Bab. 19.

Purnomo lalu menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Ratih.

“Mas, kita bawa nasi dan ayam ini di tempat Pak Tukang sampah. Kita katakan apa adanya kalau Mas Purnomo tidak setuju dengan ritual ini, dari pada dibuang di halaman mubazir Mas..” ucap Ratih dengan nafas yang tersengal sengal karena berjalan cepat menyusul suaminya.

“Kamu tahu rumahnya?” tanya Purnomo nada suaranya sudah tidak lagi meninggi.

“Tahu Mas, aku pernah ikut ke sana mengantar sembako.”

“Ya sudah, ayo. Kamu ambilkan kunci mobil.” Ucap Purnomo.

“Iya, aku juga ajak Lizzie dan aku ganti baju bentar. Mas Purnomo tunggu dulu di teras.” Ucap Ratih lalu segera masuk menuju ke dalam rumah. Dan Purnomo pun duduk di kursi teras, tampah (nyiru) besar yang berisi nasi gurih dan ayam ingkung dia taruh di atas meja di depannya.

Beberapa saat kemudian muncul Ratih yang sudah tidak lagi memakai daster dan dan tidak menutupi rambut kepalanya dengan handuk. Di sampingnya Lizzie pun sudah tampil cantik dia sudah mandi sendiri dan tidak lupa membawa boneka Michelle nya.

“Ayo Mas, cepat kan. Lizzie sudah bisa mandi sendiri dan memakai baju sendiri.” Ucap Ratih sambil menggandeng satu tangan mungil Lizzie.

Purnomo bangkit berdiri sambil membawa tampah (nyiru) besar itu dengan kedua tangannya, sebab lumayan berat.

Ratih membukakan pintu mobil. Purnomo menaruh tampah itu di jok belakang kemudi.

“Lizzie duduk di mana?” tanya Ratih yang masih berdiri di dekat pintu mobil.

“Di belakang ya Bun..” ucap Lizzie lalu masuk ke dalam mobil dan duduk di samping tampah besar itu.

Dengan hati hati Ratih menutup pintu mobil di samping Lizzie, lalu dia pun masuk ke dalam mobil duduk di samping suaminya. Mobil segera melaju menuju ke rumah Pak Tukang sampah.

Sementara itu, Mbok Mirah berlari menuju ke rumah induk. Ekspresi wajahnya terlihat sangat panik. Dengan cepat cepat dia mengetuk ngetuk pintu rumah induk dengan sangat keras.

TOK

TOK

TOK

Tidak lama kemudian pintu terbuka...

“Bu... gawat.. gawat...” ucap Mbok Mirah dengan nada dan ekspresi wajah sangat panik

“Ada apa?” tanya Ibu Ayu Lestari sambil mengernyitkan kening.

“Bu.. dibuang Bu.. dibuang...” jawab Mbok Mirah

“Apa nya yang dibuang? Omong yang jelas.” Suara Ibu Ayu Lestari dengan nada ketus.

“Itu Bu, ingkung dan nasi gurih, ketan kolak apem dan lain lainnya.. satu tampah direbut Den Mas Purnomo Bu.. dibuang entah ke mana di bawa pakai mobil.”

“Ee lha dalah.. Kamu itu gimana.. ini sudah mau surup (senja).. sudah tidak ada waktu lagi buat masak.”

“Besok saja gimana Bu? Saya masak di sini, biar Mbok Lastri bantu cuci cuci saja.” Ucap Mbok Mirah memberi usul.

Tampak Ibu Ayu Lestari berpikir pikir...

“Hmmmm kalau besok berarti nanti malam pasti akan ada lagi yang rewel... tapi kalau tidak diberi sesaji lengkap setiap malam akan rewel mereka...” gumam Ibu Ayu Lestari dalam hati.

“Ya sudah, besok kamu masak di sini saja. Mbok Lastri sudah tua sudah tidak bisa kalau masak masak macem macem.” Ucap Ibu Ayu Lestari selanjutnya.

“Ya sudah Bu, saya pulang nanti Den Mas Purnomo datang saya tambah dimarahi, meja makan belum siap...” ucap Mbok Mirah lalu membalikkan tubuhnya dan kembali berjalan dengan cepat menuju ke rumah Purnomo untuk menyiapkan makan malam buat keluarga kecil Purnomo.

Waktu pun berlalu dan malam hari pun tiba. Purnomo dan Ratih sudah berada di dalam kamar. Lizzie pun kini sudah berada di kamarnya sendiri.

“Hati lebih adem kan Mas, dengan memberikan makanan tadi pada orang yang membutuhkan. Kalau dibuang di halaman kalau besok pagi Mas Pur masih melihat akan emosi lagi...” ucap Ratih yang berbaring di atas tempat tidur di samping Purnomo.

“Iya Dik, melihat keluarga Pak Tukang Sampah yang begitu senang menerima tadi, syaraf syarafku yang semula tegang jadi rileks...” ucap Purnomo.

“Iya Mas, memberi contoh pada Lizzie juga agar tidak membuang buang makanan dan peduli pada orang yang kekurangan... ingat Mas kita sudah punya anak, apa yang kita buat akan dicontoh oleh anak kita...” ucap Ratih yang kini memiringkan tubuhnya menatap wajah tampan suaminya.

“Mas, semoga tidak ada orang yang mencari Lizzie ya... aku sudah sayang pada anak itu apa aku egois Mas?” ucap Ratih lagi..

“Aku juga berharap begitu Lizzie menjadi anak kita selamanya.. aku juga berpikir pikir siapa orang tua Lizzie.. apa kamu pernah tanya tanya padanya?” ucap Purnomo yang juga memiringkan tubuhnya menatap wajah cantik Ratih.

“Aku tanya siapa nama Mama dan Papanya dia Cuma jawab tidak tahu dan ekspresi wajahnya jadi sedih aku jadi tidak tega bertanya lagi...” ucap Ratih..

“Ya sudah, sekarang kita tidur.. besok aku akan ke kantor Polisi lagi. Purnomo dan Ratih pun lalu memejamkan matanya.

Malam semakin larut, tidak ada hujan akan tetapi berisik suara angin malam terdengar oleh telinga Ibu Ayu Lestari.

“Hmmm kenapa angin begitu kencang ya..” gumam Ibu Ayu Lestari yang terganggu oleh angin yang membuat dahan dahan bergerak gerak dan menimbulkan suara.

Dan tiba tiba terdengar...

KRREEEEEEEKKKK

Suara pintu kamar Ibu Ayu Lestari yang terbuka pelan pelan. Bulu kuduk Ibu Ayu Lestari berdiri, mengingat kalau tadi dia sudah mengunci pintu kamarnya.

Di saat Ibu Ayu Lestari pelan pelan akan menoleh ke arah pintu, tiba tiba...

PET

Kamar yang ditempati oleh Ibu Ayu Lestari gelap gulita, tidak ada sedikit pun cahaya yang masuk ke dalam kamar itu, baik melalui celah ventilasi ataupun pintu kamar yang baru saja terdengar terbuka daun pintunya.

“Mati listrik apa ulah mereka mengganggu aku..” gumam Ibu Ayu Lestari. Lalu dia duduk bersila di atas tempat tidur itu, memejamkan matanya dan mulut komat kamit merapalkan mantra mantra yang sudah diajarkan oleh Pak Darus.

Suara angin masih saja terdengar di telinga Ibu Ayu Lestari, bahkan kini terdengar benda benda yang ada di dalam kamarnya bergerak gerak menimbulkan suara. Tubuh Ibu Ayu Lestari pun terasa dingin akibat terpaan angin.

Ibu Ayu Lestari terus komat kamit merapalkan mantra mantra akan dia tidak mendapatkan gangguan. Akan tetapi tiba tiba..

“Hi.. hi.... hi.... hi...”

“Kik.... kik.... kik....kik...”

“Hi....hi....hi....hi....”

“Kik.. kik... kik...”

Telinga Ibu Ayu Lestari mendengar suara anak anak tertawa riang gembira. Akan tetapi suara itu membuat telinga Ibu Ayu Lestari terasa sakit dan teramat sakit.

Ibu Ayu Lestari menahan rasa sakit itu dan terus komat kamit dengan dengan serius dan khusuk namun sesaat kemudian..

“Adddduuuuhhhhhh...” teriak Ibu Ayu Lestari sambil kedua tangannya memegang kedua telinganya yang semakin terasa sakit oleh suara tawa anak anak kecil.

“Hi... hi.... hi....”

“Kik... kik...kik...”

“Hi... hi....hi...”

“Kik.. kik...kik...”

Terpopuler

Comments

Nit_Nit

Nit_Nit

apa ibu ayu pelaku utama nya????🤔

2024-01-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!