Trapped In Love

Trapped In Love

Petir Pagi Hari

Bara mengamati wajah gadis menawan di hadapannya sedang tak berdaya karena efek obat tidur yang berhasil dia masukkan ke dalam minumannya. 

Lani, terbaring tak sadarkan diri di sebuah kamar hotel bersama lelaki yang sangat dia benci. Bara membuka gorden jendela kamar hotelnya yang berada di lantai 7 dan menghadap ke arah jalan raya. Jalan gelap yang bertabur gemerlap kendaraan bermotor berjejer dan bergerak ke kanan dan ke kiri. Tangan kirinya ia masukkan ke dalam kantung celana hitamnya, tangan kanannya memegang ponsel yang ia tempelkan di telinganya.

Setelah menyelesaikan panggilan di ponselnya, Bara menengok ke arah gadis itu. Langkahnya mendekat. Dan semakin mendekatkan wajahnya. Tercium aroma wangi parfum yang membuatnya bergairah. Perlahan tangannya mengusap lembut kening, pipi hingga bersarang di bibirnya. Bara meraba kedua bibir manis Lani. 

"Kamu memang manis Lani." Bara mengecup keningnya lalu turun ke hidungnya dan segera menyusup di kedua bibir Lani yang sejak tadi menggodanya.

Bara bangkit, meraih ponselnya yang tergeletak di meja. Wajahnya menyeringai. Ia membuka kamera di ponselnya, menempatkan ponsel itu di atas meja dengan kamera menghadap ke arah ranjang. 

Rekam.

Jarinya menekannya. Di depan kamera Bara melepas kaos panjangnya dan membuang ke lantai, kakinya naik memasang posisi akan menggagahi Lani yang masih memejamkan mata. Tangannya menarik ke atas ujung kaos Lani hingga terbuka menyisakan bra yang menutupi tubuhnya saja. Lalu Ia menciumi kembali gadis itu dan mulai memeluk tubuh gadis yang tetap tertidur itu. Tangannya meraih selimut menutupi dirinya dan tubuh Lani yang bergumul di dalamnya.

Hawa dingin perlahan menyusup membuat Lani merasakan kulitnya merinding. Matanya masih berat untuk terbuka, kepalanya terasa pening. Ia menggosok kedua matanya agar terbuka, lalu duduk menyingkap selimut dari atas dadanya. Hawa dingin semakin terasa menggesek kulit lengan, leher dan dadanya. Lani mengusap lengannya. Tiba-tiba matanya membulat.

Terbuka. Wajahnya menunduk memandangi tubuhnya yang hanya mengenakan pakaian dalam. Mulutnya terbuka saat tersadar pemandangan di hadapannya adalah sebuah kamar yang sangat asing baginya.

"Aaaaaaaaaarrgggggh." suara Lani membuat lelaki di sampingnya tersentak, namun tak juga membuatnya membuka mata, mendesis menarik selimut menutupi dirinya.

Dia hanya mengubah posisi tidurnya yang semula menghadap Lani menjadi membelakangi gadis yang sedang merasa syok itu.

"Ke.... ke... na pa??" Lani menutupi dadanya dengan kedua tangan. Kepalanya menoleh ke samping dan menemukan dirinya sedang berada di atas tempat tidur bersama seorang laki-laki.

"A...a..pa.. ini??" Matanya berkaca-kaca.

Tangannya gemetar, rasanya kakinya mendadak lemas. Lani merosot ke lantai, mencari di mana pakaiannya dengan berderai air mata. 

Kenapa ada petir di pagi hari? Itu yang ia rasakan pagi ini. Tiba-tiba Lani merasa dunianya hancur tanpa ia tahu bagaimana kejadiannya.

Lani menemukan T-shirt dan celana training nya tergeletak di lantai. Ia segera lari ke dalam kamar mandi. Di depan cermin, Lani melihat seluruh tubuhnya.

Kini tetes-tetes air mata itu semakin deras. Lani terduduk di lantai kamar mandi, kalut. Dipakainya kembali pakaiannya lalu berdiri lagi. 

Keluar kamar mandi, Lani mencari di mana waist bag, handphone dan sepatunya sambil mengingat apa yang terjadi kemarin.

Frustasi, Lani tak menemukan apapun. Ia kembali menangis di lantai dengan kepala tertunduk di atas lututnya.

Kenapa ia tak mengingat apapun kemarin?

"Kenapa aku di sini? kenapa aku tidur dengan laki-laki? apa yang terjadi kemarin? Gimana....." pertanyaan itu membombardir hatinya.

Isak tangisnya membangunkan Bara yang lalu duduk bersandar di tempat tidur.

"Kenapa nangis?" senyum Bara menyeringai

Lani mengenal suara itu. Ia mengangkat kepalanya dan memandang sumber suara. Matanya membelalak saat melihat laki-laki yang sangat ia benci tersenyum memandangi dirinya yang sedang terlihat bodoh pagi ini.

"Bara?"

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Bara lengkap dengan tatap mata yang merah membara.

Lani tak mampu menahan kekecewaan dan amarahnya pada lelaki di hadapannya. Titik-titik air mata itu jatuh tepat saat keempat bola mata mereka bertemu.

Dendam menjalar ke nadinya.

"Bajingan!!!!!!!"

Ia membuka pintu kamar lalu menutupnya dengan keras. Tidak.. tidak boleh ada air mata setelah keluar dari kamar neraka itu. Jangan biarkan orang-orang berprasangka.

Meski badannya masih gemetar karena perasaan yang campur aduk, gadis 20 tahun ini mencoba menutupi dengan tenang.

Duduk di jok belakang taksi online yang di pesan, dia membuka waistbagnya saat ponselnya berdering.

Sebuah panggilan dari ibu. Lani mengatur nafas sebelum mengangkatnya.

"Assalamualaikum ibu.. ada apa?

"Ibu berniat mengunjungimu ke rumah Tante Ambar, tapi kata tante Ambar kamu semalam tidak pulang. Kamu ke mana nak?"

Deg... Seperti petir yang sudah berlalu tapi datang lagi. Lani memutar otak.

"Lani ada projek praktikum dengan teman bu, jd menginap di tempat teman. Kenapa ibu tidak bilang mau datang sepagi ini?"

"Semalam ibu gelisah, jd ibu buru-buru datang sama kakak kamu."

"Ibu tunggu di situ Lani sebentar lagi sampai."

Rupanya beberapa pesan tante Ambar belum sempat ia balas. Ada tiga panggilan tak terjawab juga. Dua kali saat malam satu kali pagi tadi.

Gelisahnya semakin tinggi. Tersadar, bajunya masih sama seperti hari kemarin. Masih memakai setelan olahraga.

Pagi-pagi dia sudah memikirkan masalah yang kompleks. Sambil menunggu sampai di rumah, Lani mencoba menyusun skenario yang akan dia ceritakan kalau-kalau mereka memberondongnya dengan berbagai pertanyaan.

Matanya menutup erat, buliran air mata kembali lolos. Pedih sekali sampai-sampai dia menepuk dadanya.

"Mbak, kenapa? Sakit?" Supir taksi melihatnya menepuk dada dari kaca spion

"Nggak pak, keselek permen aja tadi."

"Pelan-pelan mbak.. kemarin tetangga saya ada yang mati karna keselek begitu."

Lani meringis, "Kalo boleh saya juga udah pengen mati aja rasanya pak." Batinnya

Setelah satu belokan, mereka sampai. Lani turun agak jauh dari rumah dan berjalan kaki supaya mereka menyangka dia baru saja lari pagi.

Benar saja. Ibu dan tantenya sudah ada di halaman sedang mereview tanaman hias milik tantenya yang memang gemar mengoleksi.

"Assalamualaikum.."

Kedua ibu-ibu itu menengok.

"Dari mana aja kamu, tante telepon nggak diangkat wa juga nggak dibalas." Tante Ambar menerima salim dari keponakannya yang memang menumpang selama kuliah di sini.

"Ibu sehat??" Lani belum menjawab, dia lebih dulu memeluk ibunya yang sudah amat dia rindukan,

"Maaf tante kemarin sore Lani pergi ke kost teman karena ada projek. Karena ketiduran jadi Lani lupa nggak kasih kabar." Skenario mulai dijalankan.

"Sayang, lain kali kamu jangan begini. Tante Ambar di sini gantiin ibu jagain kamu. Kamu nggak boleh merepotkan."

"Iya bu.. maaf ya tante... Jangan manyun heheh.." Lani mencolek lengan tantenya yang sudah bersila tangan

"Lain kali kalo bikin aku panik, nggak aku kasih makan mbak.. Biar kapok!!" Jawab si adik kandung ibunya.

"Tapi sekarang kasih makan dong tante.. Lani laperr." Godanya

"Hiih enak aja habis pergi langsung minta makan. Nggak mau, mandi dulu sana kamu bau kambing!!" Jawab tante Ambar sembari berjalan ke dalam rumah.

"Kakak mana bu?"

"Lagi cari bengkel dulu, tadi  ban mobilnya gembes, untung sudah sampai sini."

Lani merebahkan dirinya sejenak di dalam kamar. Hatinya masih sakit mengingat apa yang sudah dilaluinya semalam. Lani segera mandi, menggosok kasar tiap sentimeter bagian tubuhnya seolah banyak kotoran yang menempel. Tangisnya mengalir kembali. Tak percaya dirinya sudah tidak perawan.

Meski kesakitan dalam hatinya terus menggerus, wajahnya tak boleh menampakan apa yang dirasakan. Kan jadi rumit bila ada yang tahu.

Lani keluar dari kamarnya dengan wajah riang, seperti biasa. Menyapa adik sepupunya yang sedang bermain PS di sofa. Memeluk kembali ibunya yang berdiri memanaskan makanan yang dibawa dari kampung halaman.

"Ibu,, Lani kangeeen banget sama ibu. Lani pengen dipeluk yang lama.."

"Eh, ada apa anak ibu meluknya kenceng banget?"

"Nggak papa. Lani kangen. Ibu menginap ya di sini."

"Biasanya anak ibu kalau berubah manja begini pasti ada sesuatu. Cerita?!"

"Em.. enggak lagi banyak pikiran aja soalnya banyak tugas."

Lani memejamkan matanya sejenak di bahu sang ibu. Mencari kenyamanan untuk hatinya yang gusar. Melepas sejenak kekecewaan dan dendam pada dirinya sendiri.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!