Bab 8 Pilihannya hanya dua

Alden kembali dengan membawakan makanan untuk Caca. Seporsi ayam penyet dan juga jus alpukat.

"Makanlah."

Caca terdiam menatap makanan yang ada di depannya. Entah hanya kebetulan atau memang Alden tahu makanan dan minuman kesukaannya. Justru yang lebih masuk akal, mungkin Lisa pernah cerita pada suaminya ini tentang makanan dan minuman kesukaan Caca.

"Kenapa malah berbohong sama papa?" Tanya Caca yang belum menyentuh makanan itu.

"Berbohong apa?"

Alden menanggapi dengan datar dan terkesan sangat dingin.

"Kamu bilang sama papa aku sakit perut. Bukankah itu bohong?"

Alden masih tidak menanggapi. Dia malah pergi kekamar mandi untuk mandi.

"Ya Allah." Gumam Caca menahan kesal karena Alden tidak menanggapinya.

Kruuukkk

Suara cacing di perutnya memberontak karena lapar.

Mau tidak mau, Caca pun akhirnya menyantap seporsi ayam penyet kesukaannya karena perutnya sudah kosong dan menyebabkan cacing mengamuk.

Beberapa menit kemudian, Alden keluar dari kamar mandi dengan sudah memakai baju tidurnya.

"Aku tidak punya baju untuk berganti. Dan dia tidak peduli sama sekali. Dasar egois.." Rutuk Caca dalam hatinya.

Alden mengambil bantal dan selimut dari dalam lemari khusus penyimpanan badcover, sprei dan juga bantal. Dibawanya selimut dan bantal itu ke sofa, lalu dia berbaring disana.

"Kenapa kamu tidur di sofa?" Tanya Caca yang duduk di kursi meja komputer sambil makan.

Bukannya menjawab, Alden malah memejamkan matanya dan menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuh hingga wajahnya.

Caca hanya bisa menghela napas melihat betapa dinginnya Alden padanya.

"Apa yang sebenarnya kamu inginkan dari mempertahankan aku untuk tetap disini, Alden?! Aku tahu sulit bagimu menerima wanita lain disisimu terlalu cepat. Tapi aku juga tidak meminta untuk tetap disini. Aku bahkan ingin pergi.."

"Habiskan makananmu dan tidurlah." Sahut Alden memotong kalimat Caca.

"Ada piyama di kamar mandi. Piyama itu milik Lisa, aku rasa ukuran kalian sama." Lanjutnya tanpa membuka selimutnya.

Caca tambah bingung, setiap kali dia mengatakan ingin pergi, saat itu juga Alden akan berubah sikap padanya.

Lagi lagi, Caca harus bisa menahan rasa kesal dan berusaha untuk tetap bertahan dengan pernikahan ini demi Khalisa.

Dengan segera dia menghabiskan makanannya, lalu dia menuju kamar mandi untuk berganti pakaian.

"Lisa.. kamu apa kabar, dek?" Gumamnya saat menatap piyama yang tergantung dengan hanger di sudut kamar mandi.

Melihat piyama itu membuat Caca membayangkan wajah cantik adiknya. Dipeluknya erat baju itu dan dia menangis terduduk dilantai.

Kenangan saat saat bermain tertawa bahagia bersama Khalisa membuat air matanya semakin deras menetes.

"Kakak rindu, dek.."

"Tidak ada yang menyayangi kakak seperti adek dan umi. Kalian terlalu cepat meninggalkan aku."

Tangis Caca pecah. Dia tidak lagi bisa menahan diri untuk terlihat baik baik saja, padahal dirinya rapuh. Dia butuh bahu untuk bersandar, dia butuh tangan yang mau memeluknya dengan tulus. Tapi, tidak akan ada lagi yang bisa seperti itu. Karena mereka telah pulang lebih dulu.

Diam diam, Alden mendengar tangisan Caca di kamar mandi. Dia duduk bersandar di pintu kamar mandi menemani Caca menangis. Tangannya memeluk erat bingkai foto istrinya yang juga sangat dia rindukan.

"Maafkan abang, dek. Maafkan abang.." Gumam Alden pelan nyaris berbisik pada foto Khalisa yang dipeluknya.

Jarum jam terus berputar, malam semakin larut. Dua insan itu masih berbalut dalam kesedihan. Sampai akhirnya Alden lah yang lebih dulu menyudahi sedihnya. Dia pun kembali ke sofa untuk melanjutkan tidurnya.

Tidak berselang lama, Caca pun keluar dari kamar mandi dengan masih memakai bajunya yang sejak siang dia pakai. Dia tidak mau mengenakan piyama milik almarhumah adiknya. Rasanya seakan dia benar benar ingin merebut semuanya dari sang adik. Padahal, Khalisa sendirilah yang memintanya untuk mengambil alih posisinya.

Caca merebahkan tubuhnya di kasur dengan menyelimuti seluruh tubuhnya kecuali wajahnya. Dengan terpaksa dia memejamkan matanya berharap bisa tertidur lelap.

Tidak terasa waktu terus berputar dan azan subuh berkumandang. Alden bangun lebih dulu. Dia tidak menghiraukan kehadiran Caca yang berbaring nyaman di ranjangnya. Dia melangkah menuju kamar mandi untuk berwudu.

Begitu Alden keluar dari kamar mandi, dia mengambil sarung, sajadah dan pecinya di lemari. Saat itu Caca terbangun. Yang pertama dilihatnya, Alden sedang bersiap untuk sholat.

Segera Caca bangkit dari tempat tidur melangkah menuju kamar mandi. Lalu, Caca pun juga sholat subuh tidak jauh dari Alden.

Dan seperti biasa Caca sholat tanpa mukena. Dia bahkan menjadikan ujung jilbabnya sebagai alas saat dia sujud. Dia atur ujung jilbabnya sebisa mungkin ketika sujud agar bisa menjadi alas sujudnya.

Mereka sholat di ruangan yang sama, tapi memilih sholat sendiri sendiri. Sejauh itulah jarak hati mereka berdua. Bahkan saat menghadap Tuhan pun mereka tidak mau bersama.

Alden yang lebih dulu selesai sholat melihat bagaimana Caca sholat. Saat itulah dia sadar, ternyata dia telah memperlakukan Caca dengan buruk.

Saat hendak sujud terakhir, Alden pun meletakkan sajadahnya tepat dihadapan Caca sehingga Caca bisa sujud beralaskan sajadah.

Perlakuan Alden membuat Caca terperangah. Alden yang sedingin kulkas seribu pintu itu ternyata juga bisa sedikit memberikan rasa hangat.

Usai Sholat Alden langsung duduk di meja kerjanya. Dia melakukan sesuatu dengan komputernya.

"Terimakasih!" Seru Caca sambil mengulurkan sajadah itu pada pemiliknya.

"Gunakan saja. Itu sajadahku, bukan sajadah Khalisa." Ucapnya datar.

Dengan berat hati Caca menarik kembali tangannya yang mengulurkan sajadah tapi tak digubris. Hatinya pun merasakan suatu perasaan aneh yang sulit dijelaskan mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Alden.

Dia mengerti, sepertinya Alden tahu tadi malam dirinya tidak memakai piyama milik Khalisa. Karena itulah kini Alden menegaskan bahwa sajadah itu bukan milik Khalisa agar dirinya tidak keberatan untuk memakainya.

"Nanti sore aku berangkat ke Bandung untuk urusan perusahaan. Mungkin selama lima hari aku disana." Ujar Alden kemudian.

"Kamu boleh menginap di rumah mama atau pun tetap tinggal di sini." Lanjut Alden saat tidak mendapat respon dari Caca.

"Boleh aku kembali kerja?" Tanya Caca ragu.

"Mmh."

"Kalau aku tinggal di apartemenku, boleh?"

"Rumah ini atau rumah mama." Ucapnya datar namun terdengar tegas.

"Aku tidak nyaman." Sahut Caca.

Alden menghentikan tangannya yang tadi mengetik di keyboard komputernya.

"Tinggal sendiri di apartemen tidak bagus untuk wanita yang sudah menikah." Ujar Alden ketus.

"Tapi tinggal di sini atau di rumah mama hanya akan membuatku menjadi bahan cacian, makian, siksaan dan hinaan!" Seru Caca kesal.

"Aku tahu."

"Kalau kamu tahu, harusnya kamu tidak memaksaku tinggal di sini atau rumah mama."

Alden menghela napas dalam, lalu dia menoleh untuk menatap wajah kesal Caca.

"Pilihannya hanya rumah mama atau tetap di sini." Ulangnya.

"Tapi.."

Alden sudah melangkah masuk ke kamar mandi. Dia menutup pintu kamar mandi sedikit kuat dan Caca tidak bisa melanjutkan ucapannya.

Terpopuler

Comments

Enung Samsiah

Enung Samsiah

apa jngn jngn caca cinta pertama alden?

2024-08-14

0

martina melati

martina melati

hmm apa selera mendiang lisa sama dg caca?

2024-08-02

0

Dian Soedarminto

Dian Soedarminto

egois

2024-07-24

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Permohonan terakhir
2 Bab 2 Kehilangan
3 Bab 3 Mencoba bertahan
4 Bab 4 Ratu drama?!
5 Bab 5 Dugaan sihir
6 Bab 6 Aku bukan burung
7 Bab 7 Caca sakit perut
8 Bab 8 Pilihannya hanya dua
9 Bab 9 Aku orangnya
10 Bab 10 Terlalu baik atau bodoh
11 Bab 11 Jampi pengusir sihir
12 Bab 12 Hanya kebetulan
13 Bab 13 Diam diam
14 Bab 14 Boneka beruang
15 Bab 15 Titipan dari Haris
16 Bab 16 Ternyata sesakit ini?!
17 Bab 17 Berkunjung
18 Bab 18 Ayam goreng keju
19 Bab 19 Tamu bulanan
20 Bab 20 Seranjang
21 Bab 21 Pindah
22 Bab 22 Baper
23 Bab 23 Ibu negara
24 Bab 24 Kamu pemilk hatiku
25 Bab 25 Mulai bucin
26 Bab 26 Hari yang sibuk
27 Bab 27 Ketakutan
28 Bab 28 Cemburu
29 Bab 29 Ciuman pertama
30 Bab 30 Rahasia perlahan terungkap
31 Bab 31 Cintai aku!
32 Bab 32 Sesuatu yang buruk
33 Bab 33 Amarah
34 Bab 34 Tersimpan dalam doa
35 Bab 35 Haris kecelakaan
36 Bab 36 Makin bucin
37 Bab 37 Sedikit salah paham
38 Bab 38 Tidak selevel
39 Bab 39 Menemui Haris
40 Bab 40 Akal akalan Haris
41 Bab 41 Pura pura
42 Bab 42 'Abang'
43 Bab 43 Membolak balik fakta
44 Bab 44 Fitnah yang kejam
45 Bab 45 Penyesalan datang terlambat
46 Bab 46 Duniaku hancur & mimpi buruk
47 Bab 47 Bukan takdirku
48 Bab 48 Terlalu sempurna
49 Bab 49 Karma bagi Rahayu
50 Bab 50 Kehancuran Rani
51 Bab 51 Air mata Rani
52 Bab 52 Berikan kesempatan ke-2
53 Bab 53 Neraka dunia
54 Bab 54 Selalu ada
55 Bab 55 Garda terdepan
56 Bab 56 Luka ditempat yang sama
57 Bab 57 Kekecewaan
58 Bab 58 Adnan turun tangan
59 Bab 59 Kembali ke rumah
60 Bab 60 Intropeksi diri
61 Bab 61 Rani Hamil?!
62 Bab 62 Lamaran
63 Bab 63 Cerai!
64 Bab 64 Mulai membaik
65 Bab 65 Hari pernikahan
66 Bab 66 Aku hamil!!
67 Bab 67 Malam pertama!
68 Bab 68 Pagi yang bahagia
69 Bab 69 Rumah kita
70 Bab 70 Maafkan aku, sayang.
71 Bab 71 Suami siaga
72 Bab 72 Pertanyaan itu...
73 Bab 73 Hampir...
74 Bab 74 Rumah tempat kembali
75 Bab 75 Niat jahat Haris
76 Bab 76 Khawatir
77 Bab 77 Murahan?!
78 Bab 78 Hadiah setelah badai
79 Bab 79 Belut goreng
80 Bab 80 Mengidam?!
81 Bab 81 Bolu gulung tiramisu
82 Bab 82 Loli vs pasutri
83 Bab 83 Masih saja dibandingkan
84 Bab 84 Suami yang nurut?!
85 Bab 85 Salsabila
86 Bab 86 Sate kambing
87 Bab 87 Kehidupan awal pernikahan
88 Bab 88 Akhir pekan
89 Bab 89 Mantan pacar
90 Bab 90 Tidak ingin terulang
91 Bab 91 Video gila Dinda
92 Bab 92 Rencanakan jebakan?!
93 Bab 93 Pertemuan Dinda dan Caca
94 Bab 94 Misi selesai
95 Bab 95 Mendengarkan cerita
96 Bab 96 Main ke rumah mama
97 Bab 97 Sup jamur
98 Bab 98 Perjuangan hidup dan mati
99 Bab 99 Undangan pernikahan
100 Bab 100 Memberi nama
101 Bab 101 Aqiqah
102 Bab 102 Mencintai karena Allah
Episodes

Updated 102 Episodes

1
Bab 1 Permohonan terakhir
2
Bab 2 Kehilangan
3
Bab 3 Mencoba bertahan
4
Bab 4 Ratu drama?!
5
Bab 5 Dugaan sihir
6
Bab 6 Aku bukan burung
7
Bab 7 Caca sakit perut
8
Bab 8 Pilihannya hanya dua
9
Bab 9 Aku orangnya
10
Bab 10 Terlalu baik atau bodoh
11
Bab 11 Jampi pengusir sihir
12
Bab 12 Hanya kebetulan
13
Bab 13 Diam diam
14
Bab 14 Boneka beruang
15
Bab 15 Titipan dari Haris
16
Bab 16 Ternyata sesakit ini?!
17
Bab 17 Berkunjung
18
Bab 18 Ayam goreng keju
19
Bab 19 Tamu bulanan
20
Bab 20 Seranjang
21
Bab 21 Pindah
22
Bab 22 Baper
23
Bab 23 Ibu negara
24
Bab 24 Kamu pemilk hatiku
25
Bab 25 Mulai bucin
26
Bab 26 Hari yang sibuk
27
Bab 27 Ketakutan
28
Bab 28 Cemburu
29
Bab 29 Ciuman pertama
30
Bab 30 Rahasia perlahan terungkap
31
Bab 31 Cintai aku!
32
Bab 32 Sesuatu yang buruk
33
Bab 33 Amarah
34
Bab 34 Tersimpan dalam doa
35
Bab 35 Haris kecelakaan
36
Bab 36 Makin bucin
37
Bab 37 Sedikit salah paham
38
Bab 38 Tidak selevel
39
Bab 39 Menemui Haris
40
Bab 40 Akal akalan Haris
41
Bab 41 Pura pura
42
Bab 42 'Abang'
43
Bab 43 Membolak balik fakta
44
Bab 44 Fitnah yang kejam
45
Bab 45 Penyesalan datang terlambat
46
Bab 46 Duniaku hancur & mimpi buruk
47
Bab 47 Bukan takdirku
48
Bab 48 Terlalu sempurna
49
Bab 49 Karma bagi Rahayu
50
Bab 50 Kehancuran Rani
51
Bab 51 Air mata Rani
52
Bab 52 Berikan kesempatan ke-2
53
Bab 53 Neraka dunia
54
Bab 54 Selalu ada
55
Bab 55 Garda terdepan
56
Bab 56 Luka ditempat yang sama
57
Bab 57 Kekecewaan
58
Bab 58 Adnan turun tangan
59
Bab 59 Kembali ke rumah
60
Bab 60 Intropeksi diri
61
Bab 61 Rani Hamil?!
62
Bab 62 Lamaran
63
Bab 63 Cerai!
64
Bab 64 Mulai membaik
65
Bab 65 Hari pernikahan
66
Bab 66 Aku hamil!!
67
Bab 67 Malam pertama!
68
Bab 68 Pagi yang bahagia
69
Bab 69 Rumah kita
70
Bab 70 Maafkan aku, sayang.
71
Bab 71 Suami siaga
72
Bab 72 Pertanyaan itu...
73
Bab 73 Hampir...
74
Bab 74 Rumah tempat kembali
75
Bab 75 Niat jahat Haris
76
Bab 76 Khawatir
77
Bab 77 Murahan?!
78
Bab 78 Hadiah setelah badai
79
Bab 79 Belut goreng
80
Bab 80 Mengidam?!
81
Bab 81 Bolu gulung tiramisu
82
Bab 82 Loli vs pasutri
83
Bab 83 Masih saja dibandingkan
84
Bab 84 Suami yang nurut?!
85
Bab 85 Salsabila
86
Bab 86 Sate kambing
87
Bab 87 Kehidupan awal pernikahan
88
Bab 88 Akhir pekan
89
Bab 89 Mantan pacar
90
Bab 90 Tidak ingin terulang
91
Bab 91 Video gila Dinda
92
Bab 92 Rencanakan jebakan?!
93
Bab 93 Pertemuan Dinda dan Caca
94
Bab 94 Misi selesai
95
Bab 95 Mendengarkan cerita
96
Bab 96 Main ke rumah mama
97
Bab 97 Sup jamur
98
Bab 98 Perjuangan hidup dan mati
99
Bab 99 Undangan pernikahan
100
Bab 100 Memberi nama
101
Bab 101 Aqiqah
102
Bab 102 Mencintai karena Allah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!