Episode 5

Mendengar bawahannya yang sangat bertekad itu membuat Song Ha Jin sendiri berdecak untuk yang kedua kalinya. Di balik wajahnya yang kesal Song Ha Jin sebenarnya merasa iri kepada Yoon Gi Il yang perawakannya sangatlah ideal untuk seorang tentara tapi di sisi lain juga ia bahagia Yoon Gi Il berada di bawah jabatannya.

“Ck, sebaiknya kau selesaikan masalah wartawan dengan cepat! Aku benci melihat mereka di depan kantor.” Titahnya sembari memijit tengkuknya seolah pekerjaan yang dia lakukan begitu berat bebannya hingga melebih-lebihkan rasa sakit yang tidak seberapa.

“Kau bilang dia masih hidup kan?” Song Ha Jin si kepala yang hampir berbentuk kotak itu mengacungkan jari telunjuknya ke arah Yoon Gi Il tanpa melihatnya sama sekali sedang dirinya sibuk menutup mata hanya karena merasa pusing.

Yoon Gi Il menjawab ‘iya’ dengan cepat dan tanpa ia sadari ia memutarkan kedua bola matanya jengah dengan sikap atasannya tersebut.

“Cih, dia pasti pura-pura meninggal. Konfirmasikan saja bahwa kasus ini penipuan! Dasar si pencari perhatian.” Maki Song Ha Jin tertuju pada Kim Jeon Woo, mantan pelaku bunuh diri.

Mendengar itu Yoon Gi Il sedikit menggeram marah dengan ucapan yang kasar itu apalagi yang mengucapkannya adalah si Song Ha Jin, pria tua yang tak tahu diri dengan umurnya yang sudah aki-aki itu.

Tak hanya itu Song Ha Jin bahkan mengibaskan tangannya pada kedua polisi itu untuk menyuruh mereka segera keluar dari ruangannya. Perlakuan semena-mena dan sesuka hati itu membuat Yoon Gi Il ingin sekali meninju wajahnya yang kotak itu sampai mati.

Tidak! maksudnya sampai pingsan saja.

Ya namun hari ini ia harus menahan amarah itu sampai ia berbincang dengan puluhan wartawan di luar sana.

Sesaat dirinya membuka pintu luar kantor polisi, jepretan kamera dan flash yang menyala-nyala mulai meramaikan suasana yang ada.

“Pak pak bagaimana dengan kasus bunuh diri yang terjadi?”

Jepret jepret jepret

“Siapa korban dari kasus ini pak?”

Cekrektt cekrekttt

“Katanya orangnya masih muda pak itu benar tidak?”

“Orang terkenal atau bukan pak?”

Jepret cekrek

“Kasus bunuh dirinya karena apa pak?”

“Pak jawab pertanyaan saya dong pak!”

Cekrek cekrek

“Pak pak bagaimana kalo kasus itu ternyata bukan kasus bunuh diri?”

“Ada konspirasi tidak pak?"

Jepret

Puluhan pertanyaan yang belum tertulis di atas sana masih ada banyak lagi karena tak henti-hentinya mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah di siapkan sebelumnya.

Dari kehebohan di tempat itu, Yoon Gi Il mengangkat tangannya lalu menggenggamnya erat-erat dan berhasil membungkam mulut mereka yang terus menerus bersuara.

“Terima kasih telah memberikan saya kesempatan untuk berbicara, tanpa lama-lama saya akan mengonfirmasi atas kasus yang ramai di perbincangkan saat ini.”

“Setelah melakukan berbagai penyelidikan, hasil akhir dari kasus ini adalah sudah di tutup di karenakan atas laporan kasus penipuan. Pelaku yang sebagai warga biasa rupanya masih hidup dan kasus ini terpaksa kami hentikan. Sekian, terima kasih.”

Dan begitulah bagaimana Yoon Gi Il mengakhiri kasus ini seperti yang dikatakan atasannya padahal dengan ucapannya saat ini bisa jadi hal ini menjadi masalah besar bagi Kim Jeon Woo.

Para wartawan yang masih haus akan informasi berbondong-bondong mengajukan pertanyaaan walau Yoon Gi Il tak lagi membuka suaranya untuk berbicara pada mereka.

