah polosnya.
"Ah, itu... intinya, Tuan Alfonso bilang dia yang akan selalu mengantar kita kemana pun kita pergi," jawab Bettie dengan lembut dan menggenggam tangan kecil Aurasia.
"Jadi, kita tidak perlu lagi singgah untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya di kota Lipothy?" tutur gadis kecil berambut frost itu menyimpulkan.
"Benar, jadi Yang Mulia Putri bisa nyaman selama perjalanan," sahut Bettie, seraya tersenyum lembut.
"Syukurlah, Bibi juga tidak perlu repot-repot untuk mencari kereta kuda lagi di kota Lipothy," balas Aurasia, membalas senyuman Bettie.
Syukurlah, kita bertemu dengan paman Alfonso, yang merupakan seorang mantan kesatria. Sepertinya paman Alfonso adalah orang yang bisa kami percaya. Orang yang bisa menjaga aku dan Bibi, di saat kami tidak memiliki siapa-siapa untuk berlindung.
...♡♡♡♡♡...
Aurasia dan Bettie telah kembali ke panti asuhan desa Nefeloma, membawa lebih banyak buah dari kunjungan sebelumnya. Seiring berjalannya waktu di Istana Spirit, buah-buahan semakin banyak yang matang, dan pengangkutannya ke Nefeloma lebih mudah berkat bantuan Alfonso.
Gadis kecil berambut frost, yang memegang keranjang buah di tangan kirinya, sedang sibuk membagikan buah-buahan, demikian juga dengan tiga temannya yang turut membantu dalam pembagian tersebut.
Aurasia menghela napas singkat. "Masih banyak buah yang tersisa." Gadis kecil berambut frost itu menepis keringat yang ada di pelipisnya.
"Lihat, anak-anak sudah kekenyangan dengan buah-buahan ini," tambah Lussy yang muncul tiba-tiba di depan Aurasia, membawa keranjang buah setengah penuh.
Hazel dan Jack menyusul dengan keranjang buah yang masih terisi. "Bagaimana kalau kita bagikan lagi besok?" saran Hazel.
"Buahnya sudah terlalu matang. Jika dibagikan besok, mungkin buahnya sudah busuk," sahut Aurasia sambil menekan buah yang terlalu lunak.
Jack pun terlihat berpikir dengan serius. "Kenapa tidak kita bagikan saja pada warga desa?" ujarnya menambahkan ide, dan disetujui yang lain.
Sebelum berangkat ke alun-alun, tidak lupa mereka mengambil buah-buahan yang tersisa di gudang makanan untuk mengisi penuh keranjang buah itu kembali. Keempat anak-anak itu pun berangkat ke alun-alun untuk melakukan misi mereka.
Sambil tersenyum, mereka menyebar ke seluruh alun-alun, memberikan buah-buahan kepada warga desa. Saat mereka berjalan melalui alun-alun, Aurasia tersenyum kepada seorang nenek yang duduk di bangku. "Buah segar untukmu, Nenek. Semoga harimu menyenangkan!"
Nenek itu tersenyum hangat, "Terima kasih, anak-anak. Kebaikan kalian sungguh memperindah hariku."
Tiba-tiba, beberapa pencuri kecil muncul dari balik sudut-sudut gelap alun-alun. Dengan cepat, mereka merampas keranjang buah dari tangan Aurasia, Hazel, dan Lussy, sebelum akhirnya mereka melarikan diri. Hanya keranjang milik Jack yang tidak dicuri karena ia memegangnya dengan kuat, dan para pencuri kecil tidak punya waktu untuk bermain tarik-tarikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments