Namun, tidak semua orang merasakan kelegaan yang sama. Lussy, dengan tatapan sinisnya, melempar komentar tajam. "Dasar anak tidak berguna, menyusahkan orang lain saja."
Jack, yang berdiri di sebelah Lussy, menimpali dengan nada sinisnya sendiri. "Kau ini, belum sampai sehari di sini sudah membuat masalah."
Aurasia hanya menatap mereka dengan ekspresi datar dan melengkingkan bibirnya dalam sikap yang angkuh. Dia memilih untuk tidak menghiraukan komentar negatif mereka.
"Sudahlah, yang paling penting, Aura kembali dengan selamat," sahut Bettie dengan suara lembut, mencoba meredakan ketegangan. "Ayo, Aura, aku akan menyiapkan air hangat untuk mandi," ujar Bettie melanjutkan, sembari menggandeng tangan Aurasia. Mereka berdua pergi menuju kamar mandi, meninggalkan Lussy dan Jack yang masih terdiam dalam pandangan penuh kekesalan.
"Bibi Bettie itu terlalu menjakan anak campuran Lanceena itu!" seru Jack sambil mengerutkan kedua alisnya.
"Iya, padahal jelas sekali dia yang membuat masalah. Tapi tetap saja dia dibela," tambah Lussy yang juga tidak terima.
...♡♡♡♡♡...
Ketika malam tiba, Bettie melangkah menuju kamar Aurasia, yang terpisah dari kamar anak-anak panti yang lain. Dengan hati yang penuh kasih sayang, ia mengetuk pintu kayu coklat yang menawan itu. "Yang Mulia, apakah Anda sudah tidur?" tanyanya dengan lembut saat membuka pintu perlahan. Maniknya menangkap Aurasia yang sedang berbaring di atas kasurnya.
"Aku belum tidur, Bibi," jawab Aurasia. Gadis kecil yang mengenakan gaun piyama bewarna putih itu segera duduk dan menyambut kedatangan Bettie dengan senyum simpulnya.
Bettie mendekati Aurasia dan duduk di kursi di samping kasur. "Apakah Yang Mulia bahagia di sini? Apakah ada yang mengganggu Yang Mulia?" tanya Bettie dengan lembut sambil menggenggam tangan mungil gadis kecil berambut frost itu.
"Tentu saja aku bahagia. Banyak hal yang bisa aku lakukan di sini, Bibi," jawab Aurasia jujur dan senyumannya semakin mekar.
"Apakah anak-anak tadi menggaggu Anda?" tanya Bettie lagi, ia tampak khawatir dengan sikap anak-anak itu tadi.
"Hmm, mereka hanya anak-anak. Aku bisa mengatasi mereka sendiri nanti, Bibi," sahut Aurasia dengan percaya diri. Haha, mari beri pelajaran pada anak-anak itu, Aurasia tersenyum usil.
"Anda yakin, tidak perlu bantuan saya?" tanya Bettie lagi, benar-benar memastikan Putri kecil itu tidak mengalami kesulitan.
"Iya, Bibi. Bibi juga tahukan, kalau aku anak yang cerdas dan kuat. Jadi Bibi tidak perlu terlalu khawatir," ujar Aurasia meyakinkan Bettie. Jiwa dalam tubuh ini sudah dewasa, batinnya mantap.
"Yang Mulia, jika Anda ingin pergi ke luar panti, Anda harus memberitahukan pada saya. Saya tahu desa Nefeloma adalah tempat yang aman dan damai, tetapi saya akan selalu khawatir pada Anda dalam keadaan apapun," ujar Bettie dengan penuh perhatian.
"Baiklah Bibi, aku pasti akan selalu melapor padamu," sahut Aurasia seraya hormat menggunakan tangannya.
Bettie tersenyum riang, gemas dengan Putri kecil berambut frost itu dan langsung memeluk tubuh kecilnya. "Putri, Anda sangat imut," ujarnya dengan penuh kasih sayang.
...♡♡♡♡♡...
Keesokan harinya, Aurasia mengajak Hazel pergi ke gudang makanan panti. Gadis kecil itu berencana akan membagikan buah-buahan yang ia bawa dari Istana Spirit hari ini. Dalam hati Aurasia merasa senang bisa berbagi kebahagiaan dengan orang lain.
"Wah, banyak sekali buahnya. Kamu membawa semua ini dari rumahmu? Sepertinya kamu anak orang kaya, Aura," ujar Hazel dengan mata yang berbinar-binar, menatap berbagai buah harum di hadapannya yang begitu melimpah.
"T-tidak..." bantah Aurasia berusaha mengelak.
"Lalu?" tanya Hazel, dengan wajah polos yang penasaran.
"Jadi... begini... ada seorang paman yang baik hati, dan ia tidak bisa memakan semua buah yang ada di kebun buah miliknya yang luas sendirian. Jadi aku dan bibi Bettie ingin membagikan buah-buahan itu agar tidak busuk dan terbuang sia-sia," jelas Aurasia, mengarang cerita untuk menutupi identitasnya.
Gadis kecil itu tidak ingin diketahui sebagai anak orang kaya, bagaimana jika nantinya ia diculik dan dimanfaatkan oleh orang lain? Ya... meski saat ini ia hanya berbicara dengan Hazel, yang masih seorang anak kecil, tetapi tetap saja ia harus berhati-hati pada dinding yang memiliki banyak telinga.
"Wah paman itu baik sekali mau mengizinkan kalian membagikan buah-buahnya. Kalau begitu... bo-boleh aku mencicipinya?" tanya Hazel yang sudah menahan untuk menggigit buah itu sejak tadi.
"Tentu saja," sahut Aurasia singkat dan mengambilkan salah satu buah untuk Hazel.
Ketika gigitan pertama merasuki mulut, wajah Hazel berubah menjadi ekstasi, dan senyum kecil muncul sambil lidah merasakan kelezatan daging apel yang juicy dan menyegarkan. "Hmm, enak sekali. Buah ini seperti dari surga," ujar gadis kecil berpipi cabi itu begitu ia merasakan buahnya.
"Memangnya kamu pernah pergi ke surga?" Aurasia tertawa kecil, gemas dengan tingkah Hazel.
"Hehe, tapi rasanya benar-benar seperti di surga," jawab Hazel, mengigit buat itu lagi dan lagi.
Mereka berdua kemudian menyalin buah-buahan yang ada di karung itu ke dalam keranjang buah. Aurasia dan Hazel beranjak dari gudang makanan begitu keranjang buah itu sudah terisi penuh dan membagikan buah-buahan tersebut kepada anak-anak panti.
Setelah membagikan buah-buahan kepada beberapa anak panti asuhan, akhirnya Aurasia dan Hazel berjumpa dengan Lussy dan Jack. Aurasia memutuskan untuk membagikan buah-buahan kepada mereka, karena jika tidak, gadis kecil itu akan merasa ada sesuatu yang kurang dan membuatnya terus terpikir nantinya.
"Kakak, mau buah?" tanya Hazel, dengan suara lembut, sambil menyodorkan keranjang yang berisi buah-buahan itu.
"Buah? Dari mana kalian mendapatkannya?" tanya Lussy, seraya mengambil satu buah apel yang bewarna merah cerah.
"Buah-buahan ini dari kampung halaman Aura. Coba saja, rasanya manis sekali. Kakak pasti suka," jelas Hazel dengan senyum riang di wajahnya. Aurasia hanya diam dan memperhatikan saja, karena pertemuan pertama meraka membuatnya enggan untuk membuka suara.
"Dari kampung halaman dia?" tunjuk Lussy pada Aurasia dengan tatapan mengejek. "Jangan memakan buah ini. Bagaimana jika ada racun di dalamnya?" lanjut Lussy, sebelum akhirnya ia melempar kembali apel itu ke keranjang Hazel.
"Iya, kita tidak pernah tahu apa yang direncanakan oleh orang-orang Lanceena itu," tambah Jack dengan tatapan sinis.
"Kakak tidak boleh bicara seperti itu pada Aura," ujar Hazel memanyunkan bibirnya, pipinya pun mulai memerah karena marah dengan sikap anak-anak itu.
"Memangnya kenapa? Yang aku bilang itu juga benar," balas Lussy dengan sinis.
Aurasia menghela napas panjang, heran dengan sikap anak-anak ini. "Apa kalian pikir aku masuk ke panti asuhan ini untuk menghancurkan kalian semua?" Aurasia menatap tajam pasang mata Lussy dan Jack satu persatu.
"Menganiaya, mencuri, dan membunuh kalian satu-persatu? Begitu?" Aurasia menghela napas panjang lagi, berusaha untuk tidak meledak. "Memangnya apa yang bisa dilakukan anak umur tujuh tahun sepertiku? Tubuhku saja tidak lebih besar dari tubuh kalian. Aku bahkan akan langsung jatuh jika kalian mendorongku sedikit saja. Lalu bagaimana bisa kalian berpikir seperti itu padaku?"
Lussy dan Jack pun hanya bisa diam mendengar ucapan Aurasia. Berusaha mencerna ucapan gadis dengan manik emas itu.
Hehe, rasakanlah ini! batin Aurasia, seraya tertawa nakal.
Gadis kecil berambut frost itu menghela napas singkat. "Sudahlah tidak ada gunanya aku berbicara dengan kalian." Aurasia membalikkan badannya dan melangkah meninggalkan Lussy dan Jack.
"Tu-tunggu Aura!" Hazel pun langsung mengikuti langkah Aurasia.
"Hei, tunggu!" ucap Jack membuat langkah kaki Aurasia dan Hazel berhenti.
"Ada apa lagi?" tanya Aurasia menoleh ke arah mereka dengan tatapan malas.
"Ma-maafkan kami. Kami tidak berpikir panjang," ucap Jack dengan nada yang mulai halus.
"I-iya, setelah mendengar penjelasanmu, sikap kami jadi tampak konyol sekali," tambah Lussy seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan memandang ke arah lain.
"Kau benar, bagaimana kami bisa berprasangka seperti itu pada anak yang bahkan jauh lebih kecil dari pada kami." Jack dan Lussy tampak benar-benar menyesal.
Aurasia menghela napas lega. Kalian memang hanyalah anak-anak kecil, batinnya seraya mengangkat kedua sudut bibirnya dan membentuk senyuman kecil.
"Jadi... apa Aura mau memaafkan kami?" tanya Jack lagi, dengan hati-hati.
"Tentu, semoga mulai sekarang kita bisa berteman baik," jawab Aurasia seraya tersenyum hangat.
"Wah, terima kasih, Aura. Kita pasti bisa berteman dengan baik," sahut Jack dan Lussy bersamaan. Mereka tersenyum lega dan bahagia.
"Jangan hanya padaku, pada Hazel juga, pada anak-anak yang lain juga," ujar Aurasia, memperingati kedua anak-anak itu.
"Baiklah, kami akan berusaha bersikap baik," sahut Jack, tersenyum dengan yakin.
Setelah menyelesaikan masalah kecil dalam pertemanan mereka, Aurasia memberikan buah-buahan dari keranjangnya kepada Jack dan Lussy. Keduanya tak ragu lagi untuk menikmati buah-buahan tersebut, menerima dengan senang hati. Bersama Aurasia dan Hazel, mereka mulai berbagi buah-buahan itu kepada yang lain.
...♡♡♡♡♡...
Sore hari di desa Nefeloma, Aurasia dan Bettie bersiap-siap untuk kembali ke kota Anatric, tepatnya ke Istana Spirit, setelah satu bulan tinggal di panti asuhan desa tersebut. Mereka berencana mengambil dana dari Istana Spirit untuk disumbangkan kepada orang-orang yang membutuhkan, terutama anak-anak di panti asuhan Nefeloma. Kaisar memberikan dana yang cukup besar untuk Istana Spirit, dan jumlahnya cukup untuk mencakup berbagai kebutuhan. Dana itu bahkan tidak akan habis, meskipun Aurasia berfoya-foya sekalipun. Tidak hanya itu, Bettie juga harus memberitahu kepala pelayan tentang keadaan dan aktivitas Aurasia, meskipun ia harus berbohong mengenai hal yang satu ini.
"Sampai jumpa lagi, teman-teman," ujar Aurasia dengan senyum manis, seraya melambai-lambaikan tangannya.
"Kami pasti akan merindukanmu, Aura," sahut Jack dengan Hazel dan Lussy yang berada di sampingnya. Mereka tersenyum hangat seraya melambai-lambaikan tangan pada Aurasia.
Aurasia dan Bettie melangkah menuju pasar desa Nefeloma. Mereka berniat menaiki kereta kuda menuju Kota Lipothy, dan dari sana, melanjutkan perjalanan dengan kereta kuda lagi hingga ke Anatric. Setibanya di pasar desa, Bettie mencari kereta kuda yang belum memiliki penumpang, bermaksud menyewa hanya untuk mereka berdua agar Aurasia dapat merasa aman dan nyaman. Bettie memegang tangan kecil Aurasia, membimbingnya ke arah kereta kuda yang sepi, hanya dengan kusir sebagai satu-satunya kehadiran di sekitar.
"Permisi, Tuan. Saya ingin menyewa kereta kuda Anda," ujar Bettie dengan sopan pada kusir kereta kuda.
"Bettie?" sahut kusir kereta kuda itu segera setelah mendengar suara dan melihat wajah Bettie. Bettie yang sebelumnya tidak terlalu memperhatikan wajah kusir itu, langsung mengenalinya ketika mendengar suara yang begitu familiar.
"Tuan Alfonso?" Bettie tidak percaya. Setelah tujuh tahun lamanya, akhirnya ia bertemu kembali dengan orang itu. Pria dengan rambut coklat kemerahan, mata bewarna hazel, dan tubuh yang lumayan kekar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments