Bab 4 (Cerita Pak Wandi)

Guntur mengajak kami untuk segera naik ke mobil. Reni yang berada di belakang ku segera menarik tanganku agar cepat masuk.

"Aneh banget tu nenek nenek. Sok tau!" Umpat Guntur.

"Gun, gak boleh kek gitu, gak baik" Ucapku menegurnya.

"Bener tuh, Gun. Nenek itu baik nasehati kita. Em, apa kita balik aja ya?" Naila terlihat mulai ragu untuk melanjutkan perjalanan.

"Argh, kalian ini kenapa sih? Baru gini aja kalian udah pada nyerah! Kalau gak niat, ngapain kalian ikut?" Guntur mulai emosi, aku mencoba menenangkannya. Jangan sampai kami bersitegang di tengah perjalanan.

Duar!

Mobil oleng membuat kami menjerit. Azmi mencoba mengendalikan mobilnya hingga berhenti menabrak pembatas jalan. Untung benturannya tidak keras hingga kami baik baik saja.

"Sial! Apalagi sih, Mi?!" Umpat Guntur, ia segera keluar untuk mengecek keadaan mobil.

"Santai dong! Lo gak tau apa ban mobil nya tadi meledak!" Aku menahan Azmi yang mulai tersulut emosi karena merasa di salahkan oleh Guntur.

"Santai bro, tenang. Kalian gak seharusnya bertengkar. Sekarang yang kita pikirin gimana caranya agar kita bisa lanjutin perjalanan, oke"

Reni menelpon mobil derek karena mobil Azmi sudah tak bisa di pakai lagi. Kami semua menunggu kedatangan mobil derek itu dan mobil yang menuju ke kampung Y untuk menumpang, kampung tempat dimana gunung itu berada.

Azmi hanya pasrah melihat mobilnya di derek. Sekarang kami tidak memiliki kendaraan lagi, membuat niat kami untuk melanjutkan perjalanan menjadi goyah.

Wuekk!

Reni tiba tiba mual dan memuntahkan isi perutnya. Naila panik dan langsung memijat mijat tengkuk leher Reni.

"Elu kenapa, Ren?"

Reni terus muntah membuat tubuhnya menjadi lemas. Aku memberikannya air minum dan minyak angin.

"Gue gak tau kenapa. Perut gue mules, kepala gue juga sakit"

"Gun, kita harus pulang. Kita harus bawa Reni ke rumah sakit" Ucap Naila melihat ke arah Guntur.

"Gimana cara kita pulang coba? Mobil aja gak ada" Ucapannya benar juga.

"Ren, masih mual?"

"Udah mendingan, Vin. Gue gak apa apa. Kita lanjut aja, udah setengah perjalanan, sayang kalau kita harus pulang"

Sekitar sejam kami menunggu hingga akhirnya kami menemukan mobil yang searah dengan kami.

Kami langsung naik ke mobil pick up itu setelah di izinkan. Beberapa menit keheningan menyelimuti kami. Reni sibuk memijat kepalanya sambil bersandar pada Naila. Azmi sibuk menatap keindahan alam yang kami lewati dan Guntur sibuk dengan makanannya. Hanya aku yang tak nyaman karena bapak itu selalu menatap tajam padaku.

"Kalian mau ngapain di gunung itu?" Tanya bapak itu menatap curiga pada kami. Kebetulan ia juga duduk bersama kami di belakang. Nama bapak itu adalah pak Wandi.

"Mau naik gunung pak, refreshing" Jawab Guntur.

"Refreshing kok di gunung itu, dek. Gak tau apa kalau gunung itu angker"

"Hah? Angker pak? Gimana maksudnya?" Tanya Naila penasaran. Aku pun mulai merapat pada bapak itu.

"Masa kalian gak tau? Gunung itu pernah jadi tempat pembunuhan seorang perempuan hamil"

Dug!

Kami terdorong ke depan saat tiba tiba mobil berhenti. Cerita terjeda sesaat.

"Kenapa, Sep?" Tanya bapak itu pada sopir yang merupakan anaknya.

"Gak tau ini, Pak. Kayaknya mogok"

"Ada ada aja, Sep. Kamu cek gih"

Kami semua masih terkejut dengan cerita bapak itu, di tambah mobil yang tiba tiba mogok. Naila meminta pada bapak itu untuk melanjutkan ceritanya.

"Ah, bapak pasti bercanda kan? Jangan nakutin pak" Ucap Azmi menggosok gosok lengannya karena merinding.

"Masa yang beginian bapak jadiin bercandaan, ini seriusan dek. Itu cewek hamil di luar nikah, emang bukan warga sini sih, tapi kedatangan dia bikin kampung jadi sial. Terus, entah ide dari siapa, warga malah berencana bakar dia hidup hidup. Itu cewek kabur ke hutan, tapi akhirnya ya mati juga di tangan warga"

Aku jadi merinding mendengarnya. "Apa hutan di bawah kaki gunung, pak?"

"Bener, dek. Oh ya, sini sini" Bapak itu melambaikan tangannya menyuruh kami untuk merapat padanya.

"Katanya, dia bersumpah akan membalas dendam pada orang yang membuatnya mati mengenaskan. Buktinya, beberapa Minggu kemudian, warga yang ikut membakar tubuhnya saat itu pada mati mengenaskan" Bisik bapak itu sambil matanya sesekali melihat ke sekitar, seperti takut 'sesuatu' ikut mendengar.

"Maksudnya gimana, pak?" Tanya Reni yang malah jadi ikut memperhatikan sekitar.

Aku menyenggol lengannya, bertanya dengan nada berbisik. "Lo ngerasain mereka, Ren?"

"Iya, Vin. Semenjak bapak itu cerita tadi"

"Gini dek, mereka semua kalo gak mati dalam keadaan badan melepuh tiba tiba, kesiram air panas, pasti rumahnya kebakaran. Pokoknya yang bersangkut paut dengan api atau sesuatu yang panas. Cuman sesepuh kampung ini aja yang masih hidup, mungkin karena dia orang pintar, jadi masih selamat"

"Gun, kok lo gak cerita sih kalau gunung yang bakalan kita datangin itu angker?" Sungut Azmi, ia mulai ragu melanjutkan perjalanan ini.

"Ya mana gue tau"

Azmi bertambah kesal melihat Guntur malah asik makan cemilan. Padahal kami semua sedang tegang mendengar cerita bapak itu dan mulai ragu untuk lanjut. Di tambah, mobil pick up milik bapak itu masih belum mau menyala.

"Bapak asli orang sana?" Tanya ku.

"Iya dek. Cuman saat itu bapak lagi di luar kota. Bapak cuma denger dari warga lainnya. Katanya sih saat mereka kembali ke hutan untuk mengecek kondisi mayat cewek itu, ternyata gak ada"

"Maksudnya pak?"

"Mayatnya hilang"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!