Keduanya kini tanpa busana, Ayusa dengan instingnya mengarahkan senjata andalan yang masih orisinil, karena ia belum pernah melakukannya, begitu juga dengan Vio, ini adalah pengalaman yang tak terlupakan bagi mereka di malam pertama.
Ia membuka kedua paha gadis tersebut, kemudian menggesek senjatanya di lembah surgawi milik Vio yang sudah terangsang sejak tadi.
"Aaah... " lenguh Vio ketika merasakan onderdil Ayusa mencoba menerobos masuk ke dalam miliknya.
"Tahan, mungkin sakitnya akan sebentar," bisik Ayusa, Vio tanpa sadar mencakar punggungnya, karena sensasi perih yang di berikan Ayusa di bawah sana begitu nyata.
"Aaargg... Arggh... " Iblis tampan itu mengerang karena cakaran yang di berikan Vio terlalu kasar hingga melukai permukaan kulit punggungnya.
Karena jengah dengan teriakan Vio, iblis tampan itu langsung membungkam mulutnya dengan ciuman ganas, sejalan dengan barang miliknya yang sukses membobol benteng pertahanan milik Vio.
"Aaah... Sayang, ini sungguh pengalaman terindah bagiku," kata Vio, seraya merasakan hujaman ternikmat dari sang iblis yang sudah menjadi suaminya itu.
Ayusa memberi gerakan seperti tengah push up dia atas tubuh istrinya.
Saat Ayusa melepas lava pijarnya ke dalam rahim Vio, cairan itu seolah menjadi eliksir penyembuhan bagi tubuhnya.
Kulit Vio semakin berseri, terasa kenyal, dan noda-noda di tubuhnya menghilang tanpa jejak.
Tubuhnya merasakan kebugaran baru, terbebaskan dari beban yang selama ini membelitnya.
Di sisi lain, Ayusa kehilangan sebagian besar energinya dalam proses itu. Terbaring lemah, napasnya tersengal, dan kulitnya memerah sebagai reaksi.
Vio, sementara itu, menertawakan keadaan suaminya dengan nada meremehkan, meskipun Ayusa tak bisa membalas ledekan.
"Diamlah! Aku lelah!" bentak Ayusa ketika Vio memotong rehatnya. Meski demikian, Vio, dengan keisengan khasnya, mencubit pipi Ayusa, membuatnya merasakan sensasi panas seperti menyentuh bara api.
"Aah... " jerit Vio seraya mengibas tangannya yang kepanasan. "Biarkan aku untuk beristirahat, jangan ganggu aku dulu, paham!" peringatkan Ayusa dengan tegas, ia harus mengistirahatkan kondisinya agar suhu tubuhnya kembali normal.
"Duh, begini rupanya jika iblis sedang kelelahan," batin Vio sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Sayang, aku ingin jalan-jalan," rengek Vio manja, Ayusa merasa jengkel karena Vio terus mengganggunya. "Sana! Kamu jalan-jalan sendiri, atau mintalah pengawalan kepada Rion dan Kaino, atau siapapun yang ada di luar, dan jangan menggangguku dulu, kalau tidak, bisa-bisa aku kehilangan kekuatanku!" cerocos Ayusa yang kesal.
"Eugh!" keluh Vio, meraih pakaian yang berbeda dari alam manusia.
Ia mengenakan gaun berwarna putih tulang dan teksturnya sangat lembut seperti sutra, disertai sabuk yang terbuat dari intan dan permata yang memancarkan kilauan mempesona.
Vio berjalan keluar dari kamar, dan semua pengawal langsung tertunduk hormat.
Seperti seorang Ratu di dunia Elyrian, Vio melangkah anggun melewati mereka.
Perbukitan di sekitarnya dihiasi taman dengan bunga beraneka jenis dan warna, menebarkan aroma keharuman yang memikat, yang sangat memanjakan indra penciuman.
Di tengah keasyikan yang berlangsung, tiba-tiba, kendaraan canggih melintas, Rion yang mengemudikannya, ia menawarkan untuk mengantar Vio jalan-jalan dengan kendaraan super canggih tersebut.
"Tuan Putri, apakah perlu saya antar untuk jalan-jalan?" tawar Rion dengan ramah. Vio menggeleng, "Tidak, terimakasih, aku ingin berjalan kaki saja."
Ia melanjutkan langkahnya menyusuri taman dan perbukitan yang asri. Udara bersih, langit biru cerah tanpa awan yang menghitam.
Di dunia Elyrian, tak memiliki panas seperti di dunia manusia, di sana selalu di kelilingi oleh kesejukan, semilir angin menyibak rambut Vio yang kini memanjang.
Suasana damai dan alam yang indah membentuk latar belakang penuh kecantikan bagi langkah Vio yang penuh kemuliaan.
Di sudut sana, Vio melihat sebuah lorong yang tersembunyi di balik semak belukar dan tanaman buah yang merambat. "Lubang apa itu?" batinnya, penuh penasaran. Ia mempercepat langkahnya, menarik gaunnya agar memudahkan berjalan cepat.
Sampai di tempat tersebut, Vio menyibak semak yang menghalangi, dan terlihatlah lobang seperti goa misterius yang sangat gelap di dalamnya. "Aku jadi penasaran," gumamnya. Tanpa ragu, ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam tempat gelap itu, mengikuti arah yang akan membawanya.
Di sudut lain, ia melihat seberkas cahaya yang memandunya untuk terus berjalan. Keluar dari lorong, matanya mengerling sekeliling. Tempat ini sangat tidak asing. "Ini kan alam manusia," kata Vio, merasa seperti berada di atas gunung. Anehnya, saat ada kegiatan manusia yang ramai, mereka seolah tak melihat kehadiran Vio sama sekali.
"Hei..." Vio berteriak, tetapi tak ada yang mendengar. Ia terperanjat kaget ketika menyadari di antara aktivitas manusia, ada manusia berperawakan aneh.
Ada yang berkepala hewan dengan tubuh kurus, ada yang bertubuh buncit berkepala babi, kera, ular, dan lain sebagainya.
Mereka bisa melihat manusia, tetapi sebaliknya, manusia tak bisa melihat mereka.
Vio menyimpulkan bahwa mereka sedang mengadakan ritual pesugihan, dan pesertanya bukan hanya satu atau dua orang. Ribuan orang datang berbondong-bondong meminta kekayaan kepada bangsa siluman.
Diantara mereka, terdapat para pengusaha, pedagang, dan masyarakat biasa yang meminta agar usaha mereka maju dan sukses dengan cara sesat. Suasana ritual ini memenuhi tempat tersebut, menciptakan gambaran yang menyeramkan dan misterius dari kehidupan paralel yang tersembunyi di antara keramaian manusia.
...
Bangsa siluman berkepala hewan itu memperhatikan kehadiran Vio, dan terlihat hendak mengejarnya.
"Penyusup, tangkap dia!" teriak mahkluk berkepala babi, dan pengawalnya langsung mengejar Vio.
Gadis itu lari tunggang langgang menuju lorong yang baru saja dilaluinya.
Namun, naas, kedua mahkluk berkepala ular menyilangkan tombak mereka, menghalangi Vio untuk masuk ke dalam lorong yang merupakan tempat perlindungan sebelumnya sekaligus akses penghubung menuju ke dunia Elyrian.
Tubuh mereka bersisik, leher memanjang dan meliuk-liuk, wajah sepenuhnya menyerupai ular.
Ketika mulut mereka terbuka, taring-taring tajam dan lidah bercabang membuat tubuh Vio bergetar ketakutan.
