BAB 10

Matahari telah menampakkan cahayanya, Dilara terbangun dari tidurnya, ia berjalan ke kamar mandi dan membersihkan dirinya lalu berganti pakaian yang ada di lemari. Ia memilih dress bewarna biru muda selutut dan memoles wajahnya dengan bedak tipis serta lipstik di bibirnya agar terlihat segar.

Setelah ia selesai, ia keluar dari kamarnya ternyata Ferdian sudah menunggunya sejak tadi.

"Selamat pagi Nyonya Dilara !" Ferdian membungkukkan tubuhnya memberikan penghormatan untuk Dilara, dan Dilara merasa canggung akan hal itu.

"Tidak perlu seperti ini, Tuan..." kata Dilara suaranya terputus kala Ferdian menyela terlebih dahulu.

"Ferdian, jangan panggil Saya Tuan. Atau Tuan Aaron akan marah !" kata Ferdian apa adanya.

"Ah..i..iya, Ferdian !" jawab Dilara

"Mari ikut Saya, Nyonya ! Ada hal yang harus Saya sampaikan !" kata Ferdian mengajak Dilara untuk duduk di sofa.

Dilara pun duduk dan Ferdian menunjukkan buku nikah pada Dilara.

"Itu adalah buku dan akta nikah Nyonya dan Tuan Aaron ! Kalian sudah tercatat sebagai suami istri !" kata Ferdian dan membuat Dilara menghembuskan nafasnya jengah dan membuang wajah ke arah lain.

"Sesuai perjanjian yang Anda sepakati, ikuti dan turuti perintah Tuan Aaron, jika Anda melanggarnya maka Anda akan kembali ke sel tahanan !" kata Ferdian memperingati Dilara.

Hati Dilara seolah terhenyak ia menikah dengan pria yang sama sekali tak ia kenal, bahkan tak ada cinta di dalam pernikahannya. Semua Dilara terima dan lakukan karena ia tak ingin terus menerus hidup di dalam penjara yang begitu menjijikan dan menyeramkan.

Dilara hanya mampu diam, ia tak tahu harus bagaimana berkata pada Ferdian. Karena percuma saja, Dilara bisa menebak jika Ferdian adalah orang yang sangat setia pada Aaron. Tidak mungkin Dilara meminta pada Ferdian untuk membantunya kabur dari Negera ini.

"Apa boleh Aku meminta tolong pada Mu?" tanya Dilara pelan.

"Silahkan Nyonya." jawab Ferdian

"Aku ingin menghubungi Paman Ku !" kata Dilara takut-takut.

"Paman ? Anda punya sanak saudara ?" tanya Ferdian hati-hati.

Dilara menganggukkan kepalanya, ia ingin sekali bertemu dengan Pamannya dan meminta tolong padanya untuk melindunginya. Bila perlu membawanya pergi dari negara ini.

"Saya akan tanyakan terlebih dahulu dengan Tuan Aaron !" tanya Ferdian

"Kenapa harus bertanya padanya ?" kata Dilara cepat.

"Karena Anda adalah tanggung jawab Tuan Aaron, Saya tidak ingin membuat kesalahan, Nyonya." kata Ferdian kemudian ia berdiri dari duduknya dan pamit pada Dilara, karena ia masih banyak pekerjaan yang harus diurus.

Setelah kepergian Ferdian, Dilara semakin bingung. Apa yang harus ia lakukan ? Satu-satunya orang yang bisa menolongnya adalah Pamannya sendiri, sedangkan ia tak tahu alamat tempat tinggal Pamannya bahkan ponselnya pun hilang entah kemana, sangat sulit untuk menghubungi Pamannya tersebut.

Dilara kemudian berdiri dari duduknya ia mencari-cari telepon yang ada di mansion Aaron, namun tak dapat ia temukan satu pun telepon rumah. Bahkan para pelayan pun tak berani mendekati Dilara. Lebih parah lagi ternyata Dilara diawasi oleh beberapa pengawal memastikan dirinya tidak bisa lari dari Mansion.

"Aku seperti hidup dipenjara yang berbeda !" Dilara mengeluh.

Tiba-tiba Dilara mendengar suara keributan dari lantai bawah, Dilara melihat seorang wanita dewasa yang begitu cantik tengah memarahi para pelayan.

"Di..dia !"

suara Dilara tercekat seolah tak mampu lagi mengeluarkan suara. Dilara tahu siapa wanita itu, seketika tubuhnya bergidik ngeri dan bulu kuduknya berdiri. Dengan cepat Dilara kembali ke kamarnya, dan mengunci pintu.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***