"Gue mau nikah di sini aja," ucap Rayyan sambil menatap ke arah perempuan yg masih terbaring lemah di depannya.
"Dia cantik ya, Ray," celetuk Alvin.
"Cantik banget malah." Radith tanpa sadar ikut menimpali.
Rayyan memukul pelan kepala kedua sahabatnya itu.
"Aduh!" seru Alvin dan Radith bersamaan.
Sementara Refan hanya terdiam sambil terus menatap sosok cantik di depannya tanpa berkomentar.
"Heh! Kenapa lo bertiga jadi ikutan ngeliatin dia sih? Lo lagi, Ref, sampai nggak berkedip tuh mata!" seru Rayyan kesal.
"Ya elah, Ray. Cuma ngeliatin doang," ujar Alvin santai.
"Dia calon istri gue, kalo lo lupa!" ucap Rayyan penuh penekanan.
"Ya, ampuun ... belum apa-apa udah posesif banget lo, Ray!" protes Alvin.
"Belum tentu juga dia mau nikah sama lo, Ray." Radith menimpali.
"kalau dia nggak mau sama Rayyan, biar sama gue aja." Refan ikut meledek Rayyan.
"Sialan emang, lo semua!" seru Rayyan kesal, membuat ketiga sahabatnya itu tertawa.
"Tapi Ray, apa lo udah tau identitasnya? Siapa nama dia?" tanya Refan tiba-tiba di tengah tawanya.
"Bener, Ray. Masa iya lo mau nikah tapi nggak tau namanya," sambung Radith.
Rayyan terdiam sebentar sambil terus menatap perempuan cantik di depannya itu.
"Ref, ntar lo ke apartemen gue. Lo cek ada tas perempuan di atas ranjang, kemaren pas gue beres-beres gue nemu tas itu di lantai. Gue yakin, tas itu pasti punya dia."
"Oke!"
Refan mengangguk tanda mengerti.
"Terus lo berdua, cariin gue penghulu," perintah Rayyan pada Radith dan Alvin.
"Siap!" seru Radith dan Alvin bersamaan, membuat Rayyan tersenyum senang.
"Kalian emang sahabat gue yang terbaik!" Rayyan mengacungkan jempolnya.
"Tentu saja, kami yang terbaik!" Mereka bertiga tertawa senang.
Tak berapa lama kemudian mereka bertiga pamit pulang, karena masih banyak pekerjaan yang harus mereka kerjakan, termasuk tugas dari Rayyan.
*****
Rayyan bergegas menuju pintu, saat suara ketukan pintu terdengar. Terlihat Dokter Ferdi dan seorang perawat di depan pintu. Rayyan menyuruh Dokter Ferdi dan perawat itu masuk untuk memeriksa keadaan gadis itu.
"Gimana keadaannya, Om?" tanya Rayyan.
"Keadaannya sudah membaik."
"Syukurlah ...." Rayyan mengusap kedua tangan ke wajah tampannya.
"Apa rencana kamu selanjutnya, Ray?" Dokter Ferdi menatap Rayyan dengan serius.
"Yang jelas, aku harus bertanggung jawab kan, Om? Setelah dia sadar, aku akan langsung menikahinya," ucap Rayyan dengan mantap.
"Om akan dukung apapun keputusanmu, Ray. Memang sepantasnya kamu bertanggung jawab atas perbuatanmu." Dokter Ferdi terdiam sejenak menatap keponakannya itu.
" Saya akan bantu kamu sebisanya, termasuk bicara sama Papi kamu."
"Aku nggak yakin Papi akan setuju, Om. Masalah Olivia aja belum kelar, di tambah lagi dengan masalah ini. Papi pasti akan marah besar." Rayyan menghembuskan napas pelan.
"Masalah Olivia bukanlah kesalahanmu, Ray. Saya sudah ceritain semua ke Papi kamu, dan Papi kamu mengerti." Rayyan menoleh ke arah Dokter Ferdi dengan heran.
"Om tau masalah Olivia?" Dokter Ferdi mengangguk.
"Dia bukan perempuan baik-baik, dia bahkan pernah berhubungan dengan sesama dokter di rumah sakit ini."
Ucapan Dokter Ferdi membuat Rayyan terkejut sekaligus kesal menahan amarah.
"Maafin saya, Ray. Waktu itu saya ingin menyelidiki dulu kalau dia itu Olivia yang sama atau bukan, dan ternyata dia memang benar Olivia tunangan kamu." Dokter Ferdi menepuk-nepuk bahu Rayyan pelan.
"Saya pergi dulu, masih banyak pasien yang menunggu." Dokter Ferdi berlalu pergi, sementara Rayyan mengepalkan tangannya erat.
"Bodohnya aku terlalu percaya padamu, Olivia."
Malam hari pun tiba, Rayyan kembali menginap di rumah sakit karena gadis itu belum juga sadar.
Rayyan mendudukkan dirinya di kursi samping ranjang pasien. Sejenak memandangi sosok cantik di depannya, kemudian karena mengantuk tanpa sadar ia tertidur.
Karmila membuka matanya pelan, sesekali mengerjapkan mata menyesuaikan pandangannya yang terlihat sedikit buram. Pandangannya berkeliling sambil meringis pelan merasakan kepalanya yang terasa berdenyut pusing.
"Di mana aku?" gumamnya pelan. Kepalanya menengok ke kanan kiri memastikan keberadaan dirinya.
Pandangannya tertuju pada sosok yang tertidur pulas di sampingnya sambil memegang tangannya.
Dia memperhatikan dengan benar sosok di depannya, setelah nampak jelas di matanya siapa yang ada di sampingnya, Karmila dengan cepat menarik tangannya kasar kemudian ia berteriak histeris membuat Rayyan terkejut dan terbangun.
"Pergi kamu, pergi!" Lepaskan aku! Aku mohon, lepaskan aku ...!"
.
.
Terima kasih sudah membaca, semoga suka!
jangan lupa like, komen, dan votenya ya 🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Sweet Girl
sabar....sabar... cinta...
2022-07-07
0
Aska
suka banget sama cerita novel ini gak bertele-tele
2022-07-07
0
vhieh
inikah yang dinamakan trauma? kasihan sekali Karmila😭
2022-06-12
0