Sebuah bayangan putih dalam otak Anzel, laki-laki berambut panjang lurus, berjenggot serta mata sipit yang tertutup kacamata bundar sedikit tebal itu menampilkan senyuman ramah pada Anzel. Bajunya juga putih, tapi bukan jubah. Baju seperti seorang dokter.
Tatapan Anzel tidak percaya dengan orang yang menurutnya aneh. Siapa dia? Siapa laki-laki yang samar wajahnya ada di depannya. Laki-laki itu hanya mengulas senyum bahkan senyumnya tak terlihat, Anzel juga tidak bisa berucap sepatah kata pun. Suaranya juga seperti mengambang dan tidak bisa di dengar ketika dia bertanya pada kakek itu.
"Bangunlah anak muda."
"Siapa kamu?"
"Saya seorang profesor, kamu akan jadi seorang profesor yang sangat terkenal dan hebat dengan segala kemampuanmu dalam meracik apa pun, termasuk meracik bom."
"Apa?!"
Kata-kata itu mengiang di telinganya beberapa kali, hingga tiba-tiba Anzel terperanjat dan berteriak, dia duduk dengan keringat bercucuran. Matanya masih terpejam belum sadar di mana dia berada, napasnya juga sedikit memburu karena mimpinya tentang kakek tua berbaju dokter menyuruhnya bangun. Di raupnya wajahnya kasar, dia ingat akan pagi itu pergi ke kampus untuk mendaftarkan diri di kampus. Setelah pendaftaran itu, Anzel bertemu Roger di depan kampus lalu pulang dengan berjalan kaki.
Dia ingat juga ketika sampai di jembatan kecil, ada sebuah mobil melewati dan menyerempetnya hingga dia terjatuh ke dalam selokan. Tangan Anzel meraba seluruh tubuhnya, dia takut ada yang terluka. Tapi nyatanya tidak ada lecet sedikit pun pada tubuhnya, baru setelah itu kepalanya mendongak. Matanya memindai sekeliling di mana dia berada.
Rasa terkejutnya semakin besar ketika sekelilingnya itu sebuah bangunan besar dan ornamen kuno dengan berbagai perabot. Tepatnya alat-alat laboratorium, matanya memicing. Di mana dia berada?
"Kamu sudah bangun, anak muda?" tanya seorang laki-laki berjalan melewatinya dengan membawa sebuah gelas berisi cairan merah dan di goyang-goyangkan.
"Anda siapa?" tanya Anzel terkejut dengan laki-laki tua dengan gelungan rambutnya.
Dia tidak sempat melihat wajah laki-laki tua itu karena langkahnya cepat menuju sebuah kitchen set, tepatnya sebuah meja panjang berisi peralatan persis sama seperti laboratorium. Anzel bangkit dari duduknya, berjalan mengikuti langkah kaki laki-laki berambut di gelung dengan pengait pensil.
"Tuan, anda siapa?" tanya Anzel lagi di belakang laki-laki yang kini sedang menuangkan cairan dalam gelas yang tadi dia bawa.
"Saya? Saya seorang profesor," jawab laki-laki tua masih belum menoleh pada Anzel.
"Profesor? Apa anda seorang ilmuwan?" tanya Anzel lagi.
"Bisa di katakan begitu," jawabnya.
Tubuh laki-laki tua itu beralih ke tempat lain, di mana banyak sekali peralatan laboratorium. Berbagai alat semuanya ada di sana, Anzel memperhatikan ruangan luas itu. Dia terus memperhatikan seluruh ruangan, hingga sadar kalau dirinya berada di sebuah laboratorium besar dan terlihat kuno. Tapi perakatan canggih semuanya ada di sana.
Matanya beralih ke sebuah dinding, tampak ada pigura berukuran delapan puluh kali lima puluh senti. Pigura itu menampilkan wajah seorang laki-laki dengan pose bersedekap kedua tangannya, menatap ke depan dengan senyuman segaris. Tampak berkarisma wajah itu, dengan baju yang melekat di badannya. Menandakan foto dalam pigura itu adalah seorang dokter.
Anzel memperhatikan wajah foto tersebut, semakin dia menatap foto tersebut. Matanya semakin melebar, tidak percaya apa yang dia lihat.
"Itu kan foto profesor Ghaaziy Horace? Ilmuwan terkenal dan profesor segala ilmuwan?" ucap Anzel tidak percaya, suaranya itu membuat laki-laki yang sedang meneropong sesuatu di alat mikroskopnya menoleh ke arah Anzel.
