BAB 20

...“Siapa yang berani melawan takdir ? Jangan pernah ada yang berani, karena Kita bukanlah sang pencipta yang bisa menentukan takdir seseorang.”...

Dilara duduk di lantai ia memegangi kedua lututnya dengan wajah yang menunduk. Semalaman Aaron memukulinya dengan sebuah ikat pinggang, seluruh tubuhnya merasa perih dan juga panas akibat perbuatan Aaron padanya.

Jangan tanyakan kemana perginya Aaron, pria itu bahkan meninggalkan Dilara setelah puas memukulinya. Aaron pergi ke ruang kerjanya dan tidur disana karena juga terdapat kamar pribadinya.

“Paman, tolong Aku !” Dilara terisak dalam tangisnya, dalam keheningan malam ia hanya bisa menatap bulan dan bintang yang cerah dan bertaburan dari jendela kamar yang begitu besar dari kamar Aaron, satu harapannya ia hanya ingin hidup dengan tenang dan pergi jauh dari orang-orang yang telah menyakitinya.

Pagi harinya,

Celine kembali ke mansions pagi-pagi sekali, karena takut ketahuan oleh suaminya jika selama ini ia sering tidur di luar apalagi bersama pria lain. Biar bagaimana pun Celine tidak mau kehilangan status menjadi istri Aaron, sebab Aaron begitu banyak uang dan kekuasaan, wanita mana yang tidak mau menjadi istrinya, hidup dengan bergelimang harta dan kemewahan.

Celine bertanya pada para pelayan, apakah suaminya tidur sekamar dengan Dilara.

“Apa suami Ku belum keluar dari kamarnya ? Apa mereka tidur berdua ?” tanya Celine tidak sabaran.

“Tu..tuan keluar dari kamarnya pukul satu pagi, Nyonya, beliau kemudian tidur di ruang kerjanya.” jawab pelayan dengan terbata-bata.

Celine kemudian membuka pintu kamar suaminya dan berjalan masuk secara pelan. Ia melihat ke arah ranjang suaminya, tak ia dapati adanya Dilara disana. Celine kemudian melihat di bagian samping ranjang, ternyata Dilara tidur dilantai dengan posisi meringkuk dengan kondisi pakaian yang mengenaskan, bajunya begitu robek disana-sini. Bahkan Celine melihat sekujur tubuh Dilara yang penuh lebam, apalagi Celine melihat ikat pinggang suaminya yang tergeletak di sudut dinding.

“Apa dia habis dipukuli !” gumam Celine ia kemudian membangunkan Dilara dengan menggunakan ujung sepatu heelsnya.

“Hei bangun Kau !” kata Celine ia menjadi penasaran untuk apa Aaron menikah lagi kalau istrinya hanya dipukuli. Celine bahkan bergidik ngeri ternyata suaminya tak pandang bulu dengan perempuan.

“Kenapa Aku jadi takut, ya !” kata Celine menelan kasar air ludahnya.

Dilara membuka kedua matanya, ia kemudian bangun dari tidurnya, tubuhnya terasa remuk redam rasanya untuk menggerakkan tubuhnya saja ia tak mampu.

"Ku kira Kau sudah mati !" kata Celine dengan santainya.

"Sayangnya Tuhan selalu ingin Aku tetap hidup !" jawab Dilara dengan pelan.

"Kau beruntung sekali bisa tidur dikamar Aaron, Aku yang sudah menikah selama tiga tahun saja dilarangnya untuk tidur dengannya apalagi masuk ke dalam kamar ini !" kata Celine ia mengambil parfum Aaron dari meja rias dan menghirup aroma parfum tersebut, dalam benaknya kapan ia bisa merasakan hangatnya tubuh Aaron.

"Kenapa Kau kemari ? Apa Kau tidak takut jika Aku membunuh Mu ?" kata Dilara menatap Celine yang menoleh ke arahnya.

Celine menelan kasar air ludahnya, ia pikir Dilara sosok wanita yang lemah tak berani berkata-kata kasar. Namun sedetik kemudian Celine langsung tertawa terbahak-bahak.

"Hahaha."

"Membunuh Ku ? Kau saja tidak bisa melawan Aaron , Kau malah sok-sok'an ingin membunuh Ku !" kata Celine dengan mengejek tampilan Dilara saat ini.

"Jadi Kau tidak takut pada Ku ? Apa Kau tidak tahu siapa pembunuh Ayah mertua Mu ?" kata Dilara dengan pelan, dan membuat Celine berubah ekspresi dan tegang.