Kamar yang berukurkan empat kali lima, berjendelakan dua kusen bentuk kupu-kupu. Bentuk jendela seperti jaman dulu, kamar bercat putih itu hanya ada perabot lemari, ranjang, meja belajar dan rak buku saja. Di pojok memang ada kamar mandi dalam, ranjang yang hanya seukuran satu setengah kali dua meter.
Kamar yang selalu di tempati Anzel dari kecil hingga besar, kamar itu tidak pernah berubah. Bahkan kedua kamar adik serta kakaknya sering berubah sesuai dengan keinginan mereka. Entahlah, Anzel selalu berbeda dari kedua saudaranya. Perlakuan yang berbeda, pemberian barang juga berbeda bahkan memberi uang pun berbeda.
Anzel selalu berpikir, apakah benar dia anak dari kedua orang tuanya? Kenapa dia selalu berbeda di banding kakak dan adiknya, dari nilai pendidikan yang awal sekolah dasar dia tidak mendapatkan rangking. Dari sana dia di bedakan antara kedua saudaranya.
Malam ini, setelah makan malam yang membuat moodnya rusak. Ketika perdebatan atas keinginannya yang tidak di kabulkan oleh papanya, bahkan papanya itu justru menamparnya ketika dia ngotot ingin masuk ke fakultas kedokteran.
Anzel mengambil buku-buku tentang kedokteran, berbagai macam buku kimia dan juga cara-cara melakukan pembedahan pada kulit serta organ vital manusia dia tahu teorinya. Maka dari itu, dia ingin masuk ke fakultas kedokteran ingin praktek dan juga ingin memperluas wawasannya selain menjadi dokter.
"Papa selalu meragukan kemampuanku, aku juga anak pintar. Anak yang bisa di banggakan, tapi aku terlalu pengecut untuk meyakinkan diriku ini sebenarnya pintar dan jenius," ucap Anzel.
Di bukanya buku, di bolak balik tanpa membacanya. Dia sudah hafal betul setiap halaman buku membahas apa. Akhirnya dia membanting buku tebal tersebut di atas kasurnya.
Di raupnya wajahnya kasar, matanya mengarah pada jendela kupu-kupu. Langkahnya mendekat, membuka selopnya dan mendorong daun jendela lebar-lebar. Tatapannya mengarah pada gelapnya malam, mendongak ke atas langit gelap yang di terangi hanya dengan taburan bintang.
"Ini tidak adil! Aku akan mendaftarkan diri ke fakultas kedokteran meski tanpa persetujuan papa!" teriak Anzel di depan jendela kamarnya.
Hanya di dengar oleh suara kecil binatang malam, meski baru pukul delapan malam. Tapi suasana di luar sangat sepi, Anzel menutup kembali jendela kamarnya. Dia bergegas mengambil tas ranselnya, beberapa buku dan juga map berisi formulir, serta ijasah terakhirnya untuk mendaftarkan diri ke fakultas ke dokteran.
Ya, Anzel berniat mendaftarkan diri ke fakultas kedokteran besok. Dia memalsukan tanda tangan papanya, karena dia hafal betul bagaimana tanda tangan papanya itu.
"Aku akan menunggu di depan kampus, besok pagi aku akan langsung mendaftar sendiri," ucap Anzel.
Kini keperluan sudah dia masukkan ke dalam tas ranselnya. Melangkah keluar setelah semuanya beres, tidak butuh kendaraan. Anzel pergi ke kampus yang hanya berjarak satu kilo setengah meter dari rumahnya. Dia tidak mengendarai motor kesayangannya, hanya berjalan kaki. Sengaja dia berjalan kali karena ingin menikmati gelapnya malam dan akan menunggu hingga pagi hari tiba.
Dia berpikir, kedua orang tuanya tidak akan mencarinya jika pergi dari rumah malam-malam. Setelah menutup pintu dengan pelan, Anzel berjalan cepat keluar dari gerbang. Menoleh ke kanan dan ke kiri, berharap satpam di depan rumahnya itu tidak melihatnya keluar malam-malam. Tapi sialnya, ketika sedang membuka pintu gerbang satpam itu tiba-tiba muncul dan bertanya pada Anzel.
"Tuan Anzel, anda mau kemana malam-malam?" tanya satpam penuh selidik pada anak majikannya itu.
Melihat tas ransel menempel di punggungnya, alisnya terangkat satu. Menatap curiga pada anak kedua dari majikannya.
"Aku ada perlu pak satpam, ingin jalan-jalan keluar. Udara malam ini sangat sejuk," jawab Anzel.
"Tapi, sepertinya anda mau pergi jauh. Itu tas di gendongan anda, itu berisi apa?" tanya satpam.
"Ini buku-buku, apa kamu mau lihat? Aku berniat membaca buku di halte bis di depan kampus itu, suasananya sepi. Sangat nyaman untuk membaca buku di sana," kata Anzel beralasan.
"Tapi aneh membaca buku di halte bis, tempat itu ramai. Bukankah lebih nyaman baca buku di kamar?"
"Kalau malam hari, halte bis di sana sepi. Apa lagi malam begini, mendekati tengah malam. Sudahlah pak satpam, jangan urusi urusanku. Sebaiknya jaga gerbang saja," kata Anzel membuka gerbangnya.
"Tuan Anzel, kalau tuan Barraq menanyakan anda bagaimana?" tanya satpam.
"Papa tidak akan menanyakan anaknya yang selalu di abaikan ini," ucap Anzel lagi.
Dia berjalan cepat meninggalkan satpam yang masih menatap kepergiannya. Senyum Anzel mengembang, dia berhasil keluar dari rumahnya. Meski satpam tadi curiga padanya, tapi dia tidak peduli. Besok pagi harus segera ke kampus untuk mendaftarkan diri di fakultas kedokteran impiannya, dia juga punya tabungan karena setiap bulan meski papanya tidak peduli apa keinginannya. Tapi selalu memberikan uang bulanan pada Anzel.
_
Pagi sekali Anzel sudah berada di kampus, tepat kampus itu membuka pendaftaran mahasiswa baru fakultas kedokteran. Anzel langsung mendaftar, mengisi formulir dan juga persyaratan lainnya. Dia sangat senang bisa mendaftar secara langsung dan diam-diam tanpa sepengetahuan keluarganya. Biar nanti jika di terima akan masuk kuliah secara diam-diam juga, jika pun papanya tahu dia pasti di marahi.
"Biarlah, aku di marahi. Yang penting sudah mendaftar ke kampus impianku," ucap Anzel setelah selesai melakukan registrasi.
Dia melangkah pergi dari ruang sekretariat pendaftaran, hatinya sangat bahagia. Langkahnya kini menyusuri gedung megah di mana kampus tersebut adalah kampus favorit, Anzel bangga bisa mendaftar di kampus tersebut.
Setiap gedung dan ruangan kelas Anzel jelajahi untuk mengetahui sebagus apa kampus itu. Dua jam dia berkeliling kampus, hatinya benar-benar lapang.
"Aah, minggu depan pengumuman penerimaan masuk kedokteran. Aku tidak sabar ingin mengetahui apakah masuk atau tidak," gumam Anzel.
Dia berjalan keluar kampus, kembali berjalan kaki di trotoar jalan khusus pejalan kaki. Tas ransel di punggungnya di goyang-goyangkan, persis seperti anak kecil yang senang akan di kasih es krim. Seorang laki-laki berhenti menatap Anzel keluar dari gedung kampus kedokteran, mendekat pada Anzel.
"Apa kamu mendaftar ke fakultas kedokteran?"
"Kenapa? Tidak boleh?"
"Heh, tentu saja boleh. Tapi apa kamu akan di terima? Meskipun nilai akhirmu bagus, tapi tidak mungkin kampus akan menerima mahasiswa sepertimu yang bodoh sepertimu," kata laki-laki itu mencibir Anzel.
"Apa kamu takut jika aku masuk fakultas kedokteran dan kamu akan bersaing denganku, Roger?" tanya Anzel.
"Apa? Bersaing denganmu? Hahah! Jangan mimpi! Aku lebih suka bersaing dengan kakakmu di banding denganmu seorang pecundang," ucap Roger.
"Kita lihat saja nanti, aku juga pintar dan jenius dan aku juga akan mengalahkan semua orang yang meremehkanku," ucap Anzel lagi dengan tekad kuat.
"Oh ya? Berusahalah dengan semangat Anzel, agar tidak lagi jadi seorang pecundang seperti di sekolah dulu. Hahah!"
Anzel tidak peduli, dia terus melangkah meninggalkan gedung megah itu. Meski dia kesal selalu saja Roger meremehkannya setiap kali di sekolah, tapi kali ini dia akan membuktikannya kalau dia mampu bersaing dengan seorang jenius kelas dunia sekali pun.
Anzel berjalan di sepanjang trotoar, sisi jalanan itu sepi. Hanya beberapa kendaraan lalu lalang di jalanan itu, Anzel berjalan menuju pulang. Dia hendak menyeberang jembatan kecil, tapi tiba-tiba sebuah mobil hitam melaju kencang mengarah padanya. Tak dapat menghindar, meski Anzel tahu arah mobil itu kemana. Dia hanya bergeser sedikit, tetapi rupanya laju mobil tersebut sengaja mengarah padanya dan lajunya sangat kencang sehingga Anzel pun keserempet hingga hampir terpelanting.
Keseimbangan tubuhnya tidak kuat hingga dia menjatuhkan tubuhnya ke samping, di mana selokan air yang cukup dalam sekitar satu meter setengah tingginya. Anzel jatuh ke dalam selokan, kepalanya membentur pinggiran selokan. Hingga kesadarannya itu hilang, sebelum sempat menutup mata. Ada sebuah bayangan putih seperti menarik tangannya, baru laki-laki itu menutup matanya.
"Toloong ..."
_
_
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
jeck
awal yang bagus,
mudah"an tidak putus ditengah
2024-01-26
5