Hari itu Kim Jeon Woo masih tak sadar bahwa hidupnya kali ini juga tak semudah harapannya.

Di awal yang baru ada juga lembaran baru. Yap, Kim Jeon Woo yang sebelumnya selalu berwajah lesu kini berbeda menjadi sosok yang penuh dengan keceriaan. Senyum yang terlihat di wajahnya itu di mulai dari dirinya yang keluar dari pintu utama rumah sakit.

Sinar yang hangat, udara yang segar, daun-daun yang cantik, jalanan bersih dan begitulah bagaimana suasana hati Kim Jeon Woo yang sangat baik hari ini.

Di sepanjang perjalanan, Kim Jeon Woo tak henti-hentinya bernyanyi kecil seraya membawa satu kantong plastik berisikan suplemen untuk kesehatannya hanya berjaga-jaga kalau-kalau tubuhnya tiba-tiba saja drop.

Dari rumah sakit menuju rumah bibi, Kim Jeon Woo sama sekali tidak menaiki angkutan umum sebab dirinya tak memiliki uang. Tas dan juga handphone tak tahu berada di mana, seingatnya semua benda itu ia letakkan di pinggir jembatan sebelum akhirnya ia loncat ke bawah sana.

Pikirnya, mungkin saja di ambil pengemis.

Sesampainya di pekarangan yang kecil rumah bibi, tanpa pikir panjang Kim Jeon Woo masuk ke dalam rumah tanpa mengetuk terlebih dahulu dan rupanya pintu itu juga tidak di kunci.

Kebiasaan dirinya yang sering masuk rumah begitu saja bukan tanpa sebab karena sebelumnya pun kedatangan Kim Jeon Woo di rumah tak terlalu di perhatikan oleh keluarga bibi.

Namun saat ini, berdirinya Kim Jeon Woo tepat di ruang tv rumah membuat Park Ji Kyo, bibinya terkejut bukan kepalang dia berteriak dengan mata melotot lebar-lebar seolah sedang melihat sosok hantu gentayangan yang kebetulan sedang ia tonton saat ini di televisi.

“Bibi aku pulang.”

Tek

“ARGGHHHH.”

Tepat saat Park Ji Kyo mendongak, dia berteriak sekencang-kencangnya hingga Kim Jeon Woo pun harus menutup mulutnya agar tidak bersuara.

Namun rupanya hal itu membuat Park Ji Kyo tiba-tiba saja pingsan dengan cepat.

Pluk pluk pluk

Di tepuk-tepuk lah kedua pipi Park Ji Kyo supaya bangun, tapi tetap saja tidak berhasil akhirnya Kim Jeon Woo hanya membiarkan tubuhnya berbaring di karpet ruang tv sana tak lupa ia juga mematikan televisi yang masih menayangkan film horor tersebut.

Kim Jeon Woo bergegas pergi ke kamarnya berniat mengambil uang tabungannya di tempat rahasia miliknya, terlihat saat ia memasuki kamarnya yang sudah kosong melompong membuatnya seketika terkejut.

Kim Jeon Woo lihat ada beberapa kardus berisi barang-barang lamanya yang sudah siap di buang di simpan tepat di bawah ranjangnya. Hal yang lebih mengkhawatirkannya saat ini adalah uang.

Kim Jeon Woo panik, bergegas ia buka lemari dan di bawah lemari itu terdapat kayu yang sedikit rusak lalu di bukalah olehnya dan terlihat di sana masih ada uangnya yang utuh, hanya saja sudah sedikit berdebu.

Hatinya terasa sangat lega, karena dengan uang tabungan itu ia bisa membeli lagi handphone baru dan barang-barang sekolah yang baru lagi. Ia sadar keluarga pamannya tak memperdulikan dirinya serta selalu menganggapnya suatu beban yang berat.

Satu hal yang hanya ia perlu lakukan yaitu menyelesaikan sekolah SMA nya, hanya satu tahun, satu tahun lagi ia akan keluar dari sana dan memulai hidup yang berbeda. Ia hanya perlu bersabar.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!