BAB 5. Masuk perangkap.

Satu minggu berlalu, kondisi Jane kian membaik. Walau dokter memberi tahu kalau gadis itu belum sepenuhnya pulih total, setidaknya dirinya sudah sanggup untuk kembali berjalan atau berlari. Kenapa? Tentu saja untuk melanjutkan pelariannya. Perban yang membalut kedua kakinya pun masih terpasang apik, meski begitu tak membuatnya sulit ketika berjalan. Hanya saja, dokter tidak memperbolehkan memakai sepatu agar proses penyembuhan lebih cepat.

Dalam waktu seminggu pula dirinya dan Jessica semakin akrab. Wanita yang mendonorkan darahnya secara cuma-cuma kepada Jane. Seolah teman dekat, mereka berdua saling bercerita satu sama lain. Ia sempat tertegun kala mengetahui satu hal, bahwa Jessica merupakan anak yang tak diinginkan sehingga dibuang oleh orang tuanya.

Sampai dimana gadis itu ditemukan oleh seorang pria paruh baya, kemudian mengangkatnya sebagai anak. Hinaan serta cemoohan diterimanya ketika telah menjadi bagian dari keluarga barunya itu, mungkin karena sikap kasar serta tabiatnya yang tidak ingin dikekang dianggap sebagai pembawa pengaruh buruk. Terutama dia, adalah anak perempuan. Akan tetapi, Jessica menulikan telinganya dan bersikap tidak peduli sama sekali.

Anehnya, tidak ada dari mereka yang berani mengusir Jessica sebab dia secara terang-terangan dilindungi oleh pria paruh baya itu. Bahkan disaat tingkahnya melebihi batas pun, pria yang merupakan ayah angkatnya hanya bertepuk tangan dan berkata; anak itu belajar dengan sangat cepat.

Jane menelan ludahnya kasar, ketika mendengar Jessica pernah membuat pembullynya masuk ruang icu hingga koma. Sekelebat pikiran negatif muncul di kepalanya. Namun, dengan cepat di tepis dan berspekulasi bahwa itu merupakan pengaruh didikan keras serta lingkungan sekitar yang diterima Jessica sejak kecil.

"Maafkan aku karena membuatmu mengingat masa lalu itu," lirih Jane.

Bibirnya mengerucut sedih.

Jessica tertawa pelan, "Tak perlu minta maaf. Kau, 'kan tidak tahu." Tangannya mencubit pipi gadis yang lebih muda darinya itu dengan gemas.

Jane hanya tersenyum, membiarkan pipinya dicubit. Perlahan tatapannya berubah sendu. Sikap Jessica membuatnya teringat sang kakak. Setelah kematian orang tuanya, ia tak memiliki siapapun kecuali kakaknya yang belum ditemukan sampai saat ini.

Terkadang, dirinya sering kehilangan harapan untuk dapat menemukan sang kakak. Terlebih, mereka berdua terpisah sejak kecil dan tak menutup kemungkinan kalau kakaknya mungkin saja tidak mengingatnya sama sekali.

"Jangan melamun, Jane. Kau harus segera bersiap, setelah ini kita akan pergi dari rumah sakit."

Jane mengangguk semringah, "Baiklah, aku akan mengganti bajuku dulu!"

Jessica menatap punggung Jane yang menghilang di balik pintu kamar mandi, sudut bibirnya terangkat ke atas tersenyum penuh arti.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ***

Di sisi lain, terjadi pertarungan hebat antara dua orang pria beda generasi di sebuah gedung terbengkalai. Pemilik sorot mata gray paling mendominasi, tatapannya penuh kilatan amarah. Hasrat untuk membun*h kian membara, bibirnya tak lelah menyunggingkan senyuman remeh guna memprovokasi musuh.

Satu tendangan kuat di bagian dada berhasil melumpuhkan lawan, membuatnya membentur dinding beton dengan sangat keras. Tangannya memegangi dada yang terasa sesak, terbatuk-batuk mengeluarkan dar*h dari mulutnya.

"Ayolah, Pak Tua. Hanya segini kemampuanmu? Kemana hilangnya wajah aroganmu tadi, hm?"

Steve memandang pria di depannya merasa bingung sekaligus asing, postur tubuh serta lagaknya amat berbeda dari yang ditemuinya beberapa saat lalu. Seakan bukan Vincent.

"Kau sangat beruntung karena bisa melihat diriku yang lain, Pak Tua." Bibirnya menyunggingkan senyum mengerikan, menatap Steve bersiap menyerang.

Dalam keadaan panik, cepat-cepat dia meraih pistol milik anak buahnya yang tewas. Namun, Vincent lebih dulu mengetahui pergerakan tersebut sehingga melepaskan beberapa peluru ke tangan Steve menembus lapisan kulit serta dagingnya.

“ARGH!”

Suara retakkan tulang di susul terkaparnya tubuh Steve ke lantai, kondisi tangannya mengenaskan sebab diinjak keras oleh Vincent. Moncong pistol kini berada tepat di pelipisnya, bergerak sedikit saja maka peluru itu akan langsung bersarang di otak.

"B-bedebah!" maki Steve. Dirinya tidak dapat merasakan apapun di kedua tangannya.

Dia tidak menyangka semua ini, adalah jebakan Vincent. Belum lagi, asisten kepercayaannya-- Raymond merupakan pengkhianat dan mata-mata dari pria bermata elang itu.

"Jangan berpikir, jika selama ini aku diam. Aku sudah pernah memberimu peringatan sebelumnya, tapi apa? Kau mengabaikannya. Kau pikir mudah untuk menggoyahkan V.F holding corp dengan cara murahanmu itu?" Vincent meraih kerah belakang Steve, menariknya paksa hingga berlutut.

"Kau mungkin bisa saja membobol akses perusahaanku. Namun, kau tak bisa menyentuh gadisku meski seujung rambut!" Matanya menggelap, merain kepala Steve lalu membantin*gnya ke beton taj*m yang memiliki ujung runcing.

Darah mengalir keluar dari kepala pria tua itu, tubuhnya seketika jatuh tak sadarkan diri dengan mata terbuka melotot. Vincent menampilkan wajah tanpa ekspresi, mata elangnya melihat sekeliling. Lantai gedung telah berubah menjadi warna merah pekat, genangan darah ada dimana-mana. Terciprat ke dinding, maupun jendela secara acak.

"Jackson!" panggil Vincent menggelegar.

Tak lama yang dipanggil keluar dari balik dinding. Tangannya terulur, memberikan sebuah sapu tangan hitam kepada Tuannya.

"Yes, Master?"

Vincent membersihkan sisi wajah tampannya yang terkena cipratan darah dengan jij*k, meludah ke samping seraya membuang sapu tangan tersebut.

"Bereskan semua ini. Jika tikus itu masih belum mati, bawa saja ke Torture Chamber."

"As you wish, Young Master."

Jackson mengangguk patuh. Mengambil Ipad andalannya, menyuruh beberapa anak buah untuk datang membereskan kekacauan. Setelah selesai, bergegas menyusul Vincent yang sudah menunggu di dalam mobil.

"Langsung ke mansion. Kita akan menyambut seseorang yang penting, apa kau sudah menyiapkan penyambutannya?" tanyanya diangguki Jackson.

"Sudah, Tuan."

Vincent mengibaskan tangan ke jasnya yang kotor, berdecak malas kemudian melirik sang asisten yang tengah mengemudi.

"Apa masih ada waktu untuk diriku membersihkan diri? Aku tidak ingin membuat tamu penting kita itu ketakutan, benar?"

Jackson kembali mengangguk mengiyakan, tak berani mengeluarkan sepatah suara. Ujung matanya melirik spion, memperhatikan Tuannya tengah menyunggingkan senyum misterius yang aneh.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ***

Mobil hitam itu melaju membelah jalanan dengan kecepatan sedang. Jane melirik ke samping, melihat Jessica fokus mengendarai mobil. Hatinya menghangat, dalam seminggu ini ia benar-benar merasakan sebuah kebebasan yang telah lama dinanti-nantikan.

Sebenarnya ada perasaan janggal yang mengganggu pikirannya. Menyangkut soal Vincent. Seminggu ini ia tak pernah mendengar sesuatu yang berkaitan dengan pria itu, tak mungkin jika Vincent tidak menyadari bahwa dirinya kabur. Mestinya Jane sudah lama tertangkap, ia tahu betul bagaimana cara berpikir Vincent yang beringas seperti hewan buas.

"Kenapa pula aku memikirkannya?!" gerutu Jane kesal.

Tiba-tiba ia teringat dengan pria yang menolongnya kemarin, mungkin karena terlalu sibuk mengurus cafe dia tak sempat datang ke rumah sakit. Padahal, Jane sangat ingin mengucapkan terima kasih secara langsung padanya.

Kepalanya bersandar ke kursi mobil sembari menghela napas, satu tangannya merogoh saku baju dan menemukan sepucuk surat yang diberikan dokter kemarin. Mata bambinya membulat penasaran, lantas dengan cepat membuka lipatan surat tersebut.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

To : Mysterious girl.

Halo, aku Reynand. Orang yang membawamu ke rumah sakit, maaf aku tidak bisa menjengukmu karena cafe milikku sedang mengalami masalah. Tidak perlu berterima kasih, tapi jika kau tetap keras kepala kau bisa menghubungi nomorku +82xxx. Ponselku selalu aktif 24 jam, jangan lupa save nomorku.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

Jane tertawa geli. Menurutnya, isi surat ini seperti seorang pria yang ingin melakukan pendekatan dengan wanita incarannya, dan apa-apaan ini? Gadis misterius? Benar-benar konyol. Perutnya sangat tergelitik.

"Sepertinya dia tipe pria yang menyenangkan," gumamnya. Menyimpan kembali surat itu ke dalam saku. Mungkin, ia akan mencoba menghubungi Reynand nanti dan berteman dengannya.

Terlalu fokus membaca surat, Jane tak menyadari jika jalur yang dilalui sudah berbeda. Ketika melewati beberapa pohon, barulah ia tersadar. Kepalanya menoleh, menatap Jessica bingung.

"Kenapa kita melewati jalan ini? Bukankah sudah keluar dari jalur awal?" Keningnya mengerut.

Hening. Jessica mengabaikan pertanyaannya. Pedal gas diinjak secara tiba-tiba, membuat Jane terkejut dan sedikit terpental ke belakang. Matanya membola melihat laju mobil semakin cepat bahkan seperti ugal-ugalan, kepalanya menggeleng panik.

"B-BERHENTI!"

Jane menahan napas sambil memegangi dada, kuku-kuku jarinya menancap ke kursi mobil hingga memutih. Dirinya terus berteriak ketakutan, mencoba menghentikkan Jessica. Namun, nihil.

Manik matanya tidak sengaja melirik keluar, menangkap jalanan tak asing diingatannya. Sontak kepalanya menoleh, menatap Jessica yang tengah menyeringai.

"K-kau?!" Jane menggeleng panik.

Dirinya telah dijebak.

Jalanan menuju mansion Vincent.

Episodes
1 BAB 1. Peringatan
2 BAB 2. Melarikan diri.
3 BAB 3. Kehilangan jejak.
4 BAB 4. Tolong aku!
5 BAB 5. Masuk perangkap.
6 BAB 6. Potongan masa lalu.
7 BAB 7. Jatuh sakit.
8 BAB 8. Mental
9 BAB 9. Misi
10 BAB 10. Darah pengkhianat.
11 BAB 11. Siapa?
12 BAB 12. Pesan aneh.
13 BAB 13. Mencurigakan.
14 BAB 14. Tertipu.
15 BAB 15. Lari!
16 BAB 16. Berantakan.
17 BAB 17. Masalah terus menerus.
18 BAB 18. Hilang ingatan.
19 BAB 19. Tentang kebenaran.
20 BAB 20. Masa lalu buruk.
21 BAB 21. Ditemukan.
22 BAB 22. Pergi jauh.
23 BAB 23. Bingung.
24 BAB 24. Berubah.
25 BAB 25. Masa lalu sebenarnya.
26 BAB 26. Boneka.
27 BAB 27. Realita.
28 BAB 28. Rencana.
29 BAB 29. Tunduk.
30 BAB 30. Penyerangan.
31 BAB 31. Memburuk.
32 BAB 32. Berhasil lolos.
33 BAB 33. Tentang mereka.
34 BAB 34. Pulang?
35 BAB 35. Menghilang.
36 BAB 36. Hilang arah.
37 BAB 37. Hubungan.
38 BAB 38. Yang sebenarnya.
39 BAB 39. Togetherness.
40 BAB 40. Reynand.
41 BAB 41. Siapa dia?
42 BAB 42. Kembali berkunjung.
43 BAB 43. Terkejut.
44 BAB 44. Cemburu.
45 BAB 45. Dia milikku.
46 BAB 46. Tak terima.
47 BAB 47. Sepakat.
48 BAB 48. Membersihkan.
49 BAB 49. Kloning.
50 BAB 50. Joana.
51 BAB 51. Pergi.
52 BAB 52. Jane dan Joana.
53 BAB 53. Aneh?
54 BAB 54. Korea Selatan.
55 BAB 55. Terjebak.
56 BAB 56. Kembali.
57 BAB 57. Gagal.
Episodes

Updated 57 Episodes

1
BAB 1. Peringatan
2
BAB 2. Melarikan diri.
3
BAB 3. Kehilangan jejak.
4
BAB 4. Tolong aku!
5
BAB 5. Masuk perangkap.
6
BAB 6. Potongan masa lalu.
7
BAB 7. Jatuh sakit.
8
BAB 8. Mental
9
BAB 9. Misi
10
BAB 10. Darah pengkhianat.
11
BAB 11. Siapa?
12
BAB 12. Pesan aneh.
13
BAB 13. Mencurigakan.
14
BAB 14. Tertipu.
15
BAB 15. Lari!
16
BAB 16. Berantakan.
17
BAB 17. Masalah terus menerus.
18
BAB 18. Hilang ingatan.
19
BAB 19. Tentang kebenaran.
20
BAB 20. Masa lalu buruk.
21
BAB 21. Ditemukan.
22
BAB 22. Pergi jauh.
23
BAB 23. Bingung.
24
BAB 24. Berubah.
25
BAB 25. Masa lalu sebenarnya.
26
BAB 26. Boneka.
27
BAB 27. Realita.
28
BAB 28. Rencana.
29
BAB 29. Tunduk.
30
BAB 30. Penyerangan.
31
BAB 31. Memburuk.
32
BAB 32. Berhasil lolos.
33
BAB 33. Tentang mereka.
34
BAB 34. Pulang?
35
BAB 35. Menghilang.
36
BAB 36. Hilang arah.
37
BAB 37. Hubungan.
38
BAB 38. Yang sebenarnya.
39
BAB 39. Togetherness.
40
BAB 40. Reynand.
41
BAB 41. Siapa dia?
42
BAB 42. Kembali berkunjung.
43
BAB 43. Terkejut.
44
BAB 44. Cemburu.
45
BAB 45. Dia milikku.
46
BAB 46. Tak terima.
47
BAB 47. Sepakat.
48
BAB 48. Membersihkan.
49
BAB 49. Kloning.
50
BAB 50. Joana.
51
BAB 51. Pergi.
52
BAB 52. Jane dan Joana.
53
BAB 53. Aneh?
54
BAB 54. Korea Selatan.
55
BAB 55. Terjebak.
56
BAB 56. Kembali.
57
BAB 57. Gagal.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!