"Ya, itu fotoku," ucap laki-laki berpakaian jubah dokter itu.
"Apa? Foto anda?!" tanya Anzel tidak percaya.
Laki-laki itu diam saja, kini Anzel beranjak dari tempatnya. Mendekat padanya dan melihat dari samping, memperhatikan wajah laki-laki yang masih sibuk dengan pengamatannya pada mikroskop.
"Profesor Ghaaziy?"
"Hemm, kenapa?"
"Apa ini benar anda?" tanya Anzel masih dalam kekagetannya.
Laki-laki itu menoleh ke arah Anzel, kemudian menghadapnya dan menatapnya lekat. Semakin di lihat, Anzel semakin kaget dengan wajah di depannya. Ternyata benar kalau laki-laki di depannya itu adalah profesor Ghaaziy Horace yang ada di foto itu. Dia tahu siapa profesor Gaaziy Horace itu, profesor yang terkenal di negaranya. Profesor yang telah banyak mencetak ilmuwan-ilmuwan handal pada zamannya.
Serta banyak juga ciptaannya yang bermanfaat bagi industri dan juga lingkungan hidup. Tapi dia menghilang ketika ada pameran hasil karyanya dalam teknologi, entah dia menghilang sendiri atau karena orang lain. Karena pada waktu itu ada persaingan ketat antara ilmuwan lainnya, yang dia tahu waktu itu pesaing profesor Ghaaziy Horace adalah Cullen Darris.
Laki-laki itu berambisi dalam ciptaannya dan kabar yang tidak banyak di ketahui oleh orang-orang, profesor Cullen itu adalah mafia juga. Dan entah sekarang mereka juga sama saja menghilang setelah beberapa tahun profesor Ghaaziy menghilang.
Kini Anzel berada tepat di depan profesor handal itu, dia tidak menyangka akan dirinya bertemu dengan orang yang sangat dia kagumi.
"Anzel, namamu kan?" tanya profesor Ghaaziy.
"Oh, iya prof. Anda tahu namaku?" tanya Anzel kaget.
"Ada dalam dompetmu, namamu di kartu nama dalam dompetmu," jawab profesor Ghaaziy.
"Oh ya, benar. Tapi, kenapa anda ada di sini?" tanya Anzel, matanya kembali memindai ruangan besar dengan penataan peralatan laboratorium.
Laboratorium yang luas dan lengkap peralatannya, juga beberapa alat di masa kuno juga ada. Dia menatap lagi laki-laki yang sedang meracik sebuah formula, entah itu formula apa.
"Profesor Ghaaziy? Anda kenapa menghilang dari dunia keilmuwan? Maksud saya, anda tidak ada lagi beritanya di media informasi." tanya Anzel.
Profesor Ghaaziy berhenti mengaduk gelas berisi formula, dia menatap Anzel dengan tatapan datar saja.
"Kamu penasaran dengan diriku? Atau kamu ingin menjadi seperti diriku yang lebih hebat dariku?" tanya profesor Ghaaziy.
"Apa? Maksud anda?"
"Jika kamu ingin sepertiku, kamu jangan banyak cari tahu tentangku. Fokus akan dirimu yang akan menjadi peracik handal, aku akan memberikan ilmuku padamu. Kalau kamu menurut, semuanya akan jadi mudah bagimu menjadi seorang profesor muda yang bisa menciptakan segala formula, bahkan membuat racikan bom yang ledakannya bisa meluluh lantakan sebuah negara," kata profesor Ghaaziy.
"Benarkah?"
"Apa kamu siap?"
"Apa itu artinya profesor akan jadi guruku?"
"Kamu siap?" tanya profesor Ghaaziy lagi.
"Siap profesor!"
"Bagus, kamu juga siap dengan otak dan kemampuanmu yang kamu miliki. Jangan pikirkan tentang keluargamu, karena mereka semua tidak akan peduli di mana kamu berada," kata profesor Ghaaziy lagi.
"Aku siap untuk mendapatkan ilmu darimu, profesor!"
"Baiklah, sekarang kamu persiapkan dirimu untuk belajar dariku."
_
_
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
🧭 Wong Deso
keren muncul terus, dapat promosi yah?
2024-01-30
1
jeck
masih dipantau
2024-01-26
0