"Aaa... Aku mohon, jangan sakiti aku," kata Vio seraya menutupi pandangannya dari wujud mereka yang sangat menyeramkan. Suasana gemetar di antara rasa takut yang mendera.
"Suamiku, tolong aku," batin Vio, berharap Ayusa akan mendengar getaran hatinya di tengah bahaya besar yang mengancam di antara dunia siluman dan manusia.
Ayusa seolah bisa menangkap gelombang suara hati Vio. Terbangun dari istirahatnya, ia dengan cepat menyalakan layar tembus pandang melalui telunjuk jari. "Ah, sial!" pekiknya, segera berpakaian dengan gerak cepat, dan menyusul Vio yang sedang dalam ancaman bahaya dari bangsa siluman berwujud jelek.
"Hentikan! Dia bukan tawanan kalian, dia adalah istriku!" teriak Ayusa di antara para siluman.
Mereka serempak tertunduk dan bersujud pada sang Raja Iblis, penguasa kegelapan. "Maafkan kami, Tuan," ucap para siluman itu dengan penuh hormat.
Vio segera berlari ke belakang tubuh suaminya untuk meminta perlindungan.
"Sayang, aku takut," kata Vio dengan suara lirih sambil meremas jubah hitam Ayusa.
"Kenapa kamu ini bandel sekali, sih? Seharusnya kamu tidak memasuki lorong dimensi!" kecam Ayusa kesal karena kecerobohan istrinya.
Vio menggeleng, "Mana aku tahu kalau tidak boleh melewatinya!" jawab Vio dengan bibir yang mengerucut.
"Ah, dasar manusia, belum apa-apa sudah merepotkan!" keluh Ayusa yang wajahnya tampak kesal.
"Sayang, senyum dong," goda Vio, Ayusa memutar kedua matanya jengah dan tersenyum dengan penuh keterpaksaan. "Sudah ya! Kamu masih ingin di sini atau pulang?" tawar Ayusa memberikan pilihan. Vio sesaat berpikir, masih penasaran dengan aktivitas para manusia itu.
"Aku ingin jalan-jalan di sini, boleh kan?" pintanya, Ayusa mengangguk.
"Baiklah, terserah kamu saja!" ia mengizinkan istrinya.
"Hore... " Vio bersorak girang.
"Tapi, aku mau ditemani olehmu, sayang," rengeknya manja, Ayusa menghela napas dengan gerakan kesal.
"Iya!" jawabnya singkat.
"Tapi, aku mau digendong," pinta Vio, membuat Ayusa semakin jengkel.
"Astaga! Kamu ini kan punya kaki, gunakanlah kedua kakimu untuk berjalan! Jangan terlalu merepotkanku!" bentak Ayusa, mencapai batas kesabarannya dengan sifat manja istrinya.
"Ih, kamu itu kan suamiku, masa gendong istrinya saja tidak mau. Suami macam apa?" cibir Vio, melipat kedua tangannya di atas dada. Ayusa kembali menghela napas frustasi, lalu berjongkok.
"Ya sudah, cepat naik ke atas punggungku!" titahnya. Vio tampak kegirangan, melingkarkan kedua tangannya ke pundak Ayusa.
Iblis tampan itu menggendong tubuh istrinya dari belakang. Vio seolah tak bisa diam, tangannya yang lincah mencapai pipi Ayusa.
"Kamu ini bisa diam, tidak!" protes Ayusa, membuat gadis itu terdiam dengan wajah yang menekuk.
Dari kejauhan, tampak sebuah keramaian seperti pasar. Namun, bukan pasar manusia melainkan pasar gaib.
"Aku ingin ke sana!" tunjuk Vio ke arah pasar tersebut, membuat Ayusa mengangkat sebelah alisnya.
"Yakin? Tidak akan takut?" tantangnya. Vio mengangguk, dan keduanya melangkah menuju pasar gaib dengan penuh keingintahuan, membawa suasana petualangan yang menarik di dunia siluman.
...